Boy 8 : We Are Never Ever Getting Back Together

2.2K 110 6
                                    

“......I remember when we broke up the first time

Saying, “This is it, I’ve had enough,” cause it’s like

We haven’t seen each other in a month

When you said you needed space, what?......”

– Auryn –

            Aku mengetukan jemariku keatas meja bar di dapur yang penerangannya kurang karna hari telah larut. Ketukan jemariku seirama dengan jarum jam yang terdengar tik-tok. Suara irama itu terdengar menggema karna semua orang di rumah ini telah terlelap dari beberapa jam yang lalu. Yah, hanya aku yang terjaga tengah malam seperti ini. seusai pensi Kemal mengajak aku dan Gerald makan diluar, dan baru jam 8 malam kami sampai di rumah. Kemudian Kemal langsung terlelap karna kelelahan, Gerald membawa seorang wanita paruh baya yang akan menemaniku dan Kemal. Tadinya aku enggan menggunakan jasa wanita itu, namun Gerald memaksaku alhasil aku menerima apa yang terbaik menurutnya.

            “Aku jenuh. Kamu terlalu kekanakan dan aku lelah. Aku pergi.” Kalimat itu terus menggema dikepalaku. Kemudian dadaku terasa sesak akan luapan emosi serta rasa sakit yang selama ini aku pendam. Setelah sekian lama aku menghindarinya, setelah sekian lama aku berusaha mengobati lukaku, dan sekarang? Dia hadir lagi dihadapanku. Memang salahku yang dulu terlalu banyak berharap padanya. Kami make out, kami tinggal satu atap, kami selalu bersama dimanapun dan kapanpun, dan yang aku ingat dia selalu mengatakan bahwa dia mencintaiku. Aku terlalu naif dulu. Dia memang mengatakan mencintaiku, kami memang tinggal satu atap, kemanapun selalu bersama serta segala tetek bengeknya, tapi dia tak pernah memperjelas hubungan kami. Kami bukan sepasang kekasih, bukan tunangan, dan bahkan kami belum menikah. Harusnya aku mengikuti apa kata Gerald untuk menghentikan segala kenaaifanku sebelum semua nya menjadi kacau dan aku menjadi hancur. Tapi aku masih terlalu muda untuk mengakui semuanya. Yang aku tau, dia cinta pertamaku. Cinta yang tak ingin aku lepaskan. Hingga pada akhirnya dia melukaiku begitu dalamnya. Aku berharap waktu dapat aku putar. Setidaknya aku tak ingin mendapat luka sedalam ini.

            Aku berusaha menormalkan deru nafasku yang semakin tak teratur, berusaha menenangkan hatiku yang semakin sesak serta menahan air mata yang telah menggenang dipelupuk mataku. Semuanya pedih. Aku kembali menyesap coklat panasku dengan harapan rasa kantuk segera menyergap, namun yang terjadi aku malah terisak. Aku membungkam mulutku sendiri menggunakan punggung tangan. Aku tak ingin membangunkan siapapun dirumah ini hanya karna isakan tolol karna menyesali masa lalu yang bodoh.

            CKLEK

            “Babe....” segera kuhapus air mataku kemudian menoleh dan mendapati Gerald tengah berjalan kearahku setelah menyalakan lampu dapur. Penerangan disini sekaarang jadi lebih baik setelah Gerald menyalakan lampunya.

            “Kamu laper? Mau aku buatin sesuatu?” dengan susah payah aku membuat suaraku tak terdengar sengau atau parau karna baru terisak.

            “Heem.. aku mau coklat panas aja kaya punya kamu..” Gerald duduk dikursi seberang mejaku.

            “Wait a minute..” aku segera beranjak dari kursi kemudian membuatkan secangkir coklat panas dan menyajikannya dihadapan Gerald. Aku dan Gerald duduk berhadapan namun kami hanya diam tenggelam bersama pikiran kami masing-masing.

            “Hmm, kamu besok berangkat jam berapa?” aku mendongak untuk menatapnya, meskipun aku tau sedari tadi Gerald terus memperhatikan setiap gerak-gerik tubuhku.

            “Jam 3 aku berangkat. Penerbangannya jam 5 an kayaknya.”

            “Oh...” aku mengangguk kemudian menyesap kembali coklat dicangkirku yang tinggal setengah serta mulai dingin. Kemudian suasana menjadi hening kembali.

Auryn's BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang