He Was Gone

1.4K 58 2
                                    

ATA POV
Pagi ini aku sudah siap untuk menjelaskan semuanya pada Kak Fariz. Aku tidak mau masalah ini terus berlarut-larut.
Nanda tiba dirumahku pukul 8 pagi, kami berangkat ke rumah Kak Fariz menggunakan motorku namun Nanda yang memegang kendali.

Sebetulnya ada rasa was-was mengingat ayah Kak Fariz tidak menyukaiku nampak jelas saat pertama kami bertemu pada saat hari wisuda Kak Fariz. Tapi aku berusaha menepis rasa khawatir itu, aku tidak ingin masalah ini terus berlarut-larut dan aku tidak ingin suatu saat aku menyesal jika terus diam tanpa memberitahu Kak Fariz apa yang sebenarnya terjadi.

Sekitar 40 menit aku dan Nanda sampai di depan rumah Kak Fariz. Rumah yang bercat putih itu nampak sangat besar dan megah, seperti kerajaan saja pikirku.
Tiba-tiba seorang satpam menegurku membuat aku kembali dari lamunanku. "Neng cantik ada perlu apa? " Pak satpam dengan kumis baplang bertanya dengan ramah.

"Eh.. Maaf pak, apa Kak Fariznya ada?", tanyaku dengan penuh semangat.

Nanda hanya diam dan tersenyum melihat percakapanku dengan pak satpam tanpa membantuku bicara, dia hanya diam percis seperti abang gojek yang hanya bertugas mengantarku.

"Den Fariz ya Neng?, Emm.. Neng siapanya Den Fariz? ", Bukannya menjawab Pak Satpam malah nalik bertanya.

Kenapa sih Kak Fariz hatus nyewa satpam kepo kaya gini, gerutuku dalam hati. Ternyata kepo bukan cuma buat anak muda tapi bapak-bapak juga ternyata lebih parah dari anak muda.

"Pacarnya Pak", akhirnya Nanda mengeluarkan suaranya.

Eh tapi tunggu tadi apa dia bilang pacar? Aku melototi Nanda yang bicaranya suka asal ceplos itu.

"Maaf ya neng, Den Fariznya gak ada. Sudah ke Hongkong tadi malam untuk melanjutkan S2nya"

Aku diam terpaku, tubuhku rasanya hilang tenaga. Aku jatuh dengan sejuta penyesalan. Kesempatan terakhirku untuk bersama Kak Fariz sudah hilang.

Aku menahan tangisku sebisa mungkin, aku tak ingin orang lain melihat kerapuhanku.
"Aku baik-baik saja Nan," ucapku pada Nanda yang sedari tadi menyangga badanku yang lemah ini. Mungkin juga karena tubuhku yang masih belum fit sehingga badanku terasa begitu lemas.

"Pak kami pamit dulu, Assalamualaikum, " ucap Nanda pada pak satpam.

"Iya Neng hati-hati, waalaikum salam", jawab pak satpam prihatin.

Aku meminta Nanda mengantarku ke taman. Dia hanya mengiyakan mauku.

Setibanya di taman, Nanda mengikuti langkahku kemudian duduk di sebuah kursi bercat putih di tengah taman.
"Harapan terakhirku Nan, He was gone," ucapku sendu.

Nanda memelukku. Aku bisa merasakan air matanya menetes di kerudungku. Dia menenangkanku dengan terus berkata, "semua akan membaik, jangan khawatir tentang apapun. Aku akan selalu ada untukmu".
Rasanya aku sudah lelah menangis,sudah terlalu sering hatiku terluka, aku hanya mengangguk dan memeluknya semakin erat.

Aku bahagia memiliki sahabat seperti Nanda, dia selalu memahamiku tanpa aku minta. Dia selalu hadir dalam suka dan dukaku.

***

Sesampainya di rumah, aku memeluk ibuku erat. Mencium tangannya dan meminta maaf, karena selalu membuatnya khawatir akhir-akhir ini. "Jadilah Ata yang dulu nak, selalu ceria. Jika dia jodohmu maka dia akan kembali untukmu", ucap mamah mengelus puncak kepalaku. Mamah tahu apa yang terjadi padaku karena apapun yang aku lakukan aku selalu memberitahunya seperti saat aku akan menjenguk Kak Fariz.

Keluarga, sahabat selalu ingin membuatku tersenyum kembali, untuk apa aku terus-terusan meratapi kisah cinta yang ironis ini.
Aku akan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

***
Fariz POV
Hari ini aku akan meninggalkan tanah kelahiranku, mungkin untuk waktu yang lama. Aku harap disana aku dapat membuka lembaran baru dan melupakan Ata. Ya,  perempuan yang sangat aku cintai. Tapi aku harus merelakannya dengan yang lain, aku harap dia bahagia. Mungkin penantianku selama ini harus berujung pahit.

Aku menghela napas dalam, malam ini aku diantar oleh Ayah, rekan bisnisnya dan tentu saja Rein. Perempuan yang dijodohkan denganku. Dia nampak anggun dengan pakaian berwarna pink. Tapi tidak cukup menarik perhatianku.
Aku tahu dia gadis yang baik bahkan dia terlihat lebih shaleha dibandimg Ata, ya Rein lulusan Kairo. Tentu saja ilmu agamanya sudah dalam. Hanya saja, hati ini masih enggan berpaling dari Almira Reynata Puteri sang pencuri hati.

Aku berpamitan pada mereka setelah tiba waktu keberangkatanku ke Hongkong. Aku memilih tidur ketika pesawat telah lepas landas untuk membuat pikiranku lebih rilex. Aku mencoba memejamkan mataku, namun kenapa wajah Ata membayangi pikiranku. Senyumnya, caranya berbicara membuat aku merindukannya. "Aku pergi karena aku sangat mencintaimu Ata", ucapku seiring dengan menetesnya sebutir air mata dari pipiku.

***
I love you readers 💙

Calon Imam IdamankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang