Mencoba Melupakan

20 2 1
                                    



       Ku terbangun dengan wajah sembab, kulihat bantalku basah dengan tangisanku semalam. Ingatan yang terus mengganggu pikiranku membuat aku menjadi sangat terpuruk. Sekarang aku merasa benar- benar sendiri. Tidak ada orang yang mengerti diriku. Aku berpikir ini adalah takdir hidup yang harus aku tempuh selamanya, menjadi seorang gadis penderita arrhen phobia. Kucoba melirik ponselku, yang ku dapati malah lima panggilan tidak terjawab dari Rizky dan satu panggilan tidak terjawab dari dokter Danang.

           Karena ini sudah pukul enam pagi, aku langsung bergegas untuk mandi dan siap- siap pergi ke sekolah. Mungkin untuk saat ini aku butuh sendiri dulu, jauh dari mereka semua. Dan mencoba untuk mengendalikan emosi yang bergejolak di dalam batinku.

          Semua aktivitas pagi berjalan seperti biasa.” San, besok kan hari sabtu, acara bina keluarga kita. Kamu maunya kita pergi kemana?” Tanya ibu kepadaku, tepat saat aku baru menyelesaikan sarapan pagiku. Aku hampir lupa kalau besok hari sabtu, waktu untuk keluarga. “ Terserah aja bu, coba tanya Ali.” Aku sedang tidak ada planning mau kemana, jadinya aku menyuruh ibu untuk bertanya pada adikku.

     “ Kalau aku mau di rumah aja, sekalian kita lomba nyusun lego. Gimana?” Usul Ali pada kami. Sebenarnya, aku tidak terlalu setuju dengan ide itu. Tapi, mungkin itu lebih baik daripada harus keluar dengan suasana hatiku yang sedang tidak baik. Akhirnya kami semua menyetujui ide itu. Tak apalah, menyusun lego bisa melatih kemampuan otakku. Walaupun aku tahu pasti adikku selalu  jadi pemenangnya. Kalau soal beginian dia jagonya. Genius boy. Adikku sangat cerdas, bahkan ia mempunyai ingatan photoghrapi. Mungkin nanti aku akan membutuhkan kemampuannya itu.

      Tidak ada yang spesial di sekolah, seperti biasa aku mendengarkan guru menerangkan. Tapi yang membuatku khawatir adalah tugas kelompok yang diberikan guru pada kami. Aku sekelompok dengan Rizky , adit dan Thefani. Aku beruntung masih ada Thefani, sayangnya duanya lagi adalah cowok. Mendengar hal itu, jantungku berdetak sangat kencang. Tugasnya harus sudah selesai minggu depan. Guru fisika kami meminta kami agar membuat video pembelajaran mengenai momentum dam impuls
       
      Untuk  kontennya sendiri dan cara pembuatan video, aku tahu. Masalahnya adalah aku harus bekerja sama dengan mereka. Aku benar- benar tidak siap dengan itu. Aku bebisik pada Thefani mengenai rencana ganti kelompok, tapi ia menolak. “ Udalah San, kali ini terima aja. Mood Bu Rini lagi jelek, nanti bisa- bisa nilai kita dikurangi lagi.” Ia juga kata Thefani, aku harus terima kali ini. Lagiankan Rizky dan Adit baik, jadi akan lebih mudah untuk menyelesaikan tugasnya.

     “ Bagaimana kalau kita ngerjainnya sepulang sekolah?” Tanya Rizky pada kami. Semua langsung menjawab setuju, kecuali aku yang masih diam dan berpikir.” Kamu setujukan Embun?” tanya Rizky padaku. Mau tidak mau aku mengangguk saja, lagi pula lebih cepat lebih baik. Aku tidak inign berlama- lama bersama dengan lelaki.

    Dari tadi aku juga menahan gemetar di tanganku karena harus berbicara langsung dengan Rizky dan Adit. Aku sangat mengesalkan diriku sendiri karena hal ini. Untungnya Thefani tetap ada di sampingku, aku mencengkram erat tangannya.

    “  Kalau gitu, kita ngerjain tugasnya di rumahku aja ya, sekalian Pak sapto yang menjemput kita dari sekolah.” Usulku pada mereka. Aku sebenarnya tidak nyaman membawa teman lelaki ke rumah, tapi dari pada aku yang ke rumah mereka lebih baik aku mangajak mereka saja ke rumah. Semua akan terkendali, aku juga bisa minum obat penenang yang tidak menidurkan. Itu akan membuat aku tenang dan dapat mengontrol diri selama efek obatnya masih bekerja.

    Sesuai rencana, kami langsung menuju ke rumahku setelah pulang sekolah. Untungnya Pak Sapto sudah datang menjemput lebih awal, jadi kami tidak perlu cape menunggu lagi. Aku langsung masuk mobil dan duduk di bangku depan, sedangkan Thefani dan yang lainnya di bangku tengah. Selama perjalanan Adit terus membuat lelucon, dia memang orang yang humoris. Kenapa aku baru menyadarinya ya…

      Akhirnya kami tiba di rumahku, aku langsung mempersilahkan mereka masuk dan menunggu di ruang tamu. Lalu aku menyuruh bi Ijah agar membuatkan minuman untuk mereka. Setelah beberapa lama, kami memutuskan untuk mulai mengerjakan tugas kami. “ Okey, kita mulai dari pengantar ya, Embun kami pinjam kamera sekaligus tripodnya ya.” Ucap Rizky padaku. Aku hanya mengangguk dan berlalu menuju kamar untuk mengambil kameraku.

GugurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang