Berusaha Menghargai (1)

10K 644 44
                                    

"Stop di sini aja, Yan."

"Lah? Bukannya rumah kamu masih lurus lagi? Ini masih jauh banget dari rumah kamu, loh?" Adrian menatap Cat, dan mengerutkan keningnya.

Cat meringis. Tak mungkin ia jujur pada Adrian tentang semuanya, kan?

"Cat?"

"Eh? Iyaa. Jadi aku lagi gak tidur di rumah. Aku tidur rumah saudara soalnya saudara aku lagi ditinggal ke luar kota sama keluarganya. Jadi aku suruh nemenin selama beberapa bulan, gitu."

Gadis itu menggigit bibirnya, berharap agar Adrian percaya dan tak menaruh curiga padanya.

"Saudara? Emang kamu punya saudara di sini?"

Deg.

Sial. 

Adrian kan sudah bertahun pacaran dengan Cat. Jadi, Adrian sudah tau seluk beluk saudara gadisnya ini. 

"Yaa bukan saudara sih sebenernya.. Tapi.. Dia tuh anak mantan pembantu aku. Dan akrab banget sama aku," jawab Cat, tetap stay cool.

"Pembantu? Bukannya pembantu kamu cuma Bi Ani, ya?"

Mampus.

Kenapa sih Adrian sebegitu kepo-nya?

"Sebelum Bi Ani, Yan.. Sebelum kita pacaran. Jadi kamu gak kenal sama tu orang."

Adrian tersenyum. "Oh.. Hmm makanya aku heran. Setau aku yang di rumah kamu tuh cuma Bi Ani, sama Aldi supir kamu."

Justru Aldi sekarang suami gue, Yan. 

"Ehee. Iya, ya? Kukira aku udah cerita kalau aku punya pembantu kesayangan?" Cat berusaha tetap tenang dan menyembunyikan segalanya dengan rapi.

"Belum, tau. Huu payah!" Adrian mencubit pipi kanan Cat dengan gemas--kebiasaan yang paling sering Adrian lakukan. 

Gadis itu tertawa, menikmatinya. Tapi tak bisa dipungkiri, tetap ada perasaan bersalah di hatinya. Baik terhadap Adrian, maupun lelaki yang menunggunya di rumah, yaitu Aldi. 

"Berarti kemana nih?"

Dengan sabar, Cat mengarahkan jalan demi jalan. Namun bisa dipastikan, Cat tak akan mengarahkannya sampai di depan rumah. Karena bisa gawat, jika sewaktu-waktu Adrian mengunjunginya, kan?

"HAHAHAHA masa sih? Gak nyangka tau, bisa gitu!"

"Iya, aku juga! Terus, ya, kalau di Jepang tuh semua orang rapi banget. Pernah aku berangkat kuliah dengan style kayak aku di kampus. Ya menurut aku rapi sih di sini. Tapi di sana... Beeeh, aku berasa paling begajulan, tau!"

"Haduhhh. Ngakakk! Yan, Yan.. Kapan sih kamu waras? HAHAHAHA."

Adrian terdiam sejenak. Sembari menunggu lampu merah, ia menatap wajah Cat dan menggenggam erat tangan Cat. 

"Aku? Aku bakal terus gak waras, Cat, asal aku bisa bikin kamu bahagia."

Deg. 

Rasa bersalah ini datang lagi. 

Please, Cat. Lo santai aja. Lo santai.... Karena ujungnya lo bakal sama Adrian, kan? Ujungnya lo bakal cerai sama Aldi. Jadi, gak usah pakai ngerasa bersalah gitu!

Tapi sisi lain diri Cat...

Bego, lu! Suami lu nunggu di rumah! Lu dah sia-siain orang sebaik Aldi. Lihat aja kalo lu nerusin perbuatan lu yang kayak gitu--lu bakal nyesel. Bukan sekarang, tapi nanti, Cat.

"Cat?" panggil Adrian.

"Eh... I-iya?"

Adrian mengusap pipi Cat lembut, membuat gadis itu bergetar hebat. "Jangan tinggalin aku, ya? Please?"

Between Marriage and PregnancyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang