"Maryam, pamit ya bu", sebenarnya aku takut, ini adalah kali pertama aku naik kendaraan dengan pria yang notabene adalah calon suamiku.
"Ibu titip salam ya untuk abi dan umi disana" pesan ibu.
Bilal mengangguk, tersenyum "insyaallah bu".
"Hati-hati ya! Titip maryam, lal" kak salman menepuk pundak bilal, ia tersenyum Lagi.
"Mari bu, kang! Assalamua'laikum". Bilal menyalakan sepeda motornya, aku semakin berdegup. Apa dunia bisa berhenti untuk saat ini? Agar motor ini tak berjalan saja..
"Wa'alaikumussalam". Kulihat ibu dan kak salman menjauh, semakin jauh dan menghilang.
Kami diam sepanjang perjalanan, aku terus berdzikir dalam hati.
15.35
Akhirnya kami sampai disebuah rumah sederhana didaerah bandung. Disana, aku dan bilal disambut baik oleh orangtua bilal.
"Mashaallah, bilal! Kamu teh apa kabar?" Peluk hangat umi menyambut bilal, aku jadi terharu melihatnya.
"Umi kangen sama kamu bilal!"
"Bilal juga, umi", bilal mencium tangan umi dan abi, aku mengikutinya.
"Eh, ari ini teh siapa lal? Meuni geulis pisan" cetus umi sembari melirikku, aku tersipu malu. Bilal hanya tersenyum.
"Yasudah atuh, ayo masuk neng! Pasti cape pisan yah". Perintah abi.
Rumahnya sederhana tapi sangat rapi, udaranya sejuk seperti diponpes kiai usman. Aku jatuh cinta pada pemandangan asri ini, Maha Besar Allah.
Umi datang membawa dua gelas air dan makanan seadanya,
"Sok atuh neng dileueut, disini mah tidak ada apa-apa", celoteh umi dengan girang. Aku dapat merasakan kebahagiaan dari raut wajah abi dan umi, mereka sangat merindukan bilal. Dan aku baru tau bahwa bilal adalah anak tunggal."Namanya siapa lal?" Bisik umi.
"Siti maryam", Umi dan abi mengangguk, tersenyum menatapku.
"Namanya cantik seperti orangnya, bisaan si bilal cari calon istri teh ya bi?" Cetus umi.
Abi mengangguk setuju, "Tinggal dimana neng?"
"Jakarta". Jawabku,
"Sudah lama mondok di kiai usman?" Tanya umi, aku menatap bilal.
"Kiai usman teh saudara seuyut-nya abi, jadi umi dan abi memasukan bilal kesana. Lagipula si bilal teh dari dulu ingin sekali menjadi ustadz, yaa kita mah dukung saja ya mi? Dan alhamdulillah sekarang sudah menjadi salah satu pengurus disana". Cerita abi panjang lebar membuat wajah bilal bersemu merah, aku hanya tersenyum.
"Sudah lama mondok disana neng?" Kali ini abi yang bertanya.
"Maryam tidak mondok bi, dia kuliah". Sahut bilal,
umi mengerutkan keningnya, "kuliah? Maksud kamu teh bagaimana lal?"
"Iya, dia adik iparnya kang salman, senior bilal dipondok. Dan sebentar lagi maryam jadi sarjana, calon guru". Abi manggut-manggut,
"Jadi dia teh bukan santriyah, begitu?" Tanya umi lagi, bilal mengangguk. Aku sedikit tidak nyaman mendengar nada bicara umi,
"Aeh aeh ari kamu bilal, umi kan sudah bilang, kamu teh harus cari calon istri yang seperjuangan, bukan anak kuliahan. Bagaimana kalau nanti kamu jadi guru ngaji, dia jadi guru sekolah? Pan tidak pantes! Umi memasukan kamu ke pondok teh biar kamu dapat jodoh disana, santriyah juga. Emangna kamu teh teu malu, bilal? Kumaha engke ceuk tatangga?! Aduh, umi mah lieur! Teu setuju pokona mah". Umi berlalu meninggalkan kami, aku sangat malu mendengarnya. Aku merasa dijatuhkan kejurang yang sangat dalam, sakit sekali rasanya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Memburu Cinta Santri
Ficção AdolescenteAssalamua'laikum warahmatullah.. ♡ Santri..santri..santri.. Apa yang terlintas jika ada yang bertanya tentang "santri"? Syakir daulay? Alwi assegaf? Alvin faiz? Yups! Lelaki idaman dengan segala macam keistimewaannya. soleh, pintar mengaji, bisa m...