Kertas Putih

26 2 0
                                    


Akhirnya semua ujian telah aku lewati. Aku sudah benar- benar lega sekarang. Dalam dua minggu ke depan aku akan menerima hasilnya. Masih ada waktu untuk memilih SMA yang ingin kumasuki. Mungkin mengajak Thefani untuk masuk SMA yang sama akan menyenangkan.

“ Fan, kamu hari ini sibuk gak?” aku menelepon Thefani dan langsung bertanya kepadanya.” Maaf Cass, kalau hari ini aku sepertinya sangat sibuk. Ada hal yang harus aku siapkan.” Jawab Thefani padaku. Tidak biasanya Thefani sibuk, aku jadi ingin tahu apa yang sedang ia kerjakan.” Padahal aku mau mengajakmu kerumahku dan berbincang soal SMA yang akan kita masuki, Kamu sedang apa Fan?”

“ Maaf aku gak bisa Cass, pastinya ada urusan yang harus aku kerjakan, udah dulu ya..bye.” Thefani langsung mengakhiri teleponya, bahkan aku tidak sempat untuk membalas sapaan terakhirnya sebelum menutup telepon. Apa aku bertanya pada Rizky saja? Setidaknya berbicara kepadanya lewat telepon, atau chatting dengannya.

Kuputuskan untuk menelepon Rizky dan berbincang dengannya, lumayan untuk mengusir rasa bosanku. “ Riz, maaf mengganggumu, kamu lagi sibuk gak?” tanyaku kepada Rizky lewat telepon. “ Maaf Embun, kalau sekarang aku sedang sibuk. Ada hal yang harus aku lakukan.” Jawab Rizky kepadaku. “ Kalau boleh tau kamu sedang apa?” sifat ingin tahuku muncul, tidak tahu itu sopan atau tidak menurut Rizky. “ Yang pasti sesuatu yang urgent Embun, udah dulu ya…bye.” Rizky langsung menutup teleponnya.

Aku sangat heran dengan tingkah mereka hari ini. Apa hanya aku yang sedang tidak melakukan apapun? Jangankan teman- temanku, ayah dan ibu juga adikku pergi tanpa memberitahuku. Mereka hanya bilang ingin membeli perlengkapan pramuka adikku. Minggu depan Ali akan melaksanakan kemah dari pramukanya. Benar- benar hari yang membosankan bagiku, padahal inikan hari minggu. Hari dimana orang bisa bersantai dan menenangkan diri dari aktivitas mereka yang penat selama enam hari.

Aku ingin pergi ke tempat dokter Danang dan berbincang dengannya. Tapi, aku tidak mau mengganggu weekendnya bersama Ms. Dian. Sekarang aku merasa sendirian. Mungkin membaca novel bisa membantuku mengusir rasa bosan ini.

Akhirnya kuputuskan untuk membaca novel karangan Habiburrahman El- Sirazy, novel yang penuh dengan kisah inspiratif dengan latar belakang luar negeri yang sangat menambah wawasan. Aku hanyut dalam bacaanku. Beberapa jam setelahnya aku hanyut dalam tidurku.

“ Embun, kamu di kamar? Ini sudah waktunya makan malam nak, ayo turun dan makan bersama!” panggilan ibu membangunkanku. Betapa terkejutnya aku saat tahu sekarang sudah pukul delapan malam. Aku bahkan belum mandi sore. Kalalu dihitung, aku sudah tidur kurang lebih lima jam. Kepalaku jadi terasa sangat pusing karena kebanyakan tidur.

Setelah aku sudah benar- benar sadar dari tidurku, aku memutuskan untuk mandi dulu sebelum ikut sarapan bersama keluarga. Suara ibu dan Ali dari tadi sudah sibuk memanggilku, aku hanya menjawab sebentar lagi. Saat sudah selesai mandi dengan terburu- buru, aku langsung memakai piama tidurku. Bahkan tanpa sempat sisiran dan berbedak. Rambut panjangku hanya kuikat melingkar dengan karet rambutku. Akupun langsung keluar kamar dan menuruni tangga ke meja makan keluarga.

Tidak biasanya aku memakai piama saat masih mau keluar dari kamar. Soalnya aku malu kalau memperlihatkan piamaku yang bermotif dora dan boots. Agak kekanakan kalau dilihat orang. Tapi, kalau hanya ayah, ibu, dan Ali itu tidak akan menjadi masalah.

Aku berjalan cepat menuju meja makan. Tepat saat aku menginjakkan kaki di lantai satu rumah, tiba- tiba lampu padam. Sontak aku menjerit meminta tolong. Aku sangat takut pada kegelapan. Mungkin salah satu hal yang kubenci selain kucing adalah gelap. Aku bisa teringat akan kejadian yang mengerikan itu karena gelap. Untungnya aku sudah meminum obatku, jadi tidak akan ada Embun yang pingsan malam ini.

“ Ayah, ibu, Ali, kalian di meja makankan?” tanyaku dengan suara setengah berteriak. Aku harap, mereka mendengarku dan memberika lampu penerangan. Kalau saja aku membawa ponselku, aku bisa menelepon bi Ijah agar menyalakan genset yang disimpan disebelah kamarnya.

“ Ayah, ibu, Ali? Kalian bisa mendengarkanku? Ayo jawab aku!” sekarang aku sudah berteriak. Aku mulai takut lama- lama berada di tempat gelap. Ku coba berjalan menuju meja makan sambil meraba benda yang ada di sekitarku.

Tanpa sengaja kakiku menginjak sesuatu, aku rasa itu tumpukan lego adikku. Ali selalu ceroboh meletakkan mainanya sembarangan. Saat aku rasa aku sudah sampai di meja makan, tiba- tiba tangan seseorang memegangku dan menutup mataku dari belakan. Aku sangat terkejut. “ Hei, ini siapa? Ayah, ibu, Ali? Tolong aku.” AKu berteriak sebisaku, sekarang aku sangat takut

“ Happy birthday to you….” Terdengar suara orang ramai bernyanyi selamat ulang tahun untukku. Lampu pun hidup, betapa terkejutnya aku melihat ayah, ibu, adik, dan teman- temanku berada di depan sambil membawa kue ulang tahun untukku. Aku bahkan lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Kupikir mereka juga pasti akan lupa.

“ Jadi, yang menutup mataku siapa?” aku teringat dengan orang yang menutup mataku dari belakang. Aku pun berbalik untuk melihat orang itu. Dan ternyata itu adalah dokter Danang. Bahkan, dokter Danang menyempatkan diri untuk merayakan acara ulang tahunku. Kulihat sekitar untuk mencari Ms. Dian , tapi dia tidak ada. Entah kenapa aku sedikit lega.

GugurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang