Setelah pulang sekolah Lluvia pergi ke suatu tempat. Tempat dimana ia menemukan ketenangan, menemukan keluarga yang saat ini ia punya.
Setelah turun dari angkot, Lluvia memasuki sebuah bangunan yang tidak terlalu luas. Di halamannya ada beberapa arena permainan, seperti jungkat-jungkit dan ayunan.
Panti Asuhan Kasih Bunda. Tempat dimana Lluvia berasal. Karena rasa rindu akhirnya ia di sini. Menemui Ibu Panti, dan bercengkerama dengan beberapa anak di sana.
Lluvia membacakan buku cerita, bernyanyi bersama, dan sesekali berlarian dengan anak-anak kecil itu.
Senyumnya mereka. Lengkung itu berhasil membuat banyak bibir ikut melengkung bersamanya. Termasuk Ibu Esti--Pengurus Panti.
Bu Esti berdiri di depan Panti, mengamati Lluvia yang asik bercerita dengan anak-anak panti lainnya.
"Syukurlah, kamu bisa sebahagia ini sekarang," ucap Bu Esti pelan. Masih mengamati dari kejauhan.
Melihat Bu Esti, Lluvia pun menghampiri, kemudian menyapa dan menyalimi. Lalu mereka duduk di bangku panjang yang letaknya berada di taman. Di bagian taman ini ada ayunan yang biasanya jadi tempat bermain anak-anak. Ada juga pohon di sisi taman. Lluvia jadi ingat dulu ia sering duduk di ayunan itu, dan duduk menyendiri di balik pohon yang kini sudah lebih besar dan rindang.
Lluvia tersenyum mengingatnya. Bu Esti juga. Mengenang masa lalu memang terkadang menyenangkan, meski yang dulu kadang juga tidak manis dan ingin kembali terulang. Hanya mengenang saja, untuk mengingatkan akan waktu bahwa kita pernah berada di sana dulu. Kalau kata orang, kenangan itu di jadikan pengalaman. Kurang lebih seperti itu.
"Kamu lihat anak yang di sana itu?" Bu Esti menunjuk seorang anak kecil yang duduk di balik pohon rindang yang tadi. Duduk memegangi kedua lututnya.
"Dia kenapa?" Lluvia berdiri, ingin melihat lebih teliti. Lalu menoleh ke Bu Esti lagi, menunggu cerita yang akan segera Bu Esti jabarkan.
"Dia baru saja kehilangan keluarganya. Karena tidak punya keluarga lain, dia akhirnya dibawa kesini. Dia masih shock, ibu jadi keinget.." Bu Esti menarik napas memberi jeda.
"Inget Via?" Lluvia melanjutkan. Bu Esti mengangguk. Kemudian melanjutkan cerita.
"Ibu enggak tega, dia menarik diri, enggak mau didekati persis ka--" Bu Esti diam, hening sejenak. "Mungkin kamu bisa.." Bu Esti menunduk, menyembunyikan semburat kesedihan di wajahnya.
"Via bakal ngomong sama dia." Lluvia melihat anak perempuan itu sekilas, kemudian menggenggam jari Bu Esti. "Ibu tenang aja, enggak bakal ada Lluvia lainnya di panti ini." Lluvia tersenyum, mengelus pundak Bu Esti, lalu pergi menghampiri gadis kecil di balik pohon tadi.
Lluvia berjalan perlahan, menyembulkan kepala ke balik pohon. Kemudian pelan-pelan ia berjalan mendekati gadis kecil yang tampaknya sedang menangis.
"Hai..." sapa Lluvia, lalu duduk di samping gadis kecil itu. Dan, ia hanya diam tanpa peduli kehadiran Lluvia.
"Kamu ngapain di sini?" Lluvia memiringkan kepala, melihat rambut gadis yang menutupi wajahnya. Kemudian, Lluvia mengelus lembut puncak kepalanya. "Kakak punya cerita loh.. Kamu mau denger enggak?"
Lluvia diam, masih menunggu gadis kecil itu. Namun, gadis kecil itu juga diam. "Kakak punya sesuatu." Lluvia merogoh saku, mengeluarkan permen kapas yang sempat ia beli sebelum pergi ke panti.
Dan, gadis kecil itu mengangkat kepalanya. Memang tampaknya, jurus menyogok itu selalu berhasil. "Buat kamu," ujar Lluvia dengan lengkung lebar di bibirnya. Dan, gadis itu menerimanya. Namun, ia kembali menundukkan wajah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Abu-Abu
Genç Kurgu"Kamu terlalu tinggi, tak bisa ku raih. Seperti namamu, Langit.." Publish: 24 Desember 2017