Dua belas desember,
Malam ini genap lima puluh tahun usiamu. Kau, wanita paruh baya yang selama ini selalu kupanggil dengan sebutan Mama.
Kau;
Wanita yang begitu tangguh, sabar, ikhlas, dan begitu menyayangi keluarga.Kau;
Malaikat tak bersayap, yang menjelma sebagai sosok Ibu untukku.Tanpa terasa waktu sudah berlalu dengan cepat, ya? Semakin hari kau semakin bertambah tua. Tapi aku selalu mengagumi semangatmu yang begitu membara. Tak pernah sedikit pun kulihat kau mengeluh letih. Kau selalu tegar menjalani hari-harimu, bahkan kau rela sembunyikan luka dan dukamu sendirian.
Mama, apakah kau tahu? Bahwa aku ingin membagi dukamu. Aku ingin berada di sampingmu, menjagamu, melindungimu, membahagiakanmu. Meski aku tahu aku tak akan mampu menjadi yang terbaik bagimu, setidaknya aku ingin selalu membuatmu tersenyum, meringankan sedikit beban dalam hati dan juga pikirmu.
Mama, mungkin selama ini aku sudah berpikir yang salah. Dahulu, semenjak usiaku masih delapan tahun, ketika kau selalu memuji dan membanding-bandingkan kemampuan kakak denganku, aku sudah salah mengira. Kupikir kau tak pernah menyayangiku. Kupikir aku memang tak pernah kau inginkan. Kupikir sikap abaimu saat itu, adalah bentuk rasa ketidaksukaanmu yang kau tunjukkan secara nyata terhadapku.
Mama, aku tahu kau menyimpan harapan padaku dalam setiap doamu. Sedari dulu aku memang tidak pernah bisa menjadi seperti kakak. Meski aku sudah berusaha keras mengikuti jejak kakak, tapi lagi-lagi aku tidak bisa menjadi dirinya. Aku tidak bisa membohongi diriku sendiri. Aku tidak akan pernah bisa menjadi sosok lain. Dan, mungkin kau pun kecewa karenaku.
Mama, sebenarnya ada banyak cerita yang ingin aku sampaikan padamu. Rasa suka dan duka. Mulai dari pertanyaan di masa kecilku, hingga kebingunganku saat ini. Tetapi, aku tidak pernah memiliki kesempatan untuk mengatakannya.
Mungkin akulah yang bodoh. Bagaimana mungkin ada seorang Ibu yang tidak menyayangi anaknya? Sekalipun anak kecil itu adalah anak tiri, aku yakin. Tidak ada seorang Ibu yang akan mengabaikannya. Pikiranku benar-benar buruk kan, Ma?
Mama, kau sungguh tahu betapa seringnya aku membuatmu kecewa? Betapa seringnya aku menjadi beban pikiranmu. Membuatmu bersedih. Karena rasa sakitku, karena kehidupanku yang berbeda dari orang lain. Aku tahu ini semua tidak mudah bagimu, tapi sampai detik ini, kau selalu saja berusaha menunjukkan bahwa kau baik-baik saja. Dan, itu membuatku sedih dan merasa begitu malu kepadamu.
Mama, hari ini aku ingin meminta maaf padamu. Melihat wajahmu yang begitu teduh disaat terlelap, ingin rasanya aku menciummu dan menangis dipangkuanmu.
Maafkan atas segala perlakuanku yang sering membuatmu marah, kesal dan kecewa. Maafkan aku yang tidak bisa membuatmu bangga. Maaf aku tidak pernah bisa menjadi sosok kakak yang begitu mama sayangi. Maaf karena aku selalu egois dan memerankan kehidupanku sesuai yang kumau. Maaf jika aku tidak pernah mematuhi keinginanmu. Maafkan aku yang memiliki segala keterbatasan ini. Maafkan aku yang telahir berbeda dengan orang-orang di luar sana.
Mama, andaikan aku bisa, ingin aku mengungkapkan perasaanku kepadamu. Di hari istimewamu, aku hanya ingin melihatmu tersenyum bahagia. Aku ingin mengubah senyum kesedihanmu menjadi senyuman tulus yang akan memancarkan kecantikanmu. Aku ingin bisa membuatmu bahagia, selalu.
Mama, mungkin tak banyak kata indah yang bisa kurangkai untuk mendeskripsikan dirimu. Malam ini ketika kulihat kau pulas tertidur, ingin sekali kubisikan kalimat ini padamu;
Barakallah fii umrik. Semoga Allah selalu memberikan segala nikmat sehat serta kebahagiaan pada mama.
Aku sayang mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Desember [Complete]
PoetryMake it December to remember! (Tulisan random di bulan Desember)