BAB 2

20.1K 2K 42
                                    

                  

Jean masih terdiam di tempatnya. Ia masih sibuk mencerna ucapan laki-laki yang baru saja mengajaknya menikah. Oh, bukan. Lebih tepatnya siap menggantikan posisi Zaki sebagai mempelai pria. Memang terdengar aneh, tapi itulah yang ada di pikiran Jean saat ini.

Jean berpikir keras. Di sisi lain ia ingin menolak ajakan lelaki yang tidak ia kenali itu, namun disisi lain pula, ia rasanya ingin menerima saja. Memikirkan betapa malunya ia dan keluarganya jika tiba-tiba acara pernikahannya dibatalkan. Apa kata para tamu undangannya nanti? Lagian, kata ayah dia itu anak dari temannya.

Jean menghela napas pelan dan memperbaiki posisi duduknya. "Ayah. Aku... a-aku mau melanjutkan semuanya. Aku mau menikah dengan Ganesa." Bahkan untuk mengucapkan namanya saja lidah Jean terasa kelu.

"Baiklah, nak. Kamu bersiap-siap saja dulu. Ayah sama Ganesa akan turun dan memulai acara." Ujar Ayah sambil menepuk bahu Jean.

Jean memberikan senyumannya pada Ayahnya sebagai jawaban. Ia pun melirik Ganesa yang sedari tadi menatapnya dengan intens, entah mengapa tatapan Ganesa itu seketika membuat kedua pipinya terasa panas.

Oh, ayolah, Jean. Dia itu bukan Zaki. Batin Jean menenangkan dirinya

Setelah kepergian ayah dan Ganesa di ikuti juga oleh mas Tama, Jean kembali memperbaiki make upnya yang tadi berantakan, dibantu oleh Gea dan juga ibu. Dengan telaten, Gea mengusapkan bedak di sekitar mata Jean agar bekas tangisnya sedikit menghilang. Sedangkan ibu dengan lembut menata jilbab Jean yang sedikit berantakan.

Jean menatap kedua perempuan luar biasa yang tengah sibuk mendandaninya melalui pantulan cermin, seketika kedua matanya terasa panas.

"Aduh, kakak mah. Jangan nangis lagi, ih! Nanti make upnya rusak lagi." Ujar Gea kesal. Sebenarnya gertakannya itu bertujuan agar kakaknya itu tidak perlu menangis lagi.

Jean memukul pelan bahu adiknya itu, tidak keras namun cukup membuat Gea mencibir tidak jelas.

Ibu menatap pantulan Jean di cermin, mengelus pelan kepala anaknya itu sambil tersenyum. Jean yang tadinya sibuk mengganggu Gea, kini beralih menatap wanita paruh baya itu.

"Je, tetap semangat ya, nak. Allah itu udah nunjukin sama kamu, bahwa dengan kepergian Zaki yang entah mengapa tiba-tiba ngebatalin semuanya, adalah pilihan terbaik. Dan kamu lihat, Allah dengan segera memberikan pengganti yang lebih baik."

"Tuh, dengerin, kak. Nggak usah lah mikirin si Zaki Zaki itu,"

Jean tersenyum simpul mendengar ucapan adik bungsunya itu. Benar. Sebentar lagi dia akan menjadi milik Ganesa. Begitu pun sebaliknya.

"Kak, yuk kita kebawah. Semuanya udah nunggu." Ajak ibu seraya menarik tangannya dengan lembut

Jean tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Di dalam hati, ia terus merapalkan doa semoga menikah dengan Ganesa adalah pilihan terbaik.

***

Dari jauh, Jean bisa melihat Ganesa yang sudah terlebih dahulu duduk di depan penghulu. Seketika tubuhnya menegang, entah mengapa sejak laki-laki itu melamarnya beberapa menit yang lalu, jantungnya terus berpacu dengan tidak sewajarnya. Tatapannya yang tajam, hidungnya yang mancung, bibirnya yang tipis, serta kedua rahangnya yang terlihat keras benar-benar membuat Jean sampai saat ini belum bisa percaya. Laki-laki itu, sebentar lagi akan berstatus sebagai suaminya. Namun, satu pertanyaan yang terus berkecamuk di dalam benak Jean.

Kenapa Ganesa mau menggantikan posisi Zaki hari ini?

Tidak terasa, Jean sudah berada di samping Ganesa. Ia menarik napas pelan, menetralisir degupan jantungnya. Beberapa kali ia bahkan terus menelan salivanya dengan susah payah. Bahkan ketika Ganesa mengucapkan akadnya, Jean seolah kehilangan kesadarannya. Di pikirannya, semua kisah yang ia lalui bersama Zaki terputar bagai kaset yang terus mengalun tiada henti. Sampai ucapan SAH dari pak penghulu menyadarkannya dari khayalannya.

J E A N [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang