Chapter 19

119 13 2
                                    


“Cella, kamu ga sekolah hari ini?”

Ayah muncul tiba-tiba dari balik pintu kamar. Cella yang tampak lemas di tempat tidur, wajahnya tampak pucat. Cella memijat keningnya dan memejamkan kedua matanya. Entah kenapa badannya tidak dalam kondisi baik. Ketika Cella bangun dari ranjang, badannya limbung. Untung Ayah sigap menahan tubuh Cella. Kalau tidak, ah Ayah tidak bisa membayangkan anaknya jatuh dari tempat tidur.

“Kita ke dokter ya?” bujuk ayah. Namun Cella menggeleng lemah.

“Ga mau, Ayah. Cella di rumah aja. Cella kayaknya masuk angin,” keluh Cella menahan nyeri mendera di kepalanya.

“Kalo gitu, Ayah panggil tukang pijat langganan ya. Dan Ayah akan segera membuat bubur.” Ayah langsung mengambil ponsel di dalam saku celananya. Tangannya dengan cekatan mengetik ke nomer yang dituju. Setelah itu, Ayah menuju ke dapur untuk memasak bubur, dan menjerang air.

Cella kembali berbaring di ranjang. Aduh kenapa kepalaku sakit sekali, keluh Cella dalam hati. Tangannya mengambil ponsel di meja nakas dan membaca pesan yang masuk. Satu persatu Cella membaca pesan dari Fani, kedua pesan dari Ikki dan yang ketiga, pesan dari Ethan cowok tampan yang Cella sukai dan tidak berniat membalas pesan dari Ethan. Malas ah, entar malah panjang ceritanya.  Cella hanya tersenyum dan menaruh kembali ponselnya.

Cella jadi teringat kejadian kemarin. Kelakuan Selena kamseupay membuat Cella ingin muntah di tempat. Norak abis pokoknya. Cella muak melihatnya. Tidak ada yang memperhatikan Cella, semua yang hadir di café itu tertuju sama Selena. Ya, Selena memang cantik, tinggi, tubuhnya langsing, walau wajahnya terlalu putih. semua orang bisa saja tertarik sama Selena. Cella sebel, kenapa sih Ethan tidak menyingkir dari Selena? Memikirkan Selena, Cella jadi ingin muntah beneran. Cepat-cepat Cella berlari menuju kamar mandi dan memuntahkan semuanya. Setelah selesai membersihkan diri dari kamar mandi, Cella melihat seorang ibu paruh baya sedang menunggu di ruang tamu. Ibu ini adalah tukang pijat langganan Ayahnya. Segera saja Cella mempersilakan Ibu itu masuk ke dalam kamar disusul oleh Cella.


Di sekolah jam istirahat. Ikki melamun sesekali matanya melirik bangku kosong di sebelah Fani. Kata Fani sih, Cella ga masuk sekolah karena sakit. Ikki berniat menjenguk ke rumah tapi Cella tidak ingin dijenguk oleh siapapun. Kalau sudah begini sih Ikki tidak bisa memaksa. Ikki keluar kelas sambil memasang headphone di kedua telinganya. Sayup-sayup Nothing else Matter nya Metalicca mengalun. Kakinya yang panjang melangkah menuju ruang tim Olimpiade. kepalanya menjulur ke dalam, ada bebrapa anggota tidak Ikki kenal. Ikki membalikkan badan sesekali bibirnya bersenandung mengikuti lirik lagu tersebut. Kakinya menuju ke pohon rindang dan merebahkan tubuhnya ke bangku. Ikki memejamkan matanya menikmati alunan lagu cadas.

So close no matter how far

Couldn’t be much from the heart

Forever trust in who we are

And nothing else matter

Sepenggal bait lagu itu membuat Ikki teringat sahabatnya, Cella. Gadis manis itu memang sudah akrab dengan Ikki. Cella yang dulu bedang dengan Cella yang sekarang. Gadis itu tambah manis saja. Kalau mendengar celotehnya entah kenapa Ikki jadi rindu. Sekolah ini sepi kalau tidak ada Cella. Ikki ingin mengungkapkan kebenaran. Kebenaran berganti menjadi sebuah rasa.

Namun itu tidaklah mungkin, Ikki mengetahui Cella menyukai cowok berkacamata itu. Tangan kanannya memegang dadanya. Its hurt. Oh God, will you take away my pain? Apakah masih ada tempat untukku dihatimu? Ikki memantik rokok dan menghisap dalam-dalam. Dihembusnya asap rokok keluar dari hidung. Menghela napas panjang, pikirannya melayang entah kemana. Matanya menerawang ke langit kelabu. Ah sebentar lagi akan turun hujan. Mematikan rokoknya, Ikki segera menuju ke dalam kelas jam pelajaran berlanjut.


Cella sudah masuk sekolah. Tiga hari tidak masuk membuat Cella ketinggalan pelajaran. Untung Cella mempunyai sahabat, Fani selalu bersedia membantunya. Cella meminjam buku-buku untuk di fotokopi.  Ketika melewati ruang tim, Cella acuh tak acuh. Padahal di dalam ada Ethan. Ethan melihat Cella segera menyusul. Dalam hati Ethan berkata, kenapa juga gue ikutin dia ya? Etapi sikap dia kok aneh ya? Apa lagi PMS? Ah gue ikutin dia deh.

Cella merasa diikuti menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa. Cella kembali berjalan seperti biasa. Ethan sembunyi dibalik tembok. Menghela napas Ethan mengintip di balik tembok tersebut. Pelan-pelan, kaki panjangnya melangkah agar tidak ketahuan. Cella tiba-tiba membalikkan badannya, secepat itulah Ethan bersembunyi di balik tong sampah. Sial, tong sampah ini bau banget, gerutu Ethan dalam hati.

Waktu terus bergulir, tak terasa ini hari Sabtu, Cella belum nongol sama sekali. Maksud di sini Cella belum menampakkan batang hidungnya. Cella absen di tim olimpiade. kata Fani, hari ini Cella tidak masuk sekolah lagi. Membuang napas keras, Ethan memutuskan ke rumah Cella.

Ethan mematikan motornya. Dilihatnya rumah Cella sepi seeprti tidak ada orang. Ethan berjalan ke halaman dan mengetuk pintu. Setelah menunggu lama, akhirnya ada yang membukakan pintu.

“Oh nak Ethan, ayo masuk.” Ayah membimbing Ethan masuk ke dalam ruang tamu.

“Apa Cella ada, Om?” Tanya Ethan, seperti biasa tanpa basa basi.

“Oh tentu dia ada. Tunggu ya, Om panggilkan Cella dulu.” Ayah beranjak dari kursi tamu untuk memanggil Cella. Yang ditunggu pun keluar. Cella memakai celana training panjang warna krem, dibalut sweater longgar pink, rambutnya biasa digelung kini digerai begitu saja. Poninya hampir menutup matanya diselipkan di daun telinganya. Bagi Ethan Cella tampak cantik hari ini.

“Hai.” Sapa Ethan.

“Hai juga.” dibalas Cella dengan pendek.

“gimana harimu? Katanya lo sakit lagi?”

“Ya begitulah,” jawab Cella sambil memperlihatkan lesung pipinya.

“Cella.”

“Hm?”

“Gue ke sini ingin menanyakan keseriusan lo masuk di tim gue. Karena udah seminggu ini lo bolos absen. Lo tuh sebenarnya ada apa?”

“Gue lagi jenuh aja, Kak,” jawab Cella. Padahal sih tidak jenuh. Itu hanya alasan Cella saja.

“Beneran lo lagi jenuh?” yang ditanya hanya mengangguk saja. “Terus kenapa lo ga bilang sama gue kalo lo jenuh?” sahut Ethan pelan.

“Karena gue ga mau ngerepotin Kak Ethan.”

Ethan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Tangan kanannnya membetulkan letak kacamata minusnya. Netra hazelnya melirik mata hitam milik Cella. Ada kelelahan di dalam matanya. Cella menunduk memainkan jari-jarinya.

“Besok kita jalan-jalan yuk?” ajak Ethan.

“Kemana?”

“Kemana yang lo mau.”

Cella tampak berpikir. “Oke, sudah gue putuskan.”

“ke?”

“Gue pengen ke Taman Lalu Lintas.”

“Apa?”


TBC



CintapiadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang