Dylan tidak berkutik, dia tetap diam di tempat sementara Pevita sudah pergi diikuti Kina dan Diva. Memandang entah kemana, Dylan merasa lemah setelah mendapatkan jawaban itu. Dia mendapatkan jawaban yang sangat menakjubkan, itu sangat mengejutkan.
"Dylan," panggil Bambang, dia cukup bingung dengan tingkah Dylan yang menatap kosong.
Dylan tidak mengacuhkan Bambang, dia memilih berlari ke arah Pevita berlari tadi. Dylan merasa sangat perlu pengakuan dari Pevita, tapi dia tidak yakin dengan hatinya. Dylan sangat takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Dia takut apa yang disebut karma oleh Revo kemarin terjadi. Namun, langkahnya yang sedang berlari tidak bisa dihentikan begitu saja.
Sekarang Dylan sudah berlari sangat cepat. Dia telah membalap Diva dan Kina yang berlari tapi tak menemukan dimana Pevita. Dylan tahu, kemungkinan terbesar, Pevita berlari ke parkiran untuk pulang.
Kina dan Diva yang melihat itu kembali berlari setelah lelah sejenak beristirahat karena nafas mereka terengah-engah.
Dylan telah menemukan Pevita, dengan begitu dia semakin mempercepat langkahnya. Tepat di mana Pevita telah keluar gerbang untuk memasuki lahan parkir. Dylan menahannya dengan menghalangi jalan Pevita.
Pevita terkejut, dia menatap Dylan yang ada di hadapannya. Lalu, Pevita membuang muka dan mencoba menyingkirkan Dylan dengan mendorong tubuh Dylan dari jalannya.
"Posisi paling istimewa-"
Pevita meninggalkan Dylan setelah mendapatkan celah untuk melarikan diri. Sekolah bukan tempat yang bagus untuk berbicara dengan baik apalagi bersama Dylan. Dari tadi Dylan terus mendapatkan perhatian dari orang-orang sekitarnya.
"Pevita!" Dylan tidak menyerah, dia kembali menghalangi jalan Pevita.
"Gue mau pulang ...," ucap Pevita, derai air mata telah membanjiri wajahnya.
"Gue-"
Dylan menatap Pevita yang pergi begitu saja, memasuki mobilnya yang terparkir tak jauh dari mereka berdiri. Dylan yang ingin menghampiri Pevita mengurungi niatnya, dia menatap nanar rerumputan yang berada di bawahnya, menundukkan kepalanya.
Derap langkah menghampiri Dylan, Dylan mengadahkan wajahnya. Dia melihat Kina dan Diva sedang berjalan ke arahnya. Wajah mereka menunjukkan amarah, menatap Dylan dengan begitu buruk.
"Masih nggak nyadar juga?" tanya Diva dengan suara yang keras.
Dylan tidak menanggapi. Namun, dia juga tidak sabar dengan teka-teki ini. Ya, ini seperti teka-teki. Mengapa Pevita tidak berkata jujur saja dengan hatinya. Mengapa Pevita tidak mengungkapkan yang sesungguhnya pada Dylan.
"Harusnya Pevita nampar lo lebih keras lagi!" Diva pergi bersama Kina yang memilih untuk menjauhkan Diva dari Dylan.
Dylan menahan Diva dan Kina, "Gue nggak tahu dia kenapa, jadi gue tanya. Terus gue salah?"
Dylan ingin menuntaskan pikiran-pikiran ini secara cepat.
Sekarang giliran Kina yang menatap tajam Dylan. Dia menghela nafasnya, mengatur tingkat kesabarannya, "Gue nggak tahu Pevita benci atau nggak sama lo, tapi lo harusnya mikir, tadi dia ngomong apa," ucap Kina dengan menghela nafasnya, "Dia bilang Lo istimewa, Dylan!"
"Ya, arti istimewanya apa?!" Dylan meninggikan suaranya.
"Gue nggak tahu. Dibenci atau disayang, itu yang harus Lo pikirin!" Kina juga berbicara dengan sinis.
Diva menghentakkan kakinya pada bumi, "Bego!" umpatnya kesal. "Udah, Kin, gak usah kasih tahu dia! Biarin mikir sendiri, biarin pusing sendiri."
Diva dan Kina mengabaikan Dylan dan berlari menuju mobil milik Pevita. Namun, itu semua tidak mudah, Dylan telah mengambil langkah untuk menghalangi jalan mereka lagi. Merentangkan tangannya untuk membuat mereka berhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Return To Dylan
Teen Fiction[ON GOING] - UPDATE SETIAP SABTU Katanya, kalau balikan sama mantan itu ibarat baca buku yang sama. Endingnya sama. Bagi Dylan bukan. Dia ingin memperbaiki kesalahannya, kalau memang akan berakhir sama, setidaknya ceritanya berbeda. Dylan hanya tahu...