"Nikahi Mahira dan jaga anak kita baik-baik, Bim."
"Gak, Rum... Aku gak bisa."
"Please...."
"Aku akan jaga Kanaka baik-baik, tapi menikahi dia...." Bima menunduk. "Aku gak bisa."
"Please, Bim. Cuma Mahira yang bisa aku percaya menjaga Naka. Aku mohon, Bim.... Ini permintaanku yang terakhir."
"Arumi!!"
"Please.... Please.... Aku mau kalian nikah sekarang, dihadapanku."
"Gak!"
"Bima...."
"Bim...." Ibu mertuanya mendekat. "Ikuti saja permintaan Arumi. Mama mohon."
"Maaaa...."
"Tolong mama, Bima...."
Bima mengerang marah. Dia melihat airmata bercucuran dipipi Arumi dan ibu mertuanya. Kedua wanita itu sama-sama terlihat putus asa.
"FINE! Aku lakukan, Rum! Aku lakukan demi kamu!"
***
Bima menarik tangannya dengan cepat. Tidak sampai beberapa detik dia membiarkan Mahira mencium tangannya usai ijab kabul. Lalu berdiri tergesa tanpa mempedulikan tatapan heran dari penghulu didepannya.
"Bim..."
"Gak, Rum. Jangan bicara apapun."
"Bima..."
Dengan mata merah karena menahan segala macam emosi, Bima menatap istrinya nanar. Dia mendekat ke ranjang rumah sakit, meraih kedua tangan Arumi, menangkupnya ke dalam genggaman.
"Rum.... Aku cinta sama kamu, Rum. Kamu menyakiti hati aku dengan permintaanmu. Tapi aku sudah penuhi. Aku sudah penuhi. Demi kamu, Rum. Karena aku cinta sama kamu."
"Bim...." Arumi menyentuh lembut pipi Bima. "Aku cinta sama kamu," bisiknya. "Makanya aku lakukan ini. Aku minta maaf gak bisa menemanimu sampai akhir seperti janji kita. Maaf.... Karena kamu harus membesarkan Kanaka tanpa aku. Tapi, Bim.... Mahira adalah yang terbaik yang bisa aku ikhlaskan untuk bersama kamu dan Naka. Cintai dan sayangi dia. Mahira perempuan baik. Dia akan merawat kalian seperti aku. Dia akan mencintai kalian seperti aku. Please, Bim.... Berjanjilah untuk gak melepaskan Mahira."
24 Mei 2017