Sudah tiga hari ini Feby datang ke kantor Ganesa. Tidak ada alasan apa pun selain ingin mengecek keberadaan laki-laki itu. Pasalnya, sejak kejadian di mana ia bertemu dengan mas Radit, istrinya dan seorang perempuan yang tak ia kenal itu, Ganesa berubah. Entah perasaannya saja atau memang laki-laki yang ia cintai itu memang sedang dalam mood yang kurang baik. Dan Feby tak tahu apa alasan yang membuat seorang Ganesa jadi seperti itu.Feby menghela napas pelan. Ia kemudian memasuki lift bersama beberapa karyawan dari perusahaan itu. Tidak lupa ia menekan tombol empat di mana ruangan Ganesa berada. Selama berada di dalam lift, Feby terus merapalkan doa semoga hari ini Ganesa berada di ruangannya dan dapat menyambutnya dengan senyuman yang bisa membuat kaki Feby menjadi lemas seperti jelly. Namun sepertinya doa Feby tidak terkabul, kala ia tak sengaja mendengar salah seorang karyawan juga tengah membicarakan atasannya itu.
"Hei, udah tau belom. Pak Ganesa masuk rumah sakit loh. Denger-denger dia kecelakaan." Sahut karyawan perempuan berbaju kuning ngejreng itu.
"Hah? Masa sih? Kok gue baru tau? Ck! Gimana deh Atgan kita. Pengin jenguk tapi malu. Ihihihi." Ujar karyawan berbaju merah darah itu sambil cekikikan.
"Atgan? Apaan tuh?"
"Atasan ganteng lah."
"Ohaaha. Iya, tadi malem di grup kantor kan rame tuh bicarain Pak Ganesa. Pada sedih karena sudah tiga hari ini nggak liat senyum ramahnya. Huhft, nggak ada suntikan semangat deh."
"Pantes tampang-tampangnya pada lemes ya. Hihih."
Lift berdenting pelan, pintu pun otomatis terbuka. Feby mengikuti karyawan-karyawan rumpi itu untuk menanyakan lebih jelas soal kecelakaan yang terjadi pada Ganesa.
"Permisi." Ujar Febi dengan nada pelan.
Kedua karyawan itu menoleh. "Ya? Ada yang bisa kami bantu, Mbak?"
Feby tersenyum tipis. "Aku mau nanya, Mbak. Umm, Pak Ganesa tidak masuk kantor benar karena beliau sedang kecelakaan?" keduanya karyawan itu mengangguk sebagai jawaban. "Oh, kalau boleh tau Pak Ganesa dirawat di rumah sakit mana ya, Mbak?"
"Kalo nggak salah temen saya bilang di rumah sakit Islami, Mbak."
"Mbak tau tidak, Pak Ganesa dirawat di ruangan mana?"
"Bentar, Mbak. Saya tanya temen saya dulu. Kebetulan kemarin dia habis jenguk Pak Ganesa." Feby mengangguk mempersilakan. Terlihat karyawan berbaju merah kuning itu sedang mengetik sesuatu di layar ponselnya, dan tak perlu menunggu lama, perempuan itu akhirnya memberitahu di mana ruangan Ganesa dirawat.
"Oh iya. Makasih ya."
"Sama-sama, Mbak. Kami permisi dulu."
"Oh iya. Silakan."
Feby menghela napas pelan. Perasaannya campur aduk antara khawatir, takut dan juga berbagai perasaan aneh lainnya. Jujur saja, ia tidak menyukai perasaannya ini.
Segera setelah Feby keluar dari kantor itu, ia segera memacu mobilnya mencari rumah sakit Islam, di mana Ganesa tengah dirawat. Berkali-kali Feby mengumpat karena jalanan yang entah mengapa seolah tak mengizinkannya untuk segera sampai. Setiap jalanan yang ia pilih di mana-mana selalu saja macet.
Feby melirik jam tangannya. Sudah hampir pukul sepuluh, berarti kali ini ia harus membolos dari pekerjaannya. Tak apa, asal ia bisa melihat Ganesa kali ini.
Feby tersenyum semringah kala tak jauh ia melihat rumah sakit Islam, segera ia tancap gas dan mencari tempat parkir yang masih kosong, penuh. Namun tak lama, sebuah mobil terlihat akan keluar dan meninggalkan tempat kosong. Tak mau berlama-lama, Feby segera memarkirkan mobilnya di sana.
Feby segera berlari-lari kecil, celingak-celinguk sana sini mencari keberadaan ruangan itu. Namun ia sama sekali tak tahu di mana posisi ia sekarang. Kebetulan saat itu, seorang perawat lewat dan Feby tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Segera ia menahan perawat itu dan menanyakan kamar Rose di mana. Perawat itu pun menunjuk lorong yang tak jauh dari tempatnya berada.
"Makasih ya, Sus."
"Sama-sama, Mbak. Mari."
***
Feby menatap pintu kokoh yang ada di hadapannya, menghela napas pelan ia pun membuka pintu itu. Hal pertama yang ia lihat adalah Ganesa yang setengah berbaring tengah sibuk memakan potongan buah apel yang diberikan oleh Raka.
Ganesa dan Raka sontak menatap Feby yang terlihat ngos-ngosan. Merasa tidak enak, Raka menaruh piring yang berisikan potongan apel itu di atas nakas. Ia pun pamit pada Ganesa dengan alasan ingin ke kantin mencari makan karena Jean tak kunjung datang.
"Masuk, Mbak." Ujar Raka dengan sopan.
Feby tersenyum kecil dan melangkahkan kakinya mendekat ke arah Ganesa. Saat Raka sudah menghilang dari balik pintu, Feby segera menyerang Ganesa dengan berbagai macam pertanyaan.
"Mas, kamu nggak papa kan? Kok kamu nggak ngasi kabar sih, Mas kalo kamu kecelakaan? Sudah tiga hari ini aku ke kantor kamu dan tidak pernah menemukan kamu di ruanganmu. Untung saja tadi aku denger omongan karyawan kamu kalo kamu abis kecelakaan. Kalo nggak? Aku bakal merasa bersalah banget, Mas karena nggak tau apa-apa."
Ganesa menghela napas pelan. "Maaf..."
Feby mengangguk lemah lalu meraih tangan Ganesa. "Kamu nggak papa kan?"
Ganesa mengangguk pelan lalu menatap tangannya yang digenggam erat oleh Feby. "Feb..." panggilnya.
"Kenapa, Mas? Mau minum? Aku ambilin ya?" tawar Feby.
Ganesa menggeleng pelan lalu melepaskan pegangan Feby. Ia menatap lekat-lekat kedua mata Feby yang menyiratkan kekhawatiran. "Feby. Kita... cukup sampai di sini aja ya."
Kening Feby berkerut. Kembali ia ingin meraih tangan Ganesa, namun Ganesa sigap mengindarinya. Feby jelas terkejut dengan perlakuan Ganesa. "Mas..."
"Feb. Please. Kita, nggak bisa lagi bersama."
Feby menggeleng cepat. "Mas, aku tau kamu masih dalam pengaruh obat. Ya udah, kamu istirahat ya. Bentar lagi aku mau pamit ini." Ujar Feby berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
"Feby. Aku ini... sudah punya istri. Kamu tahu? Kita telah salah. Aku terutama."
"Mas, kamu jangan bercanda."
"Nggak, Feb. Aku nggak bercanda, sumpah demi Allah. Aku udah nikah. Sama perempuan yang kamu lihat tempo hari di kantor aku. Yang dateng bareng Mas Radit dan juga Mbak Hana."
Feby terperangah. Tidak mungkin. Ganesa bisa saja berbohong kan?. "Mas kamu istirahat saja ya. Aku balik ke kantor dulu."
Feby segera beranjak dan membuka pintu ruangan itu. Ia pun mencengkeram erat tali tasnya kala ia bersitatap dengan seorang perempuan yang ia temui beberapa hari yang lalu di kantor Ganesa.
Apakah ucapan Mas Gaga itu benar? Atau hanya karena saat ini ia sedang tidak ingin diganggu?
***
Bener yang mana ya, Feb? Mungkin Gaga sudah lelah. Ihihihihi...
Maaf ya jarang apdet, soalnya sibuk ngurus project.
Btw, siapa yang udah follow wattpad @swp_writingproject??? Makasih ya...
Jangan lupa juga follow OA SWP di Instagram (@swp_writingproject) ^_^
Love,
Windy Haruno
KAMU SEDANG MEMBACA
J E A N [SUDAH TERBIT]
RomancePemesanan buku JEAN bisa ke Shopee @aepublishing . Semua orang mau menikah. Menghabiskan sisa hidup dengan orang yang dicintai dan mencintai kita. Suka dan duka berbagi bersama. Saling menguatkan dan saling menyayangi. Begitu pun dengan Jean, ia be...