26. Direncanakan

234 33 11
                                    

Bagas tersenyum penuh kemenangan. Apa yang dibilangnya benar. Semuanya.

Tak henti, senyum lebar itu selalu tersungging di bibirnya. Tangannya bergerak menyisir rambutnya yang keriting. Namun, senyum itu sempat berubah menjadi kerutan bibir karena tangannya berhenti di udara, rambutnya ini sedikit menyusahkan. Seketika kekehan dari Genta dan Fareed membuatnya mengumbar senyum dan ikut terkekeh, berganti hanya merapikan jambulnya yang hampir menyentuh alis mata.

"Kak Bagas nggak pernah dimarahin guru apa buat pangkas rambut? Liat deh ini panjang banget." Gita mencondongkan tubuh, memegang rambut Bagas. "Tuh 'kan, kalo dilurusin, ini tuh udah sampe alis."

"Udah capek Git guru ngebilangin dia. Tapi yah tau sendiri, bebal kalo dibilangin. Ibaratkan bola dipantulkan, membal tuh bola entah ke mana." Genta menyahuti perkataan Gita dengan santai.

"Udah, udah, nggak usah ngalihin pembicaraan. Sekarang, gue minta uang, 'kan gue yang menang."

Genta mendengkus. "Apaan? Orang kita nggak pernah ngejanjiin apa pun kok."

Bagas tertawa terbahak-bahak. Berhasil membuat Fareed mengernyit sambil menggeleng. "Gila!"

"Udah gue bilang 'kan, gue berhasil buat Maira jatuh cinta. Kalian sih nggak percaya mulu sama gue."

"Kita 'kan cuma mau ngebuktiin aja biar lo nggak nyesel, Gas," sahut Genta tidak mau kalah.

"Ya udah, sekarang udah kebukti 'kan. Jadi gue bisa balik ngedeketin Maira."

"Tunggu dulu!" Genta mengintrupsi. "Kita tunggu sampe dia ngomong sama lo, Gas."

Bagas terkekeh. "Nggak bisa, Gen. Udah lama banget gue nahan biar nggak ngedektin dia cuma karna ide gila kalian ini. Udah cukup. Gue nggak tahan lama-lama jauh dari dia." Sedetik kemudian, ia mengalihkan pandangan menatap serius Gita yang duduk di sampingnya. "Kamu nggak pa-pa 'kan, Git?"

"Tentu, Kak Bagas. 'Kan Gita cuma mau bantuin Kak Bagas buat nyadarin kak Maira kalo dia sebenernya udah suka sama Kak Bagas, tapi gengsi banget buat bilang ke Kak Bagas," jawab Gita senantiasa diiringi senyum lebarnya. "Liat aja gimana waktu dia nyenggol bahu Gita karna cemburu liat Kak Bagas sama Gita."

Bagas mengangguk dan senyum itu kembali terbit di bibirnya. "Tapi, senggolan dia nggak sakit 'kan?" tanyanya pada Gita.

"Nggak sesakit hati yang lagi patah." Bukan Gita yang membalas perkataan Bagas, melainkan Genta.

Gita terkekeh. "Nggak kok, nggak pa-pa. Kak Bagas nggak usah khawatir sama Gita," kata Gita dengan senyum lebar di bibirnya, membuat Bagas lega.

"Makasih," tuturnya tulus kepada Gita. Tatapannya beralih, memandang tepat pada meja kantin yang tadinya menjadi tempat duduk Maira dan teman-temannya saat istirahat.

Sebenarnya Bagas sama sekali tidak ada niat untuk menjauhi Maira. Hanya saja, Genta mengusulkan hal seperti itu yang disetujui oleh Fareed dan Gita guna membuktikan bahwa Bagas benar-benar tidak akan salah menetapkan hatinya, seperti kesepakatan Genta. Awalnya ia menolak mentah-mentah, namun setelah dipikir-pikir tidak ada salahnya. Bagas juga ingin tahu, Maira mencarinya atau tidak karena tidak mungkin gadis itu berbicara padanya secara langsung. Sebagaimana cintanya pada Maira, ia juga menginginkan perasaannya dapat terbalas. Tidak hanya merasakan jatuh cinta sendirian. Dan ternyata, ia membuktikannya. Membuktikan pada Fareed dan Genta bahwa gadis itu sudah memiliki rasa padanya, terlihat dari gelagat dan lirikan matanya. Juga membuktikan bahwa kepribadian dan fisik bukanlah suatu hal yang harus dipermasalahkan dalam cinta.

Ketika bel pulang kelas unggulan berbunyi, ia mengambil tas yang tergeletak di atas meja kantin, lalu melangkahkan kaki menuju kelas Maira. "Pulang duluan ya, Gaes."

***

"Maira!" Seseorang memanggil Maira, berhasil membuatnya menghentikan langkah dan menengok ke belakang.

Cewek itu mengernyit ketika melihat Bagas berjalan ke arahnya sambil tersenyum lebar. Tak henti, ia bertanya-tanya ada apa gerangan cowok itu tiba-tiba menghampirinya setelah sudah menemukan cewek lain? Bukankah hanya membuang waktu menghampiri cewek yang sudah menyia-nyiakannya? Atau kedatangannya hanya karena ingin mengolok-oloknya saja?

"Kamu nggak kangen sama aku?" tanya Bagas begitu berdiri di sampingnya.

"Gue? Kangen sama lo?" Maira terkekeh. "Ya, nggaklah! Ngapain juga gue kangen sama cowok yang udah punya pacar kayak lo." Maira kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Tuh 'kan, ketauan banget cemburunya." Bagas tergelak. "Serasa jadi suami yang lagi dimarahin istri karna ketauan selingkuh. Nggak kasian apa, sama dedek bayi yang ngedengerin pertengkaran orangtuanya." Bagas mengulum senyum sambil mengelus perutnya.

Maira mendengkus. "Nggak lucu!"

Bagas berlari kecil ke depan Maira dan berjalan mundur, pandangannya lurus menatap ke arah Maira. "Pulang bareng yuk!"

"Nggak bisa! Temen-temen gue udah nunggu di parkiran. Kita mau pergi ke mall pake mobil Billy." Lalu kembali berbicara, "Lagian lo ngapain coba susah-susah ngajakin gue pulang bareng, padahal lo udah punya cewek."

Bagas berhenti. Membuat Maira juga menghentikan langkah. Cowok itu memajukan langkah sembari tersenyum.

"Lo mau ngapain?" tanya Maira tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya.

Bagas menghela napas. Kemudian, ia menjelaskan tentang Gita pada Maira. Bukan Gita sebagai pemilik kafe tempatnya bekerja untuk melunasi uang sekolah Maira tempo lalu, tapi sebagai adik kelas yang hanya kebetulan menakdirkan mereka sehingga bisa saling mengenal satu sama lain. Juga rencana yang diusulkan Genta padanya. Semua, Bagas jelaskan pada Maira, tanpa menutup-nutupi sedikit pun kebenaran yang sudah terjadi.

Diam-diam, ada kelegaan dalam hati Maira mendengar penuturan Bagas. Tanpa bisa dicegah, senyum tipis tersungging di bibirnya kala memerhatikan cowok itu berbicara. Berbicara sambil sesekali menyuguhkan sedikit gurauan. Mendengarnya dapat melunturkan prasangka buruk yang sempat hinggap di benaknya. Meluluhkan amarah yang tadi begitu menggebu-gebu.

"Maira...." Bagas menundukkan sedikit kepalanya, menyejajarkan wajahnya dengan wajah Maira, lalu kembali memanggil Maira ketika cewek itu hanya bergeming sambil tersenyum.

Maira mengerjap-ngerjapkan matanya ketika ia sadar. Ia mengembuskan napas panjang. Tidak. Ia tidak akan menyia-nyiakannya lagi. Sudah cukup perkatan Talia yang selalu terngiang-ngiang di benaknya. Ia akan mulai memperbaiki segalanya. Segala yang dulu pernah diabaikannya.

Ia menarik sudut bibirnya hingga menampilkan senyuman manis. "Oke, gue bakalan pulang bareng lo. Tapi tunggu, gue telepon Billy dulu biar mereka tau kalo gue nggak bisa ikut sama mereka hari ini."

Bagas mengangguk, bagaikan anak kecil yang dijanjikan ibunya untuk dibelikan sesuatu yang disukainya. Sungguh, ia merasa bahagia. Tak ada yang perlu dipermasalahkan lagi. Kalau sudah begini, Bagas tidak perlu lagi ke sana kemari untuk mencari kebahagiaan. Sudah di depan mata. Ah, Bagas jadi ingin menyanyikan lagu Raffi Ahmad dan Nagita Slavina yang berjudul kamulah takdirku. Mungkin, lain kali, ia akan mengajak Maira untuk menyanyikan lagu itu agar nantinya bisa menyusul seperti pasangan tersebut. Semoga saja.

***

[12 Januari 2018] - [08 Juli 2018]

Raksa Cinta #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang