Part 9

102 19 0
                                    

Kelas
.
.

Tae hee sedang membereskan beberapa lukisan hasil karya mahasiswa nya saat woohyun datang.

Sejak woohyun akrab dan bisa membaur dengan baik, tae hee tidak pernah melarang woohyun hadir di setiap workshop yang diadakan di kelasnya.

Melihat bakat dan minat woohyun begitu tinggi akan melukis membuat taehee teringat akan dirinya sendiri.

Dahulu orang tua nya menantang keras keinginan tae hee untuk kuliah di fakultas seni, karna menurut mereka tidak jelas penghasilan yang akan didapat.

Jadi Tae hee nekat keluar dari rumah dan berusaha sekuat tenaga membuktikan pada kedua orang tua nya jika menjadi pelukis pun bisa dijadikan sandaran hidup.

Butuh waktu lama tae hee untuk meraih cita-cita Yang kini sudah digenggamnya. Begitu banyak kerja keras, luka dari pengorbanan yang harus ia lalui.

Kini semangat itu dilihat taehee kembali pada diri woohyun. Meski sering kali ia melihat woohyun terlihat resah karna tuntutan ayah woohyun yang begitu keras memintanya tetap kuliah managemen agar bisa melanjutkan perusahaan yang dipimpin ayah woohyun.

Beberapa kali woohyun meminta pendapat pada taehee untuk berbuat hal yang sama seperti yang pernah dilakukan taehee dulu.

Tapi taehee melarang karna tidak ingin melihat woohyun menjadi anak durhaka seperti dirinya.
Ditambah lagi woohyun itu anak tunggal yang tentu saja sangat disayang oleh kedua orang tuanya.

Karna itu lah taehee membiarkan woohyun datang dan pergi sesuka hatinya jika ia ingin melukis. Biasanya jika sedang resah atau sedang ada masalah woohyun bisa sehari penuh hanya berteman dengan kanvas dan cat minyak.

Woohyun tidak akan memperdulikan siapapun yang ada disekelilingnya hingga woohyun berhasil menumpahkan apa yang di rasa kan nya melalui gambar seorang wanita yang penuh dengan kesedihan. Woohyun suka sekali melukis wanita dalam bentuk apapun.

.
.
.

"Sudah beberapa hari ini kau tidak datang" tegur taehee melihat woohyun mulai menggambar diatas kertas sketsa.

"Banyak tugas yang membuat kepalaku akan meledak rasanya". Keluh woohyun sambil terus menggambar.

" tumben kau peduli dengan kuliahmu" sindir taehee bercanda.

Woohyun hanya tersenyum tipis.
Ia kembali ingat pertengkaran terakhirnya dengan ayahnya.

Untuk mewujudkan impian ibu, kini woohyun harus sedikit serius dengan kuliahnya.

Setidaknya hingga detik ini ayahnya tidak benar-benar marah pada nya karna beliau tidak mengusiknya saat keluar rumah.
Tidak meminta mobil yang biasa digunakan, juga masih tetap mengirim uang saku untuknya.

"Memang harus ada yang dikorbankan untuk menjemput sebuah impian dan kau sedang belajar untuk itu." ucap taehee sambil menepuk bahu woohyun.

.

"Selamat siang seosangnim! Bisakah aku melukis disini untuk 2 jam kedepan?" sapa sebuah suara memotong ucapan mereka berdua.

"Bomi??" batin woohyun.

"Tentu saja! Ini adalah kelasmu jadi gunakan lah sesuka hatimu" terang taehee sambil mempersilahkan bomi memilih kursi mana yang disukainya.

Bomi memilih kursi yang berada di deretan belakang. Bomi mengeluarkan peralatan melukisnya dari dalam tas. Pensil lukis, kuas, cat minyak, palet, dan kanvans. Ia memasang kanvas pada easel agar membuatnya lebih mudah membuat sketsa.

Paint My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang