16
~Santunan dan Pesta~
"Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi." (H.R Al-Baniy, Shahi Al-Jami', Abu Darda: 80)
🌹🌹🌹
Akbar mematut penampilannya di cermin, setelah memastikan semuanya rapi, ia bergegas karena sang mama sudah memanggilnya untuk sarapan. Karena terburu-buru, tangannya tak sengaja menyenggol bingkai foto yang ia letakkan di atas nakas. Ia berbalik dan meraih bingkai foto yang terjatuh, lalu kembali duduk di tepi ranjang. Ia menatap foto tersebut─seorang wanita cantik yang tengah memangku seorang anak laki-laki. Ibu jarinya mengelus foto itu perlahan.
"Ibu...," gumamnya pelan sarat akan kerinduan. Lalu ingatan masa lalunya berdatangan begitu saja. Begitu ingatan dan rasa rindu itu menyeruak, menghadirkan sesak dan kebencian yang mendalam.
"Akbar...! Ayo sarapan dulu Sayang, nanti kamu telat loh!" seruan wanita paruh baya menginterupsi lamunan pria tujuh belas tahun itu.
"Iya, Ma! Sebentar," serunya lalu kembali meletakkan foto itu di atas nakas. Ia pun mengambil ransel dan bergegas turun.
"Kok lama sekali, tadi bangunnya kesiangan ya?" tanya sang mama. Akbar tersenyum lebar menandakan kalau dugaan wanita paruh baya di hadapannya itu benar.
Mamanya berdecak. "Kamu itu, kalau main PS mesti lupa waktu."
Akbar kembali nyengir. "Kok Mama tahu sih, kalau semalem Akbar maen PS?"
"Memangnya apa lagi kalau bukan maen PS? Kalau papamu, gadangnya nonton bola, suka kesel deh mama itu," gerutu mamanya.
"Yah, kok Papa dibawa-bawa juga. Kamu sih Bar," sahut papanya yang juga baru tiba di ruang makan.
Akbar terkekeh. "Iya ... nanti maennya pas malam sabtu atau minggu doang deh," rajuknya. "Jangan marah-marah dong Ma, masih pagi loh. Nanti keriputnya nambah hayo!"
"Pa ... masa Akbar ngatain Mama keriput?" adu mamanya pada sang papa.
"Mama selalu cantik dan terlihat muda kok di mata papa," ujar sang papa langsung mengecup pipi istrinya singkat, membuat wanita setengah baya itu agak tersipu. "Udah, sarapan dulu. Nanti kita telat kalau debat terus."
Akbar tersenyum menatap kedua orang tuanya. Hatinya menghangat; bersyukur karena ia memiliki mereka yang begitu menyayanginya. Namun, ada rasa bersalah di saat yang bersamaan.
Setelah sarapan yang dipenuhi keharmonisan itu berakhir, Akbar dan papanya pamit pada wanita yang sama-sama mereka sayangi itu.
"Papa berangkat ya!" pamit sang papa yang sudah di dalam mobil, lantas melajukannya setelah mendapat anggukan dari istri dan anaknya.
"Akbar juga berangkat ya, Ma," pamit Akbar lalu mencium tangan sang mama. Dibalas elusan lembut di kepalanya dengan tatapan yang mungkin hanya dirinya yang mengerti arti tatapan itu.
Akbar memeluk mamanya sebentar kemudian berbisik, "Akbar sayang Mama."
Mata mamanya kini sudah berkaca-kaca, namun ia bertahan untuk tidak menunjukan kelemahannya. "Udah sana berangkat!" tukasnya mendorong pelan anak laki-lakinya.
Akbar tersenyum lantas bergegas menaiki motornya lalu melaju setelah mengucap salam. Dalam hati ia mengucap seribu maaf untuk kedua orang tuanya.
Saat melewati gerbang rumahnya, ia begitu terkejut karena seseorang berdiri di hadapannya; menghalangi jalannya. Jika ia tidak langsung berhenti, mungkin saja ia menabrak orang itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Not A Love (Completed)
Novela JuvenilSequel of The Dearest (Duhai Pendampingku) . Ainayya Dzahin Rafanda. Gadis cantik dan periang. Awalnya hidupnya baik-baik saja, hingga ia merasakan sebuah rasa yang selayaknya dialami remaja lainnya pada seseorang. Juga sebuah kenyataan hidup yang l...