"Kaa-san bilang apa? Tinggal di rumah siapa?" Sakura membanting sendoknya penuh kekesalan. "Kaa-san bercanda, ya?"
Mebuki menghela napas sabar, ia sudah menebak ini. Pasti Sakura tidak akan suka dengan keputusan yang ia buat.
"Rumah teman Kaa-san. Namanya Bibi Mikoto. Dia baik, Sakura. Kaa-san yakin, pasti dia akan menjagamu dengan baik."
Sakura menggeleng, tidak terima. Bukan masalah ia tidak terima karena dititipkan di tempat orang lain. Masalahnya, ibunya tidak pernah mendiskusikan ini dengan Sakura. Jadilah Sakura tidak terima dengan ide dadakan ini.
"Aku akan tinggal di sini," ujar Sakura tegas, seolah-olah dirinya sedang memberikan titah.
"Kaa-san tidak setuju. Siapa yang akan menjagamu di sini, hm? Kau juga tahu 'kan, Sakura? Hanya ada kita berdua di rumah ini."
Sakura tersenyum manis, sangat manis. Tapi Mebuki tahu, di balik senyuman itu, Sakura tengah menahan kekesalan di dadanya.
"Kaa-san ..." Sakura memegang tangan Mebuki yang tergeletak di atas meja. "Aku bisa jaga diri. Jadi tidak usah khawatir, oke?"
Mebuki melepaskan pegangan tangan Sakura. Setelah itu, ia menggenggam tangan Sakura erat.
"Hanya kau yang Kaa-san punya saat ini, Sakura. Mana mungkin Kaa-san membiarkanmu sendirian di sini? Kalau sesuatu yang buruk terjadi padamu, Kaa-san bisa apa?"
Sakura melepaskan genggaman Mebuki dengan perlahan.
"Kaa-san tidak percaya padaku?" Sakura mengerutkan dahinya tidak suka. "Ah, sudahlah. Lupakan. Kaa-san memang tidak pernah percaya padaku. Bahkan keluar malam saja aku tidak boleh, 'kan? Aku mengerti."
Mebuki menggeleng cepat. "Bukan begitu, Sakura."
"Lalu apa?" Lagi-lagi Sakura memasang senyuman itu. "Oke, aku mengalah. Hanya sebelas hari, kan? Aku setuju."
Mebuki tidak bisa menahan senyum leganya. "Syukurlah."
"Tapi aku tidak setuju begitu saja." Raut wajah Sakura berubah drastis menjadi datar. "Aku sudah menyetujui permintaan Kaa-san. Dan sekarang, giliranku yang akan meminta sesuatu pada Kaa-san."
"Permintaan?"
"Ya, hanya sebuah permintaan seorang anak pada ibunya." Sakura memainkan sendoknya dengan cara diputar-putar. "Aku harap, Kaa-san tidak menolaknya."
"Katakan! Kaa-san pasti akan mengabulkan permintaanmu," ujar Mebuki setuju. Apapun itu, yang penting Sakura mau menuruti permintaannya.
"Oke, aku pegang ucapan Kaa-san." Senyuman itu terukir lagi di bibir Sakura. "Tapi tidak sekarang. Aku akan mengatakannya nanti."
Mebuki mengangguk. Kalau yang satu ini ia sangat tahu. Sakura bukan anak yang ceroboh, ia sangat cerdik. Sangat pandai menanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan yang ada.
Dan ia tidak akan terkejut dengan sebuah permintaan aneh Sakura ke depan.
***
"Nanti, kalau sudah pulang, Kaa-san janji akan membawakan kue Red Velvet untukmu," ujar Mebuki di depan pintu kediaman Uchiha.
Sakura menatap Mebuki tidak mengerti. "Kue Red Velvet?"
"Iya. Kamu suka, 'kan?" Setelah mengatakan itu, Mebuki memencet bel yang ada di samping pintu itu.
"Hm, memangnya kenapa?"
Mebuki menggeleng, kemudian ia mengacak rambut Sakura gemas. "Suka-suka Kaa-san. Sudah lama 'kan, kau tidak makan kue itu? Tunggu sebelas hari lagi, ya? Kita makan kue itu bersama."
Sakura cemberut, ia paling tidak suka kalau ada orang yang merusak rambutnya. Sebelum ia sempat membalas ucapan Mebuki, pintu rumah itu terbuka.
***
"Sakura, ini Bibi Mikoto, teman Kaa-san." ujar Mebuki memperkenalkan teman masa kecilnya itu pada Sakura. "Dia akan menjagamu dengan baik. Jadi, kau juga harus bersikap baik padanya."
"Hm," gumam Sakura tidak peduli. Kini ia lebih sibuk bermain Pou di gadget-nya.
Mebuki meringis malu dengan sikap cuek Sakura, ia pun menatap Mikoto dengan tatapan meminta maaf.
"Maaf ya, Mikoto? Sakura memang sedikit keras kepala. Tapi sebenarnya dia anak yang manis. Percayalah."
Mikoto tersenyum maklum. "Tidak apa-apa. Aku mengerti."
"Maaf karena telah merepotkanmu."
"Tidak masalah, aku sangat paham situasimu, Mebuki. Sekali-kali aku membalas kebaikan yang kau lakukan dulu, haha."
Mebuki tertawa kecil. Namun tawanya langsung meluntur ketika ia melihat ke arah jam. Sekarang waktunya ia harus pergi.
"Mikoto, aku harus berangkat sekarang juga," pamit Mebuki mulai panik. "Sakura, jaga dirimu, ya? Kaa-san akan cepat pulang."
"Hm." Lagi-lagi Sakura hanya menggumam, tidak mempedulikan perkataan Mebuki.
"Kaa-san menyayangimu." Mebuki langsung memeluk putrinya itu erat-erat, membuat Sakura sedikit tersentak. "Jangan nakal-nakal, ya? Jangan menyusahkan Bibi Mikoto."
"Ck, iya!" Sakura menggeliat berusaha melepaskan diri dari pelukan Mebuki. "Kaa-san, lepas. Nanti Kaa-san terlambat."
Mendengar ucapan Sakura, refleks Mebuki langsung melepas pelukannya. Ia tertawa kecil.
"Ah, ya. Satu lagi." Sebelum Mebuki pergi, ia memberikan sebuah kecupan di pipi kanan Sakura. Membuat gadis itu langsung membeku seketika. "Tunggu Kaa-san, ya? Kue Red Velvet-nya akan datang, tenang saja. Hehe."
Sakura masih diam membeku sampai Mebuki pergi. Ciuman itu, membuat jantung Sakura berdegup kencang. Karena baru pertama kalinya, ia merasakan sesuatu yang bergejolak di hatinya. Sesuatu yang jarang ia dapatkan. Sesuatu yang hangat.
Tapi Sakura masih bingung, perasaan nyaman apakah ini?
***