Sarjana di Hati

1.7K 64 0
                                    

Pagi ini aku bangun lebih dulu dari pada ayam jantan milik tetanggaku. Aku tahu karena dia belum mengeluarkan kokokannya. Ada sesuatu yang membakar semangatku untuk dandan lebih cantik pagi ini,  benar sekali hanya untuk seorang Fariz Naufal Akbar. Apalagi aku akan mengenakan gaun pemberiannya. Andai saja gaun ini adalah gaun pernikahanku bersamanya. Haha stop Ata come on! Jangan banyak berkhayal nanti kalau jatuh sakit lho. Iya tahu kok ini aja jatuh cinta rasanya sakit banget.

"Hari ini hari yang special untuknya aku tidak boleh mempermalukannya." Gumamku menatap diri di depan cermin rias.

Aku mulai merias wajahku. Mulai dari pelembab, bedak, lipstik berwarna soft pink, eye shadow soft pink, mascara dan menambah warna hitam pada alisku agar lebih terlihat tebal tanpa mencukurnya agar terlihat rapi, karena itu tidak di perbolehkan dalam Agamaku.

"Cantik" ucapku berlenggok di depan kaca setelah memakai gaun berwarna silver lengkap dengan hijab organza senada warna bajuku.

Aku berangkat dengan diantar bapakku. "Seneng banget kayanya kamu hari ini sayang, temen kamu itu special banget ya buat kamu sampai kamu dandan secantik ini? " Bapak menatapku sesekali sambil menyetir.

"Haha apa sih bapak dia cuma temen aku di BEM kok" . Apa CUMA Ta? Hati aku sih bilangnya pengen lebih dari itu tapi ya gimana lagi dia kan emang bukan siapa siapa aku.

Bapak hanya mengangguk tanda mengerti.

Aku sampai di gedung tempat dimana Kak Fariz akan mendapatkan gelar sarjana di hatiku. Eh maksudnya Sarjana Kesehatan Masyarakat. Aku memukul mulutku yang kadang suka usil ini. Gimana kalau ada yang denger coba.

"Ata! " Suara bariton Kak Reyhan mengejutkanku. "Kamu datang kesini juga? " lanjutnya.

Belum sempat aku menjawab. Tiba-tiba aku terpana dengan orang yang berdiri di sampingku. Dia tersenyum sangat manis lembut seperti marshmellow. Hmm bikin aku ingin menggigitnya.

"Iya Ata datang untukku, kami duluan ya! " Kak Fariz mempersilakanku berjalan di depannya.

Ku lihat Kak Reyhan masih saja diam terpaku mendengar apa yang Kak Fariz sampaikan.

Ternyata dia juga mengenakan jas berwarna silver terlihat sangat tampan hari ini. Jadi ini alasannya dia memberiku gaun berwarna silver juga agar bisa senada dengannya. OMG hati aku rasanya benar-benar terbang melayang ke awan. Jantungku seperti bom waktu yang siap meledak. Dia sungguh romantis membuatku meleleh seperti lilin yang terkena panas api. Tapi tunggu apa maksudnya semua ini???

"Ata kamu duduk di sebelah ayahku ya" Dia tersenyum lembut lagi padaku.

Tunggu apa dia bilang ayah? Tentu saja dia pasti datang dengan orang tuanya kenapa aku gak sadar. "Tapi kak, aku takut"

"Gak papa kok kan ada kakak"

Aku dan Kak Fariz mulai melangkah mendekati seseorang dengan jas hitam dan kemeja biru langitnya. Aku kira usianya sudah sekitar 60 tahun. Tapi dia masih terlihat gagah dengan fostur tubuhnya yang masih kekar. Mirip seperti Kak Fariz.

"Ayah kenalin ini Ata, Ata ini ayah" Kak Fariz mengenalkanku pada ayahnya. Aku tersenyum hangat dan mengulurkan tanganku padanya. Tapi aku hanya mendapat balasan muka dingin ayahnya Kak Fariz. Sepertinya dia tidak suka padaku.

"Jangan di pikirin, kamu kan kesini buat kakak" bisik Kak Fariz padaku.
Membuat bulu kudukku merinding tercium aroma maskulin tubuhnya. Lagi-lagi Kak Fariz dapat menebak pikiranku. Kami memang tidak saling menatap tapi hari ini aku bisa berada disampingnya. Lebih dekat dari biasanya.

"Gimana kakak udah ganteng belum?" Dia menyeringai padaku.

"Haha ganteng lah kak kan kakak cowo"

Dia membenarkan jasnya. "Kamu cantik" katanya masih sibuk dengan jasnya.

"Apa kak? Aku gak denger? " Tanyaku berpura-pura.

Dia terlihat sebal padaku. Aku hanya terkekeh melihatnya. "Kamu cantik" ulangnya sekali lagi.

Aku menatapnya dalam. Aku menyunggingkan senyum semanis mungkin. "Tidak perlu tersenyum seperti itu" ucapnya dingin matanya fokus kedepan .

Aku memasang muka masamku, kesal sekali dengan sikapnya. Tapi aku bahagia, hari ini orang yang aku cintai akan menjadi seorang sarjana. Aku bangga padanya apalagi dia mendapatkan nilai cumlaude.

"Aku sudah biasa dicuekin. Walaupun aku kesal tapi aku bahagia hari ini aku bangga sama kakak. " Aku mengikutinya, bicara padanya tapi mata menatap ke depan.

Ku lihat diekor mataku dia tersenyum sangat manis.

Tiba waktunya, saat tali tassel pada morterboard (Topi Toga) yang Kak Fariz gunakan di pindahkan dari kiri ke kanan. Namanya di sebutkan beserta gelarnya. Tepuk tangan semakin riuh ketika Kak Fariz dinobatkan sebagai peraih ipk tertinggi di universitas ini.

Dia sempat melihat ke arahku. Lalu tersenyum. Setetes air mata jatuh di mata Ayah Kak Fariz. Ku lihat ayah Kak Fariz menatapnya haru dan bangga pada anak satu-satunya. 

Derrrt.. derrt
Terdengar bunyi ponsel milik Ayah Kak Fariz. Dia mengangkatnya lalu pergi terburu-buru. Mungkin ada urusan kerja tebakku.

Setelah acara selesai Kak Fariz menghampiriku. Dia menunjukan piagam penghargaannya. Aku mengangguk dan tersenyum haru.

"Mana ayah?" Tanyanya ketika sudah menyadari ayahnya pergi.

"Ada urusan pekerjaan kak"
Raut mukanya berubah menjadi kaku, rahangnya mengeras.

Aku mencoba melerai kekesalannya. "Kak kan tadi kata kakak aku lagi cantik cantiknya nih. Foto bareng yuuk! "Ajakku padanya.

Dia mengangguk tanda setuju. Aku mulai mencari background yang bagus untuk kami mengabadikan moment special ini. "Disini kak,  bagus tempatnya" Ajakku padanya. Lagi-lagi dia hanya menuruti perkataannku.

"Mas-mas boleh tolong fotoin kami"Kak Fariz meminta tolong pada tamu undangan.

"Iya mas boleh"

Kami berpose ala anak kekinian. Ku lihat senyumnya semakin mengembang ketika melihat hasil jepretan tadi.

"Kalian terlihat sangat serasi hari ini, pasangan yang cocok. "Ucap orang yang memotretku barusan.

Aku dan Kak Fariz saling memandang kemudian tersenyum bersama. "Maaf mas, kami hanya teman bukan pasangan" sanggahku padanya.

Ku lihat Kak Fariz hanya mengangguk setuju.

Derrt.. Derrt
Handphoneku berdering tanda ada panggilan masuk.
Ku lihat nama Kak Lui terpampang di layar handphoneku.

Aku meminta izin untuk mengangjat telepon dari Kak Lui.
"Hallo. Ata kamu dimana? Kakak di duru bapak jemput kamu? "

"Aku masih di depan fakultas kesehatan kak-" Belum selesai aku berbicara dia sudah menutup telponnya. "Menyebalkan" Gumamku.
Aku kembali bergabung dengan Kak Fariz dan teman-temannya.
"Ata sayang, ayo pulang" seseorang berkata sambil menepuk pundakku. Aku yakin itu suara Kak Lui dan ternyata memang benar.
Tunggu, apa tadi dia bilang sayang? Dia mengatakan itu di depan Kak Fariz? Tapi apa pedulinya toh aku dan Kak Fariz tidak ada hubungan apapun.

"Eh iya Kak", jawabku pada Kak Lui. Ku lihat mata Kak Lui menatap tajam pada Kak Fariz.

"Aku Lui, calon suaminya Ata. " Kak Lui mengulurkan tangannya pada Kak Fariz.
Kak Fariz tidak membalas uluran tangannya. Raut wajah Kak Fariz berubah menjadi dingin, kecewa, bingung. Dia hanya menatapku kosong.

Aku mencoba menjelaskannya. Tapi tangan besar Kak Lui menggenggam tanganku secara paksa dan membawaku pergi menjauh dari Kak Fariz.
Aku tidak bisa memberontak. Tenagaku kalah kuat dengannya. Aku hanya menuruti langkah Kak Lui sambil sesekali menatap Kak Fariz yang masih diam terpaku.

Air mataku kembali menetes.

***

Maaf baru sempat upload lagi 💕

Calon Imam IdamankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang