Jiyong mengacak-acak rambutnya. Tidak mengerti dengan apa yang sekarang ia lakukan. Bersembunyi dibalik dinding koridor lantai empat, tadinya ia ingin menuju rooftop untuk merokok karena Teddy memberitahunya Lalisa belum datang maka ia memutuskan untuk berolahraga sedikit dengan naik tangga namun ia mendengar tawa Lalisa ketika akan menuju lantai lima.
Jiyong ingin menyapa tetapi Lalisa tidak sendiri, ia bersama Jiwon. Lalisa duduk diatas beton di depan jendela gedung yang bisa di duduki sementara Jiwon berdiri dengan tangan bertumpu di beton — Jiyong harus mengakui bahwa pose Jiwon begitu cool tanpa pria itu mencoba.
"Jisoo unnie melakukan itu?" Lalisa bertanya masih dengan suara tawanya.
"Ya, dia pikir aku akan memarahinya. Kau harus lihat wajahnya," balas Jiwon juga dengan tawanya yang membuat matanya menghilang.
"Aku bisa membayangkannya oppa. Dasar Jisoo unnie, kepercayaan dirinya semakin tinggi saja."
"Itulah yang ku suka darinya."
"Huh!" Tawa Lalisa berhenti seketika, ia meninju lengan Jiwon dengan sebal karena merusak suasana dengan pengakuannya. "Suka... suka tapi belum juga meresmikannya, oppa bagaimana sih?"
"Kami lebih nyaman seperti ini."
"Omong kosong."
"Aku serius, sangat mudah untuk mengajaknya kencan tapi setelah itu yang akan sulit. Semua stuff-stuff dalam hubungan yang membuat kami ke depannya tidak nyaman, kau tahu?"
"Paham, woah, lihat siapa yang bicara padahal dulu ada yang mengejar-ngejar seseorang."
Jiwon berdecak, "Itu cerita lama. Bagaimana kau dengan Jiyong hyung?"
"Kenapa tiba-tiba kita bahas Jiyong oppa?"
Jiyong menajamkan pendengarannya begitu namanya disebut.
Jiwon mencolek lengan Lalisa, menggoda gadis itu. "Jangan pura-pura tidak tahu, aku tahu soal ini." Jiwon menepuk kepala Lalisa, mengingatkannya.
Lalisa memegangi kepalanya sambil berusaha agar senyumannya tidak terbentuk. Namun gagal, sudut bibirnya tertarik naik membentuk senyuman lebar. Lalisa sedikit menunduk untuk menyembunyikan senyumannya.
"Eh? Lihat, kau malu-malu. Wah, Jiyong oppa sudah sukses."
Jiyong ikut tersenyum mendengarnya, menggerak-gerakkan bahunya — merasa bangga sama diri sendiri. Dia bahkan lebih bangga dengan apa yang sekarang ia dengar daripada ketika ia memenangkan daesang di acara penghargaan. Serius. Piala tak bernyawa itu tidak ada apa-apanya dibandingkan pencapaiannya yang semakin dekat dengan Lalisa.
"Oppa, apa-apaan..." Lalisa berniat memukul Jiwon.
Jiwon mundur selangkah untuk menghindarinya sayangnya apa yang dilakukan pria itu bersifat fatal untuk Lalisa yang sedang berniat memberikan pukulan keras padanya. Lalisa kehilangan keseimbangan dan hampir saja terjun jika Jiwon tidak segera menangkapnya.
Jiyong menghela napas lega melihatnya, jantungnya hampir copot melihat Lalisa yang hampir jatuh dari ketinggian — yah, ia kira-kira ada satu setengah meter. Tunggu... posisi keduanya... sedikit, wah! Tidak boleh ini. Jiyong keluar dari tempat persembunyiaannya dan segera mendekati keduanya.
"Ada apa ini?" Jiyong mengintrupsi keduanya yang seakan dibekukan oleh waktu.
Jiwon yang pertama kali sadar segera melihat asal suara tersebut dan pupil matanya membesar mendapati Jiyong. Tangannya dengan refleks melepas pegangannya pada tubuh Lalisa. Otomatis Lalisa yang belum siap berdiri terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
QUEEN (DONE)
Fanfiction[Sekuel YG PRINCESS] "i treat you like a queen, but what are we?" - jiyong