Cat X Aldi X Benar-Benar Terpisah

6.2K 455 35
                                    

Ps: Aku update cerita tiap Sabtu/Minggu, jd kalau hari selain itu ada update-an, biasanya aku hanya semacam 'delete-lalu post' lagi, krn ada beberapa pembaca yg sering gak dapet notif. Jd aku up terus biar muncul :3 hehew.-.

*

Halo, ini part selanjutnya ya, aku update langsung 2 part nih hari ini:p udah baca yg sebelumnya, kan?

Ini agak sedih sih part ini:")

Vote dan komen yg banyak ya, happy reading!

*

Duduk di gazebo tepi kolam renang, menikmati segarnya orange juice bersama sang kakak, adalah aktivitas yang menjadi favorit Cat sepanjang dua puluh tahun hidupnya. Dan kini, aktivitas itu terulang lagi. Seharusnya Cat bahagia, tapi kali ini berbeda rasanya.

“Kamu pasti sedih, ya?” tanya Aira, mengusap pundak adiknya yang ia rindukan itu.

“Banget. Aku harus gimana, kak?”

Aira menghela nafas panjang. “Kamu benar kok. Aku juga setuju kalau kamu sama Aldi, lagian Aldi masa depannya cerah gitu. Cuma sekarang Mama belum sadar aja..”

Dan sepertinya susah sadar, sebelum Dena melihat sendiri Aldi yang bergelimangan harta beberapa tahun lagi. Materialistisnya sangat kental, karena sejak dulu memang Dena tak pernah hidup susah. Meski terkadang, sifat materialistisnya menghancurkan tata cara keibuan yang seharusya ia jalankan.

"Sampai Mama sembuh, kamu di sini dulu. Pokoknya nurut apa kata Mama, minimal di perkataan aja, biar Mama sedikit lega. Setelah Mama sembuh, kamu  bisa pulang lagi ke rumah kamu sama Aldi.”

Rumah-kamu-sama-Aldi. Cat hampir tersenyum mendengar kata itu. Astaga, rupanya ia sudah bukan lagi anak-anak. Rupanya kini ia memiliki rumah tangga yang harus ia jaga bersama dengan Aldi. Meski Cat baru menyadari dan bersyukur akan itu sekaraang, tapi itu belum terlalu terlambat, kan?

"Mama kan memang gitu. Kamu tau kan, gimana kisah kakak dulu?”

Cat mengangguk. Meski Aira kini bahagia, dulunya ia sama sekali tak bahagia, ia justru tertindas, selalu dimaki-maki. Dan kini, begitu Aira berpacaran dengan orang yang bergelimangan harta, Dena langsung memuji Aira tanpa henti.

“Kakak masih berhubungan sama… Adit?”

Aira menggeleng. “Nggak. Terakhir sih aku denger kalau Adit udah kerja di bank. Tapi percuma, kan, toh di pikiran Mama, Adit adalah orang miskin yang selalu miskin?”

“Kakak udah ikhlas? Adit baik banget. Mantan kakak yang paling aku suka.”

Kini, sang kakak hanya tersenyum tipis. “Ikhlas. Adit pantas dapat yang lebih baik.”

“Kakak bahagia?”

“Sama Reno? Ya sekarang kakak mencoba ikhlas dan mencintai Reno. Awalnya sulit, tapi karena Reno baik, ya kakak udah sayang. Meskipun dia kaya, tapi dia pekerja keras, makanya kakak suka, karena dia gak selalu mengandalkan orang tuanya.”

Syukurlah. Jalannya memang seperti itu. Semua orang pasti mendapat kebahagiaannya masing-masing, kan?

“Kakak percaya, kamu pasti punya akhir yang indah sama Aldi, sama Mama, sama semuanya. Kakak percaya, kamu bisa melaluinya. Mungkin sekarang belum happy ending, tapi nanti ada masanya, dan itu pasti terjadi.

Cat meleburkan dirinya ke pelukan sang kakak. Beruntung, di keluarga ini, ia menemui gadis sebaik Aira sebagai kakaknya, dan sebijaksana Ari sebagai ayahnya.

“Ke kamar Mama, yuk?”

“Yuk.”
*
*

Rumah ini memberi nuansa berbeda tiap detiknya. Dulu, ia bahagia. Sekarang, sebagian luka menganga di sini. Dulu, ia dan Aira sering berlari ke kamar Mama demi bercengkrama bersama Dena dengan penuh sukacita. Tapi seiring berkembangnya kedua puterinya, seiring Dena memikirkan masa depan puterinya, Dena menjadi sosok ibu yang materialistis. Meski begitu, kasih sayang Dena pada kedua puterinya, tak pernah berkurang sedikitpun.

Between Marriage and PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang