04

1.1K 178 15
                                    

Beberapa jam sebelum kejadian.

Di dalam bus.

Aku duduk dikursi depan, sedangkan Eunbi duduk dikursi belakang- paling belakang.

Sebaik mungkin aku untuk tidak memikirkan ucapannya tadi, tapi bagaimana jika benar-be8nar terjadi?

Aku berdecak, "sialnya."

Kakiku terangkat dan membawaku menuju kursi yang Eunbi duduki, gadis itu berdiri ketika melihatku menghampirinya.

Aku merebut ponsel miliknya dan memasukkan nomor ponselku.

"Jika kau menelponku hanya untuk basa-basi, kubunuh kau." ucapku mengancam yang bercanda.

Dia tersenyum, "makasih." dan mengambil ponsel miliknya di genggamanku.

Aku berbalik dan kembali duduk di kursi ku, sebelum ada yang menempatinya kembali.

Aku melihat ibu-ibu hamil dan kurasa ia ingin mengambil kursi ku, namun aku mendapatkan kursi ku lebih dulu. Ibu hamil itu berdecak kecewa dan berjalan kebelakang bus.

Baru saja bokong ku menempel pada kursi, Eunbi tiba-tiba berada di sampingku berdiri memegangi tiang bus.

"Kau.. "

Dia nampak bingung, "Apa?"

Untuk beberapa saat aku berpikir, sepertinya aku mengerti.

Hah! Aku tau, aku mengerti, aku membacanya.

Dia menyukai ku.

Aku tersenyum melihatnya yang berlaga jaga image. Bahkan ia menunjukkan tatapan bingung kepadaku untuk menutupinya.

Kami sampai di sebuah halte dan Eunbi turun di halte tersebut.

Gadis itu tidak pandai berbohong.

-

Mataku terbuka.

Akan kubunuh dia.

Siapapun yang menghubungi ku malam ini akan kubunuh. Siapa sih yang menelpon malam-malam?

Aku mengangkatnya.

"Halo?"

"J-jeon Jungkook-ssi."

"Aku ingin lari, namun pintu terkunci-"

"-Tolong aku."

Dia bercanda.

Aku mematikan panggilan darinya, melempar ponselku dan kembali ti-

Mataku kembali terbuka.

Aish, tolong biarkan aku tidur.

Kepalaku dipenuhi olehnya.

Bangkit dari tempat tidur dan keluar dari kamar, langkah ku semakin cepat bahkan aku berlari menuju rumah ibuku.

Butuh waktu 20 menit jika berlari dari sini- sial aku haus. Setelah sampai di depan rumah aku mencoba membuka pintu, namun tidak bisa, Eunbi benar.

Aku menghubungi gadis itu.

Sebuah teriakan pria terdengar dari dalam rumah, "KELUAR KAU!"

Tersambung dengannya.

Aku mendengar suara gaduh, tangisan gadis itu juga terdengar.

"YA NEO EODIYA?" tanyaku panik.

"Mesin cuci.. Ruang mesin cuci." jawabnya dengan suara bergetar.

Dan aku berlari ke halaman belakang, karena ruangan mesin cuci ada di bagian belakang rumah.

Terdapat jendela, aku memecahkan itu. Dan masuk kedalam, aku melihat Eunbi meringkuk di sudut ruangan memegangi lututnya, dan tangannya terkena pecahan kaca, kurasa.

Aku menghampirinya, "Kau baik-baik saja?" aku menggenggam tangannya memastikan bahwa lukanya tidak terlalu buruk.

Dia menggeleng dalam ketakutan.

Tanganku memeluk dia dan menuntunnya untuk keluar melalui jendela. Setelah ia berhasil keluar, aku keluar juga.

Masih belum ku lepaskan, aku mengajaknya untuk bangkit dan berlari menjauh dari rumah ini.

Dia masih gemetar, bahkan ia tidak bisa berlari. Aku melihat kakinya yang tidak memakai alas berdarah, ku tebak karena tidak sengaja menginjak pecahan kaca.

Tidak punya pilihan, aku menopangnya di punggung. Dia hanya menurut. Lalu, aku berlari dengan menopangnya.

Ketika kami sudah cukup jauh dari rumah, dia memintaku berhenti.

"Kau bisa turunkan aku."

Aku menolak, "Kakimu terluka." dia memotong, "Namun kakimu juga terluka, Jeon."

Aku berhenti dan melihat kakiku yang hanya beralaskan sandal, kurasa aku juga menginjak beberapa pecahan.

"Turunkan aku, dari sini kita bisa berjalan."

Menoleh kesamping untuk melihatnya, "Kau bisa?"

Dia mengangguk.

Lalu aku menurunkannya.

Dari sana kami berjalan menuju dorm, tempat aku tidur sehari-harinya.

Eunbi membuka topik, "Aku berpikir buruk kepadamu karena kau jarang pulang ke rumah."

Aku menatapnya tidak percaya, "Bahkan setelah aku menyelamatkan nyawamu?"

Dia tersenyum dengan sisa tenaganya, "Tidak lagi. Aku senang, pikiran burukku salah." dia terlihat tidak punya tenaga bahkan untuk berbicara. "Makasih Jeon."

Aku tidak lagi membalas ucapannya.

Tidak terasa kami sudah sampai di dorm milikku, aku membawanya masuk dan menyuruhnya untuk duduk di sofa sementara aku mencari sebuah obat yang bisa mengobatinya.

Aku tidak punya P3K, semiskin itukah aku?

Jadi aku hanya membawakan air hangat untuk meredakan lukanya, dan segelas air untuk meredakan gemetarnya.

Dia mengobati sendiri lukanya, aku pergi ke kasur untuk tidur.

"Kau tidur di sofa, tidak apa-apakan?" tanyaku dari tempat tidur.

Eunbi mengangguk. "Ini sudah lebih dari cukup." beberapa saat hening sampai Eunbi kembali memanggilku.

Aku menoleh dan merespon, "Apa?"

"Lukamu, tidak diobati?" Eunbi bertanya dari sana. Aku menggeleng sebagai jawaban.

Eunbi bangun dari sofa dan menuju kearahku, "Mau apa kau?"

Dia mengetuk kepalaku, "Mengobati lukamu, jangan pernah berpikir yang aneh-aneh." Eunbi mengacungkan jari telunjuknya seakan memberiku peringatan.

Wah gadis ini.
«».

Maaf karena ga di update cerita ini T.T awalnya karena mentok sampe sempet mikir buat di biarin aja, tapi udah dicoba buat tetep dilanjutin. VOMMENT YAA ❤

Meet You. ➖[sinkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang