8

286 34 15
                                    

Kalo aku updatenya beruntun gini, biasanya bakal vakum lama. 😂Yaudahlah yaaaaa. Sampai jumpa minggu depan atau minggu depannya lagi. Aku mau ke daerah. Kemungkinan gak ada jaringan disana. Kiss 😘 Semoga balik2 vote dan komennya mendadak banyak. Huahahaha

Bima merasakan pelukannya kosong, dia perlahan membuka mata, dan terkesiap kaget melihat Mahira duduk menatapnya. Rambut wanita itu terurai, babydollnya mendukung suasana seram ditengah temaram cahaya lampu tidur.

Bima meringis. "Aku... baru mau pindah." Mahira bergeming. "O... oke.... Aku minta maaf. Aku gak bisa tidur karena khawatir. Khawatir sama... Naka. Eeemm... Kamu juga. Jadi...." Fiuuuh.... Bima akhirnya duduk padahal masih sangat mengantuk. "Maaf."

"Untuk apa?"

"Untuk tidur disini sama kamu."

"Gak usah minta maaf kalau kamu gak benar-benar merasa bersalah."

Bima membuang tatapannya. Tidak sanggup melihat wajah kesal Mahira.

"Kamu memang begitu, Satya. Mudah meminta maaf tapi gak benar-benar menyesalinya."

"Aku...."

"Aku yakin besok-besok kamu akan tetap masuk kesini."

"Ya habisnya gimana.... Aku benar-benar gak bisa tidur."

Mahira kembali merebahkan dirinya ke kasur.

"Tapi, Ra.... Kok kamu bisa tahu? Sejak kapan?"

Mahira mendelik. "Sejak malam pertama kamu menyusup kesini."

"Eh?"

Raut cengo' Bima membuat Mahira gemas.

"Kamu waktu Arumi hamil kemana aja sih? Perempuan hamil itu sering buang air kecil. Bolak balik pipis. Yaiyalah badan kamu segede gorilla gitu aku bisa lihat. Sudah berat, pakai peluk-peluk segala."

"Tapi kok kamu diam aja. Udah lebih sebulan loh."

Mahira menarik selimut, menyembunyikan wajah tersipunya dibalik kain tebal itu. Sejujurnya dia juga tidak bisa menolak berbagai bentuk perhatian kecil Bima. Ini maunya si bayi kan? Bukan dia.

"Hoooo....." Bima terkikik. "Kamu sebenarnya suka kan aku peluk tiap malam?"

Mahira tak menjawab. Bima beringsut memeluk istrinya itu diiringi tawa.

"Jadi.... Kita beneran damai kan?"

Dua netra Mahira merekam wajah sumringah Bima. Dia ingin memiliki momen ini sepanjang hidupnya. Tapi sayangnya, dia hanya sebentuk hiburan selingan. Pengalihan dari rasa kehilangan pria itu. Dia tidak bisa memiliki hati Bima. Nanti, ketika pria ini bosan padanya dan menemukan hiburan lain, dia akan terlupakan. Jadi Mahira pikir, tidak ada salahnya menikmati kebersamaan ini sampai bayinya lahir. Sampai saat itu, biarkan dia menganggap kepalsuan ini sebagai kenyataan. Dia memejamkan matanya saat bibir Bima menyentuh bibirnya dengan lembut. Menikmati rasa pria ini didalam mulutnya. Merekam setiap momen indah untuk menghapus bayangan kali pertama pria ini menyentuhnya.

Satya Bimantara Harimurti, aku cinta kamu. Tapi sayangnya... cintamu bukan untukku. Apa boleh aku egois? Aku mau anak ini, aku juga mau kamu. Hanya saja, itu tidak mungkin.

****

"Ow ow ow!"

Raya berteriak heboh melihat Bima mencium kening Mahira didepan rumah. Wanita paruh baya itu baru saja turun dari mobil.

"Seminggu mama gak ada udah begini aja. Kalian rukun sekali." Sindirnya.

"Mama kepo deh." Bima duduk dibelakang kemudi, melambai mesra pada Mahira. "Aku berangkat ya, sayang. Ma, Bima berangkat."

BIMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang