05

1.1K 171 12
                                    

Masih pagi, namun pernyataan Eunbi seakan membuatku jadi gila, "Kau benar-benar gila," ucapku kasar terhadap Eunbi.

Entah apa yang dipikirkan oleh Eunbi, dia berkata akan tetap tinggal di rumah ibuku. Bahkan setelah kejadian semalam?

"Aku tidak gila dan sepenuhnya sadar, kini aku benar-benar tidak punya tujuan, satu-satunya keluargaku hanya ayahku dan aku tidak punya teman yang bisa ku mintai tolong."

Penjelasan 'ia tidak memiliki teman' membuatku heran sendiri,"Apa kau tipe gadis pemalu?"

Dia mengerutkan keningnya, "Kau gila? Aku tipe gadis pemalu katamu?"

Aku membalas berani, "Lalu kalau bukan pemalu? Mengapa kau tidak punya teman?"

"Akan panjang jika aku ceritakan," dia bangun dari duduknya, "Kalau begitu permisi." ucapnya lalu keluar dari dorm.

Aku menatap dirinya yang telah keluar dari sini. Kakiku otomatis terangkat untuk melangkahkan kaki menuju dirinya.

Masih bisa ku jangkau, aku menahan tangannya. Dia berbalik dengan tatapan bingung.

"Jangan tinggal disana lagi."

"Sudah kubilang, aku tidak punya tempat tinggal jika aku-"

Aku memotong ucapannya, "Tinggal di dorm." kami hening sesaat dan aku menambahkan, dengan dehaman diawal, "Tinggal bersama ku."

Eunbi terdiam, benar-benar terdiam.

Aku melepaskan tautan tanganku padanya, "Katakan sesuatu sebelum aku menarik tawaranku."

Matanya berkedip dengan polos, tepatnya terlihat seperti kebingungan.

"Aku tidak akan membuatmu menjadi pembantu, aku juga tidak pernah membawa wanita atau melakukan hal menjengkelkan seperti ibuku."

Baiklah, aku mengku gila karena menawarkan hal tersebut. Salahkan mulutku.

Kembali ke Eunbi, gadis itu masih saja diam, namun kini dengan mata yang cukup berair.

Aku berdehan, "Kau tidak mau? Yasudah kalau tidak mau." aku berbalik untuk kembali ke dorm.

Sebuah tangan menahan tanganku, sudah dipastikan itu Eunbi. Aku kembali berbalik dan menatap kearahnya.

Eunbi kebingungan untuk memulai kata, jadi aku membantu, "Katakan perlahan." lalu Eunbi mengangguk.

"Aku sedikit kaget karena tawaranmu, kupikir perkataanmu yang tidak akan menawarkan bantuan itu serius." ucap Eunbi perlahan. "Terimakasih."

Aku merasa keren.

Wah, aku benar-benar seorang pria.

Kembali melihat matanya Eunbi, mata itu berair banyak, "Ya, kau menangis?"

Eunbi mengangguk, "Ya, benar. Karena aku sangat senang."

-

Aku membantu Eunbi membenahi barangnya yang berada di rumah ibuku. Kami berjalan untuk menuju rumah ibuku.

Sesampainya disana aku memintanya untuk membenahi barangnya dahulu, sementara aku ingin bicara dengan ibuku.

"Aku akan membawa Eunbi."

"Apa katamu?"

"Telingamu terganggu?"

"Baiklah, aku dengar."

Lalu aku keluar dari ruangan ibuku yang berantakan bukan main, banyak baju berserakan di kamarnya ini. Entah sampai kapan ia akan bersikap seperti ini.

"Jungkook." Ibu memanggilku.

Aku menoleh.

"Entah kenapa melihatmu khawatir kepada seseorang seperti tadi malam, membuat ibu merasa senang." ucapnya melanjutkan.

Hah.

"Jangan pikirkan aku, pikirkan saja sikapmu. Kapan aku bisa senang karenamu?" ucapku dingin dan aku memang sengaja.

Lalu aku keluar dari sana, benar-benar keluar tanpa menoleh lagi kearahnya entah berapa banyak ia memanggilku.

Aku turun dari lantai dua dan melihat Eunbi sudah berada di depan pintu membawa kopernya.

Aku mengambil koper itu dan berjalan melaluinya, Eunbi terlihat bingung, akhirnya menyetarakan jalan kami.

Gadis itu banyak bicara di jalan, namun aku tidak mengindahkan dirinya, membiarkan ia bicara sendiri. Sekitar 30 berjalan, kami sampai.

Aku berpikir bahwa ia sedikit menggemaskan.

Kami masuk ke dorm milikku dan menunjukkan tempat tidurnya. Karena disini tidak memiliki kamar, hanya ada satu kamar—kamar mandi. Untung saja aku punya cadangan kasur untuk Eunbi.

"Kau tidur di kasur itu." aku mengangkat dagu menunjukkan tempat tidur miliknya.

Eunbi mengangguk.

Aku dan gadis itu tidak bersekolah hari ini, yah untuk urusan bebenah barang milik Eunbi.

Walaupun sebenarnya kami bangunnya kesiangan tadi.

"Jungkook."

"Iya?"

"Biar ku lihat lagi lukamu."

Aku menolak, namun ia keras kepala. Tanpa izinku, Eunbi duduk dikasur milikku dan kembali menyentuh kakiku untuk mengobati luka disana.

"Kenapa kau seperti ini?" Aku bertanya.

"Aku? Seperti apa?" Ia bertanya balik.

"Bodohnya. Maksudku, kau bersikap baik padaku. Kau tidak perlu mengobati luka ku seperti ini."

Eunbi menghentikan aktivitas mengobati luka dikakiku, ia terdiam sesaat menatap kearahku.

"Aku melakukannya karena kau juga baik kepadaku."

Mataku berkedip.

Hanya itu?

Eunbi melanjutkan dengan pertanyaan, "Memang kau mengharapkan sesuatu?"

Aku berdeham dan menggeleng, "Tidak ada."

Aku malu pada diriku sendiri.

God, aku malu.
«».

Aku minta maaf karena late updatenya keteraluan 😅 sebenernya cerita ini udah hampir rampung di draf, tapi belakangan ini aku goyah untuk tetep ngelanjutin atau distop ditambah aku lagi banyak ulangan.

Jadi harap maklum, ya 😂

Meet You. ➖[sinkook]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang