Empat belas

107 23 44
                                    


"Kaila berangkat, ya!"

Blam

Mikaila langsung berbalik ketika mendengar sahutan, "Hati-hati, Kaila!" dari dalam. Dia berniat pergi ke stasiun untuk pergi ke tempat kerjanya pagi ini.

Sekilas, matanya menangkap sesosok lain dari rumah tetangga.

"Eh?"

Sosok itu juga melihat padanya dan tersenyum.

Mikaila merasa aliran darahnya langsung mengalir cepat seiring dengan jantungnya yang memompa lebih kuat.

Siapa...?

"Selamat pagi...." Sosok yang adalah laki-laki itu bersuara membuat Mikaila langsung mengubah ekspresi terkejutnya menjadi senyum lebar yang terkesan aneh.

"Selamat pagi ... tak kusangka kita bertemu lagi...." Gadis itu berjalan mendekati sang pria dengan kaku.

Kini dia sudah berada di luar pagar.

"Tentu saja. Kita, kan, bertetangga."

Laki-laki itu terkekeh sedang Mikaila kembali pada ekspresi pertamanya.

"Kita bertetangga? Sejak kapan?" Kekehan pria itu berubah menjadi tawa kecil mendapati raut terkejut yang lucu dari gadis di depannya ini.

"Sekitar seminggu, itu rumah Pamanku. Aku sering melihatmu, tapi kau tidak. Kupikir kau tak lagi mengingatku. Eh, ternyata masih ingat...."

Mikaila tak pernah merasa sebodoh ini selama hidupnya. "Ah, ma-maaf ... akhir-akhir ini ... aku sering ... tidak fokus...." Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Malunya....

"Begitu, ya? Ah, iya, kita belum berkenalan, kan?? Aku Jayden. Jayden Hill."

Mikaila menatap tangan besar yang terjulur di depannya. Dengan malu-malu, disambutnya tangan itu dan kembali merasa sengatan listrik yang menyenangkan.

"Mikaila, Mikaila Hensen," balasnya seraya mengulas senyum terbaik yang ia miliki.

"Senang berkenalan denganmu, Mikaila."

Mikaila memalingkan muka malu sambil menggigit bibir bawahnya. Kepalanya mengangguk pelan. Dia tak sadar Jayden gemas dengan tingkahnya yang sekarang.

"Oh ya, mungkin memang mendadak. Tapi aku selalu memikirkanmu sejak malam itu. Maukah kau berkencan denganku?"

"Apa?"

Mikaila menoleh terkejut pada Jayden. Matanya melebar dengan mulut terbuka.

Dia tidak salah dengar, kan?

"Maaf, kau bisa menolakku. Tidak masalah." Jayden masih tersenyum padanya. Aah, senyum itu! Itu senyum yang sama dengan yang di stasiun.

Mikaila langsung menggenggam kedua lengan Jayden. "Aku mau!" pekiknya nyaris terlalu keras.

Jayden akhirnya tertawa. "Kau ini lucu sekali! Aduh ..., karena itulah aku menyukaimu." Mikaila langsung manyun, walau dalam hati tersipu.

"Jadi..., sekarang kita resmi??" Dapat Mikaila lihat Jayden sekarang sedang manaik-turunkan alisnya.

"Iya...." Dan itu membuatnya makin tersipu entah kenapa.

"Sebenarnya akhir-akhir ini aku juga sama sepertimu. Sering tidak fokus dan itu karena memikirkanmu. Apalagi kamu yang bahkan tak mau menoleh padaku. Aku sempat berpikir kau membenciku." Jayden menggaruk tengkuknya, ia mendadak curhat.

"Benarkah? Aku juga jadi kurang fokus karena memikir... kanmu." Suara Mikaila makin kecil seiring dengan wajahnya yang kembali memanas.

Jayden kembali tak bisa menahan tawa.

"Kau imut sekali! Syukurlah, mungkin kita memang jodoh." Dengan santai tangannya langsung menggapai pinggang Mikaila dan mendekatkan tubuh mereka.

"Omong-omong, sekarang jam berapa, Jay?"

Pertanyaan tiba-tiba Mikaila membuat keduanya langsung menatap jam tangan masing-masing.

"YA AMPUN! KITA BISA TERLAMBAT!"

Dan berakhir dengan mereka berdua yang berlari ke stasiun berdua ... dengan tangan yang bertaut.

.

.

.

.

Tamat

(?)

😱😱😱

Nggak ding, satu part lagi.

Cieee yang pacaran 😆

Makasih banyak buat yang udah baca sampai ke sini. Kalian sugoi!!! 😆😆
*peluk satu-satu

Sampai ketemu di part terakhir 😁
Psst ... jangan lupa voment 😉

Focus! [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang