Love:Death 4

328 30 0
                                    

Happy Reading.....


Taylor POV

Kurasa aku sudah sangat lama diluar. Aku sebaiknya kembali ke kantor sebelum aku mendapat teguran. Sekarang ini sedang berada di ruangan kerja Paul dan sungguh membuatku malas. Di ruangan terlalu banyak souvenir. Souvenir disini bukanlah souvenir yang biasa orang lain punya. Souvenir yang kumaksudkan ialah "hadiah" yang ia dapatkan setelah dia bertarung. Sungguh banyak kumpulan kepala disini dan bertempuk. Bukan hanya kepala saja, potongan tangan, telinga dan juga kaki tergantung dimana mana. Bahkan bola mata disini dijadikan hiasan bola lampu. Taylor sedang mengobati tanganku dengan menjahit robekan luka yang kudapat dari pertarunganku tadi.

"Hei Paul, tinggal berapa lama lagi aku harus duduk seperti ini. Aku harus cepat kembali ke kantor tahu."

"Ah, kau sangat cerewet kak. Sebentar lagi ini akan selesai. Lebih baik kakak duduk dengan manis saja dan menunggu aku perban tanganmu."

Aku menghela nafas karena tingkah adikku satu ini. Kalau dikira kenapa aku tidak ke rumah sakit dan kenapa aku hanya di obati adikku sendiri. Sebenarnya keluargaku sangat tidak mempercayai yang namanya dokter. Kami sudah banyak mempelajari ilmu tentang kesehatan jadi kalau soal pengobatan kami bisa melakukannya sendiri. Adikku juga merupakan ahli bedah yang hebat jadi walaupun aku punya luka yang sangat serius, dia bisa mengobatinya dengan baik. Jadi aku tidak perlu repot repot membuang buang uangku di rumah sakit.

Akhirnya tanganku sudah di perban dan akupun bisa kembali ke kantor.

"Memangnya kau bisa mengendarai motormu dengan keadaan seperti ini."

"Tentu saja. Aku ini kuat."

"Tapi kan aku bisa mengantarmu kak."

"Hei, jangan memandangku tidak berguna seperti itu! Aku bisa sendiri ke kantor. Ingat, aku ini kan kakakmu."

"Haa.... Iya iya, kau memang kakakku. Kalau begitu berhati hatilah karena mungkin jahitannya akan lepas."

"Tenang saja."

Aku kemudian berjalan keluar dan menuju ke parkiran untuk mengambil motorku. Kantor adikku ini sangat tersembunyi dan hanya orang yang di dalam yang tahu. Aku melihat jam tanganku dan sudah menunjukkan jam setengah 2 siang. Sebaiknya aku bergegas menuju ke kantor.

Tidak butuh waktu yang lama untuk sampai ke kantor dan juga tanganku sudah tidak apa apa untuk mengendarai motor. Sesampainya di kantor, semua orang melihatku dengan wajah yang heran.

"Taylor, kenapa kau lama sekali?."

"Ah, maaf pak. Tadi ada sedikit insiden."

"Insiden? Insiden apa? Dan juga kenapa dengan tanganmu."

"Hanya luka kecil kok pak, tidak perlu khawatir."

"Hmm.. kalau luka kecil kenapa harus diperban seperti itu. Kau ini."

"Hehe... iya pak. Kalau begitu, saya izin untuk melanjutkan kerjaan."

"Tapi kan tanganmu di perban, bagaimana kau bisa kerja."

"Tidak perlu khawatir pak, kan aku masih punya satu tangan."

"Kau ini... bisa saja membuat alasan."

Aku kemudian bergegas menuju meja kerjaku. Kulihat si bajingan itu melihatku terus meneruss. Sepertinya dia sangat senang melihatku luka seperti ini.

"Kenapa kau melihatku."

"Tidak! Siapa yang melihatmu. Aku hanya melamun asal kau tahu!!."

Dasar orang aneh, bukannya tadi dia benar benar memperhatikanku. Tunggu dulu! Buat apa aku memikirkan kelakuan bajingan itu. Bukannya sebaiknya aku bekerja.

Dunia MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang