10

279 33 8
                                    

"Bapak menanyakan kejelasan hubungan kita, Mahira. Terus terang, saya bingung harus menjawab apa."

"Jawab saja sejujurnya, apa adanya. Kita memang belum siap melangkah kemana-mana, kan?"

Terlebih aku.

Yudhis terlihat menghela napas sebelum dia menanggapi ucapan Mahira.

"Jujur, saya siap kalau harus menikah dengan kamu dalam waktu dekat. Tapi masalahnya ada di kamu, kan?"

Mahira menahan napas. Ternyata pria ini menyadari hal itu.

"Maaf, Yud. Aku..."

"Kamu masih trauma. Saya paham. Tapi kita tidak bisa terlalu lama ada di titik ini, Mahira."

Mahira refleks bergerak mundur saat tangan Yudhis terangkat ingin mengusap pipinya. Pria itu tersenyum masam.

"Kita harus mempertimbangkan ini dan mengambil keputusan. Segera."

***

"Mama!"

Mata Mahira memejam frustasi. Sepulang dari menemui Yudhis di berniat menghibur diri dengan menonton film baru di bioskop. Film animasi lucu mungkin akan menarik. Tak disangkanya niat itu justru membawanya bertemu dengan sosok yang paling dia hindari.

"Mama nonton juga?"

Mahira bersidekap, menatap Bima dengan kesal.

"Naka, ini tante Mahira, sayang...."

"Tapi papa bilang-"

"-Naka!"

"Kanaka mau nonton juga ya?"

"Iya, ma."

"Tante, Naka."

"Udah biasa sebut mama," elak bocah itu.

Mahira mengelus rambut Kanaka pelan.

"Kebetulan tante harus buru-buru pergi. Tiketnya buat Naka aja. Biar papa beli satu lagi disebelahnya. Ya?"

"Kenapa gak nonton bareng aja, ma?"

"Naka udah. Ayo kita masuk. Filmnya udah mau mulai."

"Naka mau mama....."

Anak itu mulai merengek. Beberapa pasang mata sudah melirik pada ketiganya. Mahira dengan cepat menarik Naka ke dalam dekapannya dan menepuk-nepuk punggung bocah itu.

"Kanaka...." Bisiknya. "Oke, tante nonton sama kamu, ya."

***

Naka sama sekali tidak melepaskan genggamannya dari tangan Mahira. Dia duduk diantara Mahira dan Bima. Beruntungnya kursi itu masih kosong saat mereka akan membeli tiket.

"Anaknya kasihan ditinggal pergi."

Celetukan Naka membuat Mahira menoleh sesaat. Wajah bocah itu terlihat serius. Sorot matanya tampak sedih.

"Naka suka film ini."

Bima tak bersuara. Dia memilih untuk mengusap rambut Naka dan kembali fokus pada layar.

"Naka suka karena ceritanya mirip sama Naka. Naka jadi gak ngerasa sendirian lagi. Ternyata ada juga yang seperti Naka.

Sesak menyeruak didada Mahira. Matanya terasa panas.

"Mama beneran gak bisa pulang ke rumah?"

Mendadak jalan cerita film itu jadi terlupakan. Mahira benar-benar menatap wajah Kanaka yang menoleh penuh harap padanya.

"Papa bilang mama pergi. Papa janji bakalan cari mama dan ajak mama pulang. Tapi mama gak mau pulang kan? Apa Naka dulu nakal sekali sampai mama jadi marah? Eyang bilang anak nakal gak akan ada temennya. Naka janji gak akan nakal asal mama mau pulang. Di rumah sepi. Naka juga mau punya mama kayak teman-teman Naka. Setiap Naka bilang, mereka gak percaya. Padahal foto mama besaaar sekali di rumah."

Mahira tidak mampu lagi menahan air matanya dan menarik Kanaka ke dalam dekapan. Ia tidak peduli penonton di barisan belakang akan melihat mereka. Dia menangis. Tersedu perlahan. Sesekali diciuminya kepala Naka tanpa berkata apa-apa. Matanya bersiborok dengan Bima yang tersenyum pahit.

"Maaf ya, Mahira. Sulit untuk membuat dia mengerti. Tapi aku janji, next time dia gak akan nyusahin kamu. Aku bakal jelasin semuanya sama dia."

Mahira menggeleng pelan. Tangannya naik turun mengusap punggung Kanaka. Hatinya terasa sakit.

Naka.... Maafin tante, sayang. Kamu kehilangan ibumu dan tante gak bisa berbuat apa-apa.

Aaawww maafkan akuuuhh. Kehidupan benar-benar menyita waktu. Soon aku akan comeback dengan part yang lebih panjang. Semoga ceritanya gak membosankan yaaa 😘

BIMANTARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang