Point of Past

681 18 3
                                    

"Do you remember?"

Pevita tidak sama sekali mengindahkan ucapan Mommy. Dia memilih untuk diam dan tak ingin berpikir. Dari tadi Mommy hanya menceritakan

"Pevita ...," panggil Mommy dengan nada yang rendah, "It's been three months, I don't want you getting worst."

"Mommy ...," ucap Pevita, dia akhirnya mengalah, "I'm okay. I just have shocked by that moment."

"Ya sudah," ucap Mommy setelah bahunya diangkat, "I don't wanna see you cry again."

Pevita mengangguk. Dia menghela nafasnya, meski Mommy terus memperhatikannya.

"And ...," Mommy menunjuk wajah Pevita, "Don't make Revo say it to me!"

Pevita kembali mengangguk. Dia menyesal untuk pulang ke rumah. Pevita lupa Mommy pulang hari ini. Pevita belum sempat menghapus air matanya, Mommy telah berdiri di depan pintu. Mommy tidak akan diam untuk bertanya sementara Pevita tidak juga menghentikan tangisannya.

"Brave meid," ucap Mommy sambil memeluk Pevita, "Mommy sayang sama kamu, Mommy tahu apa yang terbaik untuk kamu."

Pevita diam hanya memeluk kembali Mommynya. Tangisannya telah reda, dia merasa tenang dapat berbagi ceritanya.

"Sekarang kamu makan!" Mommy melepaskan pelukannya dan menatap Pevita tajam.

"Mommy ...," rengek Pevita, "Aku makan malam aja."

"Tidak," ucap Mommy dengan telunjuk yang bergerak kanan-kiri, "Kamu belum makan siang."

"But, I'm not really hungry."

"Jangan tunggu sampai benar-benar lapar, It's time to lunch. Mommy tersiksa melihat putri Mommy memiliki ukuran tubuh sekecil ini."

Pevita memandang Mommy, dia merasa bersalah. Namun, Pevita tidak bisa menyalahkan perutnya juga. Kenapa, sih, perutnya susah banget laper? Ini seperti sama sekali nggak ada rasa laper, kan kalau seperti ini Pevita jadi tidak memikirkan makan. Kemudian Pevita terlihat mengangguk, "Di sini aja."

Mommynya mengangguk dan pergi untuk membawakan makanan pada Pevita. Pevita masih duduk di atas ranjangnya, dia menatap punggung Mommy yang berjalan, lalu menghilang ketika berbelok. Hanya Mommy yang bisa memperhatikannya seperti ini, ini berbeda dengan Daddy atau Kak Stevan. Pevita tidak tahu bagaimana dirinya nanti kalau harus ikut pergi ke Belanda juga.

Mengalihkan perhatiannya, Pevita mengambil ponselnya yang berada di bantal, di samping dia duduk. Banyak pesan masuk, ada dua panggilan tak terjawab.

Pevita mendelik kaget, dia melupakan janjinya.

Kak Rannu : Pev, nanti mau dijemput nggak?

Kak Rannu : Atau kita ketemuan di tempat biasa aja?

Kak Rannu : hei, gue dikacangain

Kak Rannu : jadi nggak nih?

Rannu adalah laki-laki yang dekat sama Pevita selain Dylan, bahkan sebelum Dylan mengenal Pevita. Rannu memang seperti kakaknya sendiri, baik dan---katanya---memiliki perhatian yang khusus untuk Pevita. Sebenarnya, sebelum Pevita mengenal Dylan, Rannu adalah laki-laki yang Pevita idamkan. Pevita akan menceritakan siapa Rannu sesuai berjalannya waktu.

Pevita : gue lupa kak, hari ini ada nyokap lagi pulang

Pevita : maaf banget...

Menunggu balasan Rannu, Pevita membaca pesan lainnya. Salah satunya dari Adiba dan Diva dalam multichat mereka.

Return To DylanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang