02

1.6K 190 8
                                    

Pagi ini ada tetangga baru yang ayah bicarakan denganku sebelumnya. Kami menyapanya sekaligus berbicara kepada pemilik rumah didepan rumah ku itu.

Seorang wanita sibuk membenahi rumah baru, wanita itu terlihat baik.

"Tenang saja, Hwang. Kau bisa mempercayakan putri mu disini."

Tangan wanita itu menggenggam tanganku seraya berucap.

Setelah kami berbicara dengan wanita itu kami kembali ke rumah dan aku membantu ayah menyiapkan untuk kepergiannya dua hari mendatang.

"Ayah kau punya rumah saat bekerja di amerika nanti?"

"Ayah punya sebuah kamar kecil yang layak ditinggali. Jangan khawatirkan ayah dan jaga dirimu disini, ayah janji setdaknya dalam tiga tahun ayah akan kembali."

"Tetap berhubungan denganku, jawab telpon ku, jangan lewatkan makan mu. Janji?"

"Ayah janji."

Kami menautkan jari kami.

-

Dua hari kemudian.

Aku mengantar ayah ke bandara, aku pun juga sudah pindah ke rumah sahabat ayah ku— tepatnya tetangga kami.

Kami mengambil masing-masing setengah dari hasil penjualan rumah.

"Ayah hati-hati."

"Kau juga putriku."

Dan ayah pergi dari hadapan ku, memasuki jalan yang terhubung dengan pesawat.

Setidaknya tuhan masih berada di pihak ku, ayah masih diberi kesempatan bekerja dan aku masih diberikan tempat tinggal yang layak. Tiga tahun itu, kami harus bekerja keras.

Aku kembali setelah mengantar ayah.

"Annyeonghaseo." aku memberi salam seraya membuka pintu dan masuk kedalam rumah.

Aku melihat kearah bawah untuk membuka sepatu yang ku gunakan.

"Kenapa kau bisa disini?"

Seseorang berbicara lantas aku mengangkat wajahku.

Tanganku yang memegang jaket terlepas begitu saja ketika melihat sosok yang berada di hadapan ku.

Pria kasar yang bertemu dengan ku lusa lalu, saat hari kematian ibuku.

Aku terkejut, bukan main.

"EOMMA! EOMMA!"

pria itu berjalan ke lantai dua dan memasuki ruangan ibunya.

Ibu?

Tolong jangan katakan dia anak dari pemilik rumah ini.

-

Setelah beberapa saat tiba-tiba pria itu keluar dari ruangan ibunya setelah bertengkar— kurasa, karena suara mereka terdengar keras hingga lantai dasar.

Pria itu mendobrak pintu hingga aku tersentak, dia turun dari lantai dua dengan raut amarah diwajahnya.

"Kau ikut aku!" ucapnya sinis.

Dia menarik tanganku dengan kasar tanpa ampun untuk melepasnya.

Aku meringis kesakitan karena genggamannya yang keras dan kuat.

"Lepas tangan mu!"

Namun ia masih dengan kasar menarik tanganku dan tidak menghiraukan ku.

Ia membawaku menuju luar rumah dan melemparku dengan kasar setelah itu.

"Pergi dari rumahku."

Itu sangat kasar untukku.

"Kenapa?"

"Haruskah kau bertanya? Kau akan menjadi hal yang merepotkan! Khususnya untukku."

Mungkin itu benar, namun bagaimanapun aku tidak bisa menyerah. Aku tidak punya rumah jika aku pergi, sampai ayahku kembali, setidaknya aku harus bertahan hingga ayahku kembali.

"A-aku tidak bisa." ucapku parau.

"Apa?"

"Sampai ayahku kembali, aku harus tinggal bersama kalian."

"Kau tidak punya rumah?"

"Tidak ada."

"Rumah teman?"

"Aku tidak punya teman dekat."

"Kau gelandangan?"

Aku menampar pipinya, karena itu sudah keteraluan, dia terkejut melihat dari matanya yang membelak.

"Aku bukan gelandangan, bedebah."

Melangkahkan kakiku menjauhi dirinya dan masuk kedalam rumah. Namun baru menoleh darinya, ia menahan tanganku. Aku menoleh kembali kearahnya.

Dia menghela nafas dan mengacak rambutnya, "Baiklah kau bukan gelandangan, namun kau tidak bisa tinggal bersama ibuku."

"Kenapa?"

"Kau akan menderita karena ibuku."

Hah, kupikir aku percaya?

"Lucu sekali, kau ingin aku percaya?"

"Aku serius!" ucapnya meyakinkanku.

"Sebaliknya!" sebuah jeda kubuat sebelum aku kembali melanjutkan, "yang akan membuatku menderita adalah kau!"

Dia kesal, lidahnya ia tonjolkan pada sisi mulutnya. "Apa katamu?"

"Hanya untuk tiga tahun, kita tidak perlu bertingkah seakan saling mengenal, aku tidak akan mengusikmu dan kau tidak perlu mengusikku!" ucapku lalu pergi lagi dari tempat kakiku berinjak tanpa menoleh lagi.

Ia menahan tanganku lagi, aku menghentaknya kali ini.

Aku meraih gagang pintu, ia menutup pintu itu. Aku tidak menoleh, ia berbisik kepadaku.

"Baiklah, mari kita lihat, oleh siapa kau akan menderita. Jika kau menderita karena ibuku, jangan meminta bantuanku. Aku membantu mu kali ini, namun kau malah melunjak,"

Tersisip hawa kesal pada nada bicaranya padaku. "-Berjuanglah sendiri, semoga beruntung."

Setelah itu ia berjalan menjauh dari rumah. Aku kepikiran apa yang baru saja ia katakan.

Tidak, itu tidak perlu dipikirkan Hwang Eunbi, kau bisa.

Tidak perlu mendengarkan perkataan pria kasar itu.
«».

Meet You. ➖[sinkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang