Sekarang diskusi untuk pemain-pemain lomba memeringati hari kemerdekaan Indonesia sedang berlangsung. Kelas Dylan begitu riuh. Semuanya berebut memilih perlombaan yang mereka suka. Ada juga yang sama sekali tidak ingin berpartisipasi dalam acara ini.
Dylan tetap pada pendiriannya ikut dalam basket. Lawannya kali ini lebih mudah, pasti Dylan bisa merebut juara pertama. Sebelumya, Dylan hanya mendapatkan juara kedua mewakili kelasnya.
"Pevita, lo berangkat kapan?" tanya Bambang sang ketua kelas pada Pevita.
Dylan hanya memperhatikannya. Dari tadi Pevita memang tidak menghiraukan diskusi ini. Dia seperti sedang berpikir, atau tidak ingin berpartisipasi dalam acara nanti.
Pevita sempat terkejut dengan suara Bambang yang lantang, "Gue belum tanya nyokap lagi."
"Kalau bisa lu ikut dulu," ucap Bambang memohon, "Kasih gue kepastian, ya. Gue capek digantung Kina."
Mendengar itu riuh suara teman-teman sekelas masuk ke dalam telinga. Kina justru diam, menatap Bambang tidak suka.
Dylan ikut menyuraki, "Kurang apalagi Bambam."
"Kurang ganteng lu, Bam!"
"Kina udah dikodein keras juga, masih ajaaa ...."
"Bambang baper!"
Tawa mereka masing-masing meledak.
"BISA DIEM GAK!" Kina mengeluarkan suaranya begitu keras. Wajahnya memerah, kesal dengan teman sekelasnya.
Teman-teman sekelasnya diam, tidak berkata apa-apa setelah itu. Mereka begitu kaget dengan sikap Kina. Kina itu lembut. Bijaknya sedang keluar dengan begitu saja. Mereka dapat melihat Kina sedang meredam emosinya.
"Jangan marah, Kina." Salah seorang di sana berbicara.
"Bercanda doang, kok, mereka," ucap Bambang setelah itu.
Kina membetulkan poni yang berantakan di dahinya. Dia menatap Bambang dan merebut kertas yang dipegangnya, "Gak lucu lo!"
Kina mengambil langkah menjauhi Bambang, lalu duduk di kursi samping Pevita. Semua orang melihat tingkah Kina dengan diam.
Bambang yang melihat itu segera menghampiri. Dylan bisik-bisik mendengar mereka berbicara.
"Pevita, Lo bisa ikut badminton gak?" tanya Kina. "Bandminton ceweknya nggak ada yang mau daftar. Lo aja, oke?"
"Kalau ternyata gue pergi sebelum tanggal segitu gimana?" tanya Pevita yang ragu. "Kalau mau ditulis juga gapapa."
"Sekalian aja Lo ikut abang-none, Pev." Bambang tiba-tiba menyela pembicaraan mereka.
"Muka gue cocok jadi none emang?" tanya Pevita pada Bambang.
"Cocok aja kalau sama Dylan," jawab Bambang.
Kina yang mendengar itu langsung menyiku perut Bambang. Cowok itu memang minta dihajar, mulutnya tidak bisa dijaga. Harusnya dia bisa mengerti perempuan.
"Bego, ah!" Kina jadi sulit mengatur emosinya.
Sementara Pevita diam, dia bingung melakukan apa. Ucapan Bambang bukan hal yang perlu dipikirkan.
"Gue nggak salah," ucap Bambang, "Gue cuma ngasih opini aja."
Dylan mendengar semuanya. Dia mendengar apa yang Bambang bicarakan. Memang kenapa juga Kina mengumpat bego pada Bambang? Ada yang salah, sepertinya Kina sedang melindungi perasaan seseorang.
"Kenapa, Bam?" Dylan akhirnya angkat bicara, dia berdiri dari duduknya dan menghampiri Kina.
Bambang yang ditanya, sebenarnya cukup bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return To Dylan
Teen Fiction[ON GOING] - UPDATE SETIAP SABTU Katanya, kalau balikan sama mantan itu ibarat baca buku yang sama. Endingnya sama. Bagi Dylan bukan. Dia ingin memperbaiki kesalahannya, kalau memang akan berakhir sama, setidaknya ceritanya berbeda. Dylan hanya tahu...