Love:Death 2

510 35 0
                                    

Happy Reading


Pagi ini aku sudah ada di dapur. Aku berniat untuk membuat sarapan untuk kami berdua. Aku membuat omlet dan beberapa daging bacon untuk Paul. Ini masih pukul setengah 7 dan aku masuk kantor pukul 8. Sudah kebiasaanku untuk memasak di tempat tinggalku ini. Setelah sarapan telah jadi, aku bergegas ke kamar Paul untuk membangunkannya. Sesampainya di kamarnya, aku mengetuk pintu dan berteriak agar membuatnya bangun.

"Paul, bangunlah! Waktunya sarapan."

Tidak ada jawaban sama sekali. Memangnya semalam apa yang dia lakukan? Kalau begini aku harus pakai cara lain. Aku mencoba memutar gagang pintu kamarnya, siapa tahu tidak terkunci. Sesuai dugaanku kamarnya tidak terkunci. Aku masuk kedalam kamarnya dan mencari keberadaannya. Kamarnya tidak bisa disebut kamar. Di dalamnya sungguh banyak alat alat laboratorium, pisau pemotong daging segala ukuran dan juga alat penyiksa. Aku tidak tahu darimana dia mendapat semua barang ini tetapi yang aku tahu dia bekerja di sebuah organisasi gelap yang bertujuan untuk meneliti. Aku sunggu tidak mengerti tentang pekerjaannya. Akhirnya kutemukan dimana dia tapi aku kaget saat melihat mayat dengan tangan yang sudah terpotong, perut yang terbelah dan mengeluarkan isi di dalamnya dan juga mulut yang dirobek. Aku sangat marah saat dia membiarkan lagi mayat tergantung seperti ini.

"Paul! Kau bangunlah."

Kugoncangkan badannya agar dia terbangun dari tidurnya. Dia mulai terasa terganggu dan mengusap wajahnya. Dia melihatku dengan muka yang masih sangat ngantuk.

"Paul, apa maksudnya ini?! Membiarkan mayat tergantung seperti itu. Tahukah kau bahwa baunya sangatlah amis. Lihatlah darahnya, berceceran dimana mana. Kamarmu jadi kotor karena darah seperti ini. Bangunlah dan bereskan semua kekacauan ini."

"Kak... pagi ini kau sangat cerewet. Apakah tidak ada ciuman selamat pagi."

"Tak akan kuberikan hal itu jika kamarmu berantakan seperti ini. Cepat bereskan semua ini dan juga potongan lengan dan jari jari itu jika tidak kau pakai, cepatlah kubur."

Dia terlihat cemberut namun mengikuti perintahku. Aku mengangguk dan keluar dari kamarnya. Aku harus segera menghidangkan makanan. Aku berjalan ke dapur untuk mengambil semua masakanku. Akupun membereskan dan meletakkan sarapan di meja makan. Setelah itu aku duduk sambil menunggu Paull. Setelah beberapa menit, Paul keluar dari kamarnya dan menuju ke meja makan. Sesampainya di meja makan, dia menghampiriku lalu mencium pipiku.

"Itu hadiah ciuman selamat pagiku."

"Kau sudah mandi?."

"Ya jelas sudahlah kak. Lihat, aku kelihatan segar bukan."

"Yah memang, tapi kenapa kau tidak memakai baju."

"Sudah makan saja yah kak, sudah lapar banget ini."

"Hei, kau tidak tau tata krama atau apa?."

Dia hanya cuek dan mengambil bacon. Aku hanya menghela nafas melihat tingkahnya itu.

"Eeuwwhh, dagingnya kok matang kak?."

"Lagi malas masak setengah matang. Makan saja yang ada Paul."

Dia pun kembali memakan makanannya itu. Setidaknya dia tidak terus memakan daging mentah. Selesai sarapan, aku kemudian membereskan meja makan dan mencuci piring sebelum pergi ke kantor. Aku memberi tahu Paul bahwa jika dia ingin keluar dia harus membereskan mayatnya itu agar tidak membuat rumah menjadi sangat bau.

"Kalau begitu, aku mau keluar dulu. Kau harus ingat pesanku, kau dengar?."

"Ya ya ya.... Kau cerewet sekali kak. Tenang saja, adikmu yang tampan ini akan melakukan yang kau suruhkan kok."

"Baiklah, kalau begitu aku pamit untuk pergi ke kantor. Jaga dirimu baik baik."

Paul melambaikan tangannya padaku. aku kemudian menutup pintu rumah dan mengambil motorku dan segera melaju di jalanan. Hari ini jalanan sepertinya tidak terlalu macet dan tidak terlalu padat, senggang. Jarak dari kantor ke rumah memang sedikit jauh maka dari itu aku memakai motor saja sebagai transportasi.

Aku berhenti di lampu merah dan berhenti sejenak. Terlihat semua orang sibuk dengan kesibukan mereka sendiri. Setiap hari melakukan hal yang sama dan terus berulang, membosankan. Apa sebenarnya tujuan hidup itu? Apakah semua manusia hidup hanya untuk mendapatkan uang semata? Entah kenapa uang sangat jahat. Semua orang mati matian untuk mencari uang, mati matian mempertahankan uang mereka dan mereka mati karena uang. Lalu buat apa kita hidup jika memang hanya melakukan hal yang membuat kita dalam bahaya juga. Semua terpejam, semua tidak melihat, semua buat. Tidak ada lagi sebuah cahaya yang terang di kehidupan ini. Semua cahaya telah dihabisi oleh uang. Semua hal di dunia ini tentang uang.

Akhirnya lampu hijau telah menyala. Aku menjalankan motorku segera. Namun saat aku baru saja jalan, ada sebuah mobil melaju kencang dan menyenggol motorku. Aku hampir saja jatuh karena ulah mobil tersebut. Aku mencaci mobil tersebut dengan kata kata yang sangat rendah. Namun di depan mataku aku melihat mobil tersebut di tabrak oleh mobil yang juga sangat cepat dari sebelah kanan. Tabrakan yang sangat hebat sampai darah terpercik di motorku. Semua orang mulai berdatangan menghampiri mobil tersebut dan segera menyelamatkan orang yang ada di dalam mobil itu.

"Rasakan itu. Itu balasan karena telah menyenggolku. Hukum karma akan ditegakkan dan balasannya adalah darahmu. Memangnya Tuhan akan menerima mu di surganya. Kau hanya sampah yang memang harus mati. Kau tidak pantas ada di dunia ini. Dunia ini sudah sangat bersedih karena keburukan. Sangat beruntung jika kau mati bukan."

Aku mengambil tisu dari tasku dan mengelap darah di motorku. Akupun menjalankan motorku dan membuang tisu tersebut di mayat pria yang menyenggolku tadi. Aku tidak ingin motorku di nodai oleh darah dari orang busuk seperti dia.

Tidak lama kemudian, akhirnya aku sampai di kantor. Aku segera memakirkan motorku di parkiran dan segera lekas masuk ke dalam kantor. Aku segera menekan lift dan menunggu lift untuk turun. Setelah lift terbuka, aku langsung segera masuk. Aku kemudian menekan lantai tempatku bekerja.

"Tunggu!."

Aku menahan pintu lift dan membiarkan orang itu masuk. Tidak kusangka ternyata orang itu adalah Josh.

"Jo..sh."

"Oh, hai. Kau pria di toilet itu kan."

"I-Iya."

"Namamu Tylor bukan?."

"Iya.... Itu namaku. Taylor."

Entah kenapa pipiku semakin memerah. Ternyata dia mengingat namaku, aku sangat bersyukur akan hal itu.

"Kamu mau ke lantai mana?."

"Aku mau ke lantai 4."

"Wah, kalau begitu sama. Aku juga ada urusan di lantai 4."

"Heh? Benarkah? Baguslah."

Dia hanya tersenyum menanggapi perkataanku. Suasana kembali hening. Tidak lama pintu lift terbuka dan dia berpamitan untuk pergi.

"Woah... tadi itu sangat mendebarkan."

Aku kemudian segera menuju ke meja kerjaku. Saat aku sudah melihat meja kerjaku, aku langsung merasa malas karena melihat satu sampah dunia lagi. Dia adalah George. Dia adalah pria yang sudah berumur 30 an dengan badan yang tinggi dan kekar. Namun dengan badannya itu dia menggunakannya untuk selalu mengerjaiku setiap kerja.

"Oh, ini dia sih payah datang."

Aku akan terus menghiraukannya dan membiarkan dirinya lelah sendiri. Aku kemudian berjalan di depannya dengan menghiraukannya. Namun tiba tiba badanku tidak seimbang dan jatuh. Ternyata dia mengganjalku sehingga membuatku terjatuh.

"Hei payah, kau ini tidak melihat yah. Makanya kamu jatuh, payah sih."

Aku bangun dan berusaha tetap menghiraukannya. Aku segera pergi ke mejaku dan mulai untuk bekerja. Tidak boleh ada penghalang bagiku, biarpun itu sekeras apapun. Jika memang sulit, kita lenyapkan saja dari dunia ini. Bukankah sesimple itu?.


Yo Semua!
Masih stay yah di cerita
Semoga suka yah

Vote and Comment


-Gee-

Dunia MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang