Kami berjalan menuju gudang samping perpustakaan. Ya, ternyata Aenun berkata benar. Pintu gudang ini bisa terbuka. Sedikit tak percaya, namun aku sangat begitu senang. Tempat paling nyaman menurut Yudha akhirnya bisa kami huni kembali. Ini ruang kerja kami. Entah bagaimana jika ruangan ini tak dapat dibuka kembali, aku tak tau nasib team detektif kami selanjutnya. Untung saja bisa terbuka. Ini semua berkat Aenun. Kalau saja ia tak menemukan kunci gembok itu, apa kabar dengan ruang kerja kami nantinya?
"Eh, bentar ya gua ke bawah dulu." Pamit Aenun.
Setelah itu, ia melemparkan tasnya ke arahku. Namun, aku belum sempat meletakan buku dan handphone yang kupegangi sejak tadi. Tas Aenun jatuh ke lantai.
"Prakkkkk." Terdengar suara nyaring dibalik jatuhnya tas Aenun. Sontak semua fokus teralihkan ke tas Aenun.
"Itu apa, Nun?" tanya Yudha tiba-tiba.
"Nggak tau, Yud." Jawab Aenun.
"Coba cek, Nun!" perintah Ambon.
"Sini tas gua, Pan!" pinta Aenun. Aku langsung memberikannya.
"Kenapa tiba-tiba di tas gua ada kaleng bekas begini ya?" tanya Aenun sambil mengangkat sebuah kaleng bekas.
"Ini pasti ancaman surat kaleng, Nun." Ucap Yudha.
"Ancaman surat kaleng?" Aenun ragu.
"Iya, biasanya kalau ada kaleng pasti didalamnya ada sesuatu yang misterius entah itu surat ancaman."
"Betul kata Yudha tuh, Nun. Coba cek aja!" sambar Ambon.
"Yaudah, buka aja, Nun!" perintahku.
Aenun membuka kaleng dan merogohnya. Ia mendapati sebuah kertas yang kami duga adalah surat.
"Iya, isinya surat." Ucap Aenun menunjukannya.
"Bacain, Nun!" pinta Ambon.
"Teruntuk Aenun Zikra Marsya,"
"Itu surat buat lu, Nun? Tanya Ambon.
"Iya, kenapa buat gua?" tanya Aenun lirih.
"Aku telah lama memendam rasa, menyimpan rasa dan memeliharanya utuh. Tentang bagaimana aku bisa merasakan suatu kenyamanan saat bersamamu. Jujur, aku sangat ingin terlihat sempurna dimatamu, terlihat indah disetiap bayanganmu. Maafkan aku, mungkin surat ini adalah suatu kesalahan besar yang akan merusak hubungan pertemanan kita. Tapi, ada satu hal yang tak berani kusampaikan, bahwa aku mencintaimu tulus dan utuh hingga ada hati yang mungkin bakal tersakiti."
"Ciee," ledek Ambon.
"Tertanda, Aria Sopan Hidayat."
"Hah?" kagetku.
"Pan, nggak lucu becanda lo" seru Aenun padaku.
"Nun, itu bukan gua yang nulis." Sanggahku.
"Tapi jelas-jelas surat ini dari elo, Pan. Tanda tangannya juga sama."
"Nun, dengerin penjelasan gua dulu!"
"Cukup, Pan. Dengan ini, elo sama aja udah mengingkari perjanjian kita. Dan satu hal yang gua nggak mengerti. Untuk apa elo bikin ini?"
"Nun,"
"Sampah, tau nggak, Pan?" Aenun melempar kalengnya ke arahku. Ku rasa ia begitu marah padaku.
Aenun langsung saja mengambil tas dan pergi keluar dari ruangan ini. Aku tak mengerti apa yang tejadi saat ini. Tiba-tiba ada sebuah surat kaleng yang berisi surat cinta dariku untuk Aenun. Aku tak melakukan itu. Itu bukan surat dariku untuk Aenun. Sepertinya aku sedang dijebak. Entah siapa yang melakukan ini. Tapi yang jelas adalah aku bukan pelakunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
5 DETEKTIF PE'A
Roman pour Adolescents[completed] Rank #40 in #Detektif [24/05/2018] Rank #91 in #Detektif [08/06/2020] Rank #64 in #kasus [06/06/2020] Rank #53 in #kasus [08/06/2020] Detektif abal-abal, anggotanya memang kadang [PE'A] semua, apapun cara dilakukan untuk menyelesaikan be...