Mahira tertawa saat Kanaka menggeliat dipangkuannya. Bayi itu baru selesai dimandikan dan minum susu. Dia seharusnya sudah tertidur tapi Kanaka hanya bisa tidur jika Mahira mendekapnya.
"Naka kenapa sayang? Ayo bobok dong..."
Mahira menepuk-nepuk pelan paha si bayi yang masih bergerak gelisah.
"Ooh... Naka mau sama papa? Kita panggil papa yaaa... Paaa.... Papaaaaa...." Mahira cekikikan. "Papamu gak dengar tuh."
Jelas saja. Bima sudah berangkat kerja sejak tadi. Jika Bima ada pun Mahira tidak akan berani memanggilnya seperti itu.
"Naka mau tante nyanyiin lagu gak?"
Sedetik kemudian suara merdu Mahira pun mengalun. Dia menyanyikan salah satu lagu Disney yang terkenal, Let It Go. Dipangkuannya, Kanaka mulai memejamkan mata lalu tertidur pulas. Mahira tersenyum, dicoleknya pipi bulat Naka.
"Naka.... Andai tante bisa selamanya sama kamu. Kalau nanti tante pergi, Naka baik-baik ya sama papa."
***
"Kanaka sudah tidur?"
"Iya, bu."
"Ya sudah. Kamu bantuin saya."
"Apa yang bisa saya bantu, bu?"
"Pijitin punggung saya. Pegal sekali."
Mahira mendekat dan berdiri dibelakang Raya. Tangannya memijat punggung wanita itu pelan.
"Mahira..."
"Ya, bu?"
"Saya akan berikan kamu uang dan pekerjaan. Asal kamu pergi dari hidup Bima dan Kanaka."
Gerakan tangan Mahira terhenti.
"Sebut saja berapa yang kamu butuhkan."
"Bu, saya..."
"Sebut saja, Mahira!"
"Tapi saya sudah berjanji akan merawat Naka pada almarhumah."
"Dia sudah mati, Mahira! Dia gak akan bangkit dan menghukum kamu!"
"Tapi kenapa, bu?"
Raya menepis kedua tangan Mahira dan berbalik menghadap wanita itu. "Saya tidak mau kamu membawa pengaruh buruk untuk anak dan cucu saya Mahira."
"Memangnya pengaruh buruk apa yang saya bawa sampai ibu memperlakukan saya seperti hama??"
Raya terperangah.
"Saya tahu derajat saya tidak berada dilevel yang sama dengan keluarga ibu. Tapi disini saya hanya merawat Kanaka. Tidak lebih. Saya janji, bu... Saya akan berhenti setelah Naka berusia satu tahun. Saya janji."
"Saya pegang janji kamu, Mahira."
***
Tumben.
Satu kata itu langsung terlintas dibenak Bima saat melihat ibunya duduk memperhatikan Mahira memangku Kanaka, memegang botol susu dengan sabar seraya tersenyum bahagia. Gambaran ibu mertua, menantu dan cucu yang lengkap. Bima menggeleng cepat. Wajar dia merasa ini aneh karena sejak hari dimana ibunya marah soal pekerjaan Mahira, dua wanita itu tidak pernah terlihat ada ditempat dan waktu yang sama. Lalu kenapa sekarang mereka terlihat akur?
Bima mengucapkan salam. Dua wanita itu kompak membalasnya. Raya Harimurti tersenyum lebar menyambut kepulangan putranya. Sementara Mahira hanya melirik sekilas dan kembali fokus pada Kanaka.
"Kok sudah pulang?"
"Kerjaan beres lebih cepat hari ini. Sudah kangen Naka juga sih."
Hanya ibunya yang terlihat peduli. Sedangkan Mahira tetap fokus pada bayi mungil dipangkuannya. Bima mendadak merasa kesal. Wanita itu memang tidak pernah terlihat peduli padanya.