"Kanakaaaa... Eeyy.... Mana lihat senyumnya dulu.... Aduduuh.... Lucunyaa. Gitu dong anak pintar."
Bima menggeser Mahira kasar dan mengangkat Naka dari boks bayi. "Papa kerja dulu ya, sayang. Naka yang pintar, ya.... Papa sudah pasang kamera diseluruh ruangan rumah ini."
Bima secara sengaja menyindir Mahira. Dia menunjukkan dengan jelas ketidakpercayaannya pada wanita itu sekaligus secara tidak langsung memperingatkan Mahira agar tidak macam-macam dengan bayinya.
"Kamu bisa terlambat, Satya. Tenang aja. Naka aman. Ada mbok Asih juga. Aku belum mau masuk penjara karena tuduhan melakukan kekerasan pada bayi."
Mahira terdengar cuek. Dia mengambil alih Naka dari gendongan Bima. Digerakkannya tangan mungil bayi lucu itu kearah sang ayah. "Dah, papa. Kerja yang benar. Jangan terlalu sibuk. Perhatiin Naka juga, supaya tante Mahira bisa cepat pergi dari rumah ini."
Bima mendecih kesal. Dia meraih tasnya dan pergi tanpa mengatakan apapun lagi. Mahira tersenyum masam.
"Mahira... Mahira..."
***
"Yaaaa sebentaaar...." Mahira berlari membuka pintu karena entah siapapun yang berada diluar sepertinya tidak sabaran. Orang itu menekan bel berkali-kali tanpa jeda. "Eh? Ibu?"
Raya Harimurti berdiri penuh keanggunan dihadapan Mahira. "Bawakan koper saya."
Mahira terperangah melihat tiga koper besar dibelakang wanita itu. "Ibu..."
"Saya akan tinggal disini untuk mengawasi kamu merawat Naka."
"Aah..." Mahira gelagapan. "Silakan masuk, bu." Dia segera menarik ketiga koper itu kedalam rumah. "Nanti saya minta mbok Asih membereskan kamar untuk ibu."
"Oke."
Mahira hampir saja tertawa. Dia bisa melihat darimana arogansi Bima berasal. Jelas dari Raya Harimurti.
"Sementara waktu ibu bisa istirahat dikamar saya. Silakan, bu."
Raya berhenti melangkah. "Kamu pengasuh Naka kan?"
"Engh...."
"Kok kamu dikasih kamar utama?"
Dengan segera Mahira paham apa yang terjadi. Bima rupanya tidak menceritakan perihal pernikahan mereka pada ibunya.
"Karena Naka tidur dengan saya, bu. Jadi bapak mengizinkan saya tidur dikamar ini." Mahira membuka pintu kamar lebar-lebar. "Silakan, bu. Itu Naka sedang tidur siang."
Raya melangkah antusias sampai Mahira khawatir bunyi stilettonya akan membangunkan Naka. Bayi itu sedikit cerewet seperti ayahnya. Dia akan menangis setiap kali merasa kesal dan terganggu.
"Cucu eyaaang....."
"Maaf, bu. Kanaka baru saja tidur."
Raya menoleh kesal. "Saya cuma mau memotret dia."
Ya tapi ibu berisik banget.
"Ibu mau minum apa?"
"Gak usah. Saya mau tiduran saja sebentar sampai Naka bangun."
"Kalau begitu saya tinggal ke belakang ya, bu."
"Hm."
Tahan, Mahira.... Tahan.
***
"Kamu lulusan universitas mana?"
"Saya cuma lulus SMA, bu."
"Oh. Sebelum ini kerja apa?"
"Penari striptease di night club." Bima yang menjawab.