Niall's POV
Hari ini adalah hari Sabtu, dan untungnya tidak ada jadwal kuliah untuk hari ini. Seperti biasa, aku ingin mengunjungi rumah Tay, Eh? lebih tepat sih kamar Taylor. Memang tempat itu sudah seperti basecamp untuk kami.
Aku sudah berada di depan rumah Tay. Kulihat ada Bibi Courtney yang sedang mengelapi kaca-kaca jendela ruang tamu. Sedangkan, jendela kamar Tay ditutup rapat-rapat. Bahkan gordennya juga ditutup. Jangan-jangan Tay masih sedih karena peristiwa kemarin di pesta Harry? atau dia sakit? Duh- pesan singkat yang kukirim juga tidak ada yang dibalas satupun.
"Bibi Courtney, apa Taylor ada di rumah?"tanyaku mendekati Bibi Courtney yang sibuk.
"Eh, Niall.. Taylornya sedang pergi ke lapangan bulu tangkis.."aku terkejut dengan jawaban Bibi Courtney. Setahuku Tay tidak suka tuh bermain bulu tangkis, olahraga favoritnya kan hanya basket.
"Dia latihan bulu tangkis?"tanyaku sangat ingin tahu.
"Kurasa tidak. Tadi Taylor membawa ransel besar dan penuh, dan dia tidak membawa raket atau kok bulu tangkis.."jawab Bibi Courtney membuatku semakin heran saja.
"Ah oke, terimakasih Bibi.. aku akan menjemput Taylor.. di Lapangan bulu tangkis Gladiocel kan?"aku hanya tahu lapangan bulu tangkis yang ini, karena ini bukan lapangan bulu tangkis exclusive dan aku juga pernah bermain disana.
Bibi Courtney mengangguk. Aku segera berpamitan, lalu menuju Lapangan bulu tangkis Gladiocel. Aku sangat penasaran dengan apa yang dilakukan seorang Taylor Alison Swift dengan ransel besarnya di Lapangan itu.
***
"Taylor?"aku mengucek mataku dari jauh. Kulihat Tay sedang membuka lapak di jalanan menuju lapangan bulu tangkis. Kudekati saja lapak itu, aku takut salah orang jika memanggilnya dari jauh.
"Dipilih-dipilih..." dapat kudengar suara khas Taylor yang sudah melekat di otakku.
"Ini harganya berapa?"tanya seorang ibu-ibu bergaya perlente sambil mengambil sebuah lampu kamar yang sepertinya ada dalam memori otakku.
"20 dollar saja, ma'am"jawab Taylor. Hey! dia menjual barang-barang miliknya! Ya, itu mengapa aku tahu tentang lampu kamar yang dibeli ibu-ibu tadi.
Tay mengelap keringat di wajahnya dengan handuk kecil, lalu mengipas-ngipas dirinya dengan ratusan uang dollar layaknya juragan minyak. Hey! dia menjual apa saja? mengapa ia bisa mendapat uang sebanyak itu? Aku langsung mendekatinya, lalu duduk disampingnya, mumpung lapaknya sedang sepi setelah beberapa lama ramai.
"Tay?"aku membuka topi yang ia kenakan, aku hanya ingin memastikan. Tidak peduli aku akan dihajar jika salah orang.
"Niall?" sapa Tay, rambutnya berantakan karena topi yang ia kenakan aku buka.
"Kau berjualan? Hei, kau juga menjual boneka smurf ini? ini kan dari pacarmu saat SMP! Kau pasti akan sangat rindu padanya jika menjual ini!!"tanyaku kaget melihat ia tega menjual boneka pemberian mantannya.
"Heh! dia bukan pacarku, dia mantanku. Lagipula untuk apa lelaki menyebalkan sepertinya aku rindukan. Kan lumayan jika aku menjual ini, aku hargai boneka ini 16 dollar. Kau mau membelinya?"
"Huh, beli untuk siapa? Bella? dia pasti akan menolak boneka ini mentah-mentah. Aku yakin sekali..."tukasku.
"Boneka ini tidak sejelek itu aku rasa.. pasti sebentar lagi akan ada yang membelinya.."ungkap Taylor penuh percaya diri.
Beberapa menit kemudian, sekumpulan ibu-ibu datang untuk membeli barang-barang bekas milik Tay. Ada yang membeli botol minum, gelas, piring, laci mini, toples kue, dan lainnya. Kulihat pancaran wajah Tay tetap bahagia, walau mentari siang cukup menyengat kulitnya yang putih bersih itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Frozen Yogurt (Taylor Swift and Niall Horan)
Fanfiction[CHECK THE TRAILER] Taylor Swift, 19 tahun, seorang mahasiswi yatim piatu yang selalu bermimpi menjadi pengusaha sukses di usaha muda, walaupun peluang Swift sangatlah kecil. Why? banyak alasan untuk pernyataan tadi. Pertama, Swift adalah anak yatim...