BAB 12

12.5K 1.4K 283
                                    



Hari ini Ganesa sudah diperbolehkan ke kantor. Meski masih sedikit merasa pusing, tapi masih bisa diatasi oleh Ganesa. Belum lagi membayangkan tumpukan pekerjaan di kantor yang menunggunya membuatnya tambah pusing, apalagi kalau harus menambah jatah istirahatnya. Bisa menggunung tumpukan itu.

"Hati-hati, Mas. Kalau pusing, mending pulang aja." Ujar Jean setelah menyalami punggung tangan suaminya itu.

"Iya, Je. Nggak usah khawatir ya."

"Hmm. Mas, nanti mau aku anterin makan siang?" tawar Jean.

Ganesa menggeleng pelan. "Nggak usah repot-repot, Je. Nanti aku makan siang bareng temen-temen kantor aja."

Jean tidak ingin memaksa, maka dari itu ia pun akhirnya mengangguk pelan.

Ganesa kini menjalankan mobilnya menuju kantor. Sejujurnya, ucapan maminya kemarin masih membekas jelas diingatannya. Perihal dirinya yang bermain api dengan Feby dan penghianatannya terhadap Jean.

Sebelum-sebelumnya ia merasa sudah begitu yakin terhadap perasaannya hingga ia berani mengambil langkah untuk menikahi Jean. Tapi ternyata ia salah, beberapa tahun Feby menghilang ternyata tak mengubah apapun, termasuk perasaannya. Kemunculan Feby yang tiba-tiba di kantornya menguapkan segalanya. Termasuk niat awal untuk melupakan perempuan itu.

Ganesa menghela napas pelan, setelah memarkirkan mobilnya ia pun dengan segera menaiki lift dengan perasaan tidak sabar berjumpa dengan setumpuk kertas yang ada di meja kerjanya.

Lift berdenting lalu kemudian terbuka perlahan, Ganesa berjalan dengan sedikit cepat. Beberapa kali ia bahkan menyempatkan diri menyapa beberapa karyawan dan office boy-girl yang sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing.

Ganesa kemudian memutar kenop pintu ruangannya. Kedua mata Ganesa pun sukses membulat kaget kala menemukan sosok perempuan yang beberapa hari ini tak ditemui.

"Kenapa sekaget itu, Mas?" tanya Feby dengan senyuman merekah

Ganesa menggeleng pelan. "Kupikir kamu Mbak-Mbak penghuni ruangan ini, Feb." Ujar Ganesa dengan nada bercanda.

Feby mencibir pelan lalu bangkit untuk mendekat ke arah Ganesa yang kini menaruh tas kerjanya di atas meja. Perlahan, Feby memeluk tubuh Ganesa. Mengirup aroma lelaki yang selama ini menghantui pikirannya.

"Aku kangen. Mas udah nggak papa kan?" tanya Feby masih bermanja-manja ria dipelukan Ganesa.

Ganesa membalas pelan pelukan Feby sambil mengusap pelan rambut perempuan itu. "Aku udah mendingan."

Feby mengangguk dalam pelukan Ganesa. "Yakin?"

"Iya." Ganesa kemudian melepas pelukannya, beralih memegang kedua pundak Feby. "Kamu nggak ngantor?"

"Hmm, ini mau berangkat. Ya udah lunch bareng?" tanyanya yang kemudian langsung ditanggapi anggukan kepala oleh Ganesa.

Feby kemudian beranjak pergi. Meninggalkan Ganesa yang kemudian ikut melarutkan diri dengan pekerjaannya.

***

Saat ini Jean tengah menyibukkan diri di dapur bersama mami dan mbak Hana. Ketiganya sibuk menyiapkan sarapan untuk makan siang nanti. Sementara Nina dan Yana –istri Vano dan Bagas tengah berbelanja keperluan sehari-hari untuk anak-anak mereka.

"Hana, tolong ambilin Mami mericanya." Pinta mami

"Ini, Mi." Ujar Hana seraya menyerahkan kotak tempat khusus merica.

"Nanti kalian berdua anterin makan siang aja buat Gaga sama Radit. Mereka itu suka kebiasaan suka makan di luar. Nggak baik buat kesehatan. Yaa, itung-itung mereka biasain lah makan makanan rumahan."

J E A N [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang