BAB 23

12.8K 1.4K 66
                                    

Selama berada di kantor, Ganesa tak bisa benar-benar fokus. Di pikirannya hanya dipenuhi oleh sosok Jean dan ucapannya mengenai perceraian.

Ganesa mengakui, dia salah. Di saat Jean dengan sepenuhnya menyerahkan semua rasa cintanya pada dirinya, ia malah menghianati, dan di saat Jean ingin berpisah, ia justru menolak. Sebenarnya, ia sendiri bingung dengan kelakuannya akhir-akhir ini. Kedatangan Febi yang tiba-tiba membuatnya tidak bisa mempertahankan keteguhannya dalam melupakan perempuan itu. Maka kalimat 'selesaikan masa lalumu terlebih dahulu' ternyata membuka mata Ganesa. Masa lalunya yang tak terselesaikan secara baik-baik ternyata bisa merusak masa depannya seperti sekarang ini.

Maka, jangan meremehkan masa lalu. Karena sekecil apapun masalah itu, ia akan terus menghantui sampai di masa yang akan datang.

Ganesa melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Jam dua belas lebih empat belas menit. Segera Ganesa menyelesaikan pekerjaannya. Ia harus pulang, menemui Jean dan memintanya untuk membatalkan rencana pisah dengannya.

Ini tidak bisa dibiarkan.

Kembali, Ganesa terbayang saat ia sakit, mas Bagas datang ke kamarnya secara diam-diam, dan dengan bijak membantu Ganesa membuka mata lebar-lebar.

Kakak tertuanya itu mengingatkan, bahwa Jean merupakan perempuan yang langka. Perempuan yang sulit didapatkan. Saat ia terbaring di rumah sakit, Jean dengan telaten mengurusnya sampai lupa untuk merawat dirinya sendiri. Kata mas Bagas, kalau bukan mami atau Raka yang memaksanya untuk istirahat atau untuk sekadar mengisi perutnya, mungkin perempuan itu akan lupa.

Ganesa menutup kedua matanya dan menarik napas dengan pelan. Ia benar-benar dirundung rasa bersalah.

Bergegas Ganesa merapikan dokumen-dokumen yang telah diselesaikannya. Setelah mengambil kerjanya, Ganesa langsung meluncur ke arah lift.

"Udah mau pulang, Pak?" tanya salah seorang karyawan perempuan.

Ganesa tersenyum tipis. "Iya, ini udah mau balik."

"Bapak nggak makan siang dulu sama kami?" tawarnya.

"Nggak usah. Nanti saya lunch di rumah saja. Sama istri."

Karyawan itu pun mengangguk kaku. Ia lupa kalau kemarin-kemarin bosnya itu memang lebih banyak menghabiskan jam makan siangnya di rumah. Dalam pikiran mereka, betapa istimewanya perempuan yang menyandang status sebagai istri bosnya itu. Rela mengerjakan pekerjaannya dengan cepat dan pulang hanya untuk makan siang bersama. Sederhana, tapi romantis.

***

Ganesa membuka pintu mobilnya dan dengan cepat menancap gas menuju rumah. Dalam hati, semoga Jean tak ke mana-mana. Pasalnya, ia keukeuh ingin menyelesaikan semuanya hari ini. Termasuk mempertahankan rumah tangganya yang kini sudah berada di ujung tanduk.

"Ck!" Ganesa berdecak sebal kala kemacetan mulai menghias jalan raya. Berkali-kali Ganesa mengetuk-ngetuk roda kemudinya tak sabar. Mengalihkan tatapannya ke luar jendela, Ganesa tak sengaja menemukan sosok Jean tepat di depan sebuah bangunan yang berada di pinggir jalan raya. Jean tengah bersama seorang lelaki yang tidak Ganesa kenali.

Ganesa mengerutkan keningnya tatkala ia melihat Jean berusah menghindari lelaki itu.

Tak senang melihat lelaki yang terlihat memaksa Jean, Ganesa segera mencari lahan kosong untuk memarkirkan mobilnya. Untungnya tak jauh, Ganesa menemukan tempat yang bisa ia jadikan lahan parkir, ia segera menepikan mobilnya. Setelah keluar, tak lupa ia mengunci mobilnya. Dengan langkah lebarnya, Ganesa berjalan menuju Jean dan laki-laki pemaksa itu berada. Saat ini, laki-laki itu tengah memaksa Jean untuk ikut dengannya. Ganesa tak tahu menahu, apa hubungan Jean dengan lelaki itu, tapi yang jelas, lelaki itu seperti ingin mengatakan sesuatu pada Jean.

J E A N [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang