Baru saja rasanya aku bahagia mendapatkan teman- teman sebaya yang mengerti diriku. Rasanya seperti mimpi, semua sirna seketika aku terbangun dari tidurku. Inilah aku sekarang, Embun Cassandra yang baru kehilangan teman barunya. Saat aku baru memulai hari baru dan permulaan hidup baru, aku malah dihadapkan dengan rasa kehilangan.
Ku sadar inilah hidup. Benar kata orang saat ada perjumpaan pasti ada perpisahan. Cepat atau lambat pasti akan ada, entah itu berpisah karena jauh atau mautlah yang memisahkan. Tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini. Yang bisa dilakukan manusia adalah tetap melanjutkan hidupnya. Karena jika tidak mereka kan hidup dalam pepatah mati segan hidup tak mau.
Sampai kapan rasa kehilangan ini akan bersarang di lubuk hatiku? Ini kehilangan yang kedua aku rasakan. Sebelumnya kehilangan harga diri dan orang yang kusayang adalah trauma terburuk yang menjadikanku seperti sekarang. Akankah ada kehilangan ketiga yang akan aku dapatkan? Nantinya aku akan megetahui bahwa kehilangan yang ketiga adalah yang tersulit dalam hidupku.
Bagaimanapun aku harus tetap tegar menjalani semua ini, tidak akan ada yang tahu bagaimana kedepannya. Yang kutahu, hidupku harus tetap kujalani. Bagaimanpun nanti kisah hidupku. Mulai sekarang aku bisa memfokuskan diri pada penyembuhan phobiaku ini. Aku harus menghilangkannya.
Untunglah Ayah sudah mempermisikanku dan Thefani untuk tidak masuk sekolah semalam. Kalau tidak kami pasti sudah dibarisan yang dihukum karena dikira bolos sekolah. Hari ini adalah upacara pelantikan kami. Sudah dua hari aku dan Thefani tidak masuk sekolah.
Hari yang pertama karena mengantar Rizky ke bandara, sedangkan hari selnjutnya karrena malas. Lagian hari ketiga itu pelajaran baris- berbaris dan hanya yang terpilih menjadi petugas upacara hari ini yang diutamakan. Berhubung kami tidak ikut hari kedua, tidak mungkin kami akan dipillih menjadi petugas upacara pelantikan hari ini.
Upacara berjalan dengan khidmat. Sekilas upacara ini seperti upacara yang biasa dilakukan di sekolah. Tapi hanya diakhir acara, siswa yang ditunjuk sebagai perwakilan akn menerima semacam topi simbol calon siswa telah dilantik menjadi siswa. Selain itu, seluruh petugasnya adalah siswa baru. Itu saja bedanya.
Setelah upacara, siswa dapat berinteraksi dengan kakak kelas dan teman- temannya. Aku dan Thefani langsung mencari kak Edward untuk menyampaikan rasa maaf kami padanya. Kami sudah tidak hadir dua hari berturut- turut secara bersamaan. Kupikir dia pasti marah pada kami, tapi nyatanya dia bersikap biasa saja. “ Sudahlah, tidak usah diambil pusing. Itu urusan kalian, setiap orang punya urusan yang harrus diurusikan? Akukan hanya kakak fasilitator kalian.” Ucapnya sambil memberkan selembar kertas hvs pada kami.
“ Ini apa kak ?” tanyaku langsung tanpa membaca isi kertas itu. “ Baca dulu, itu kertas yang berisi pembagian kelas siswa baru. Kalian bisa melihat nama kalian tertera di kelas mana. Ya sudah aku pergi dulu.” Ucap kak Edward yang tampak tidak ingin diganggu. Ia lebih suka sok akrab dengan siswa baru yang cowok, terutama yang gantengnya. Maklumlah naluri perempuannya berkata begitu. Hanya fisiknya saja yang tidak pantas.
“ Eh, Embun lihat deh, kita kayanya beda kelas.” Ujar Thefani sembari menyodorkan kertas hvsnya di hadapanku. Padahal aku punya kertasku sendiri. “ Coba aku lihat.” Ucapku yang juga membaca dari kertas Thefani, lucunya aku sampai lupa kalau aku punya hvs itu juga. “ Ya…kita pisah, kamu dikelas X- 2 Fan, dan aku dikelas X-1.” Jelasku pada Thefani. Sekarang aku melihat hvsku sendiri dan Thefani asyik melihat hvsnya lekat-lekat. Seakan itu bisa berubah.
“ Ya..gak seru Cass, kita pisah kelas.” Ucap Thefani yang tampak tidak terima bahwa kami harus pisah kelas. “ Sudahlah Fan, mau bagaimana lagi. Tapi aku yakin kelas kita sebelahan, dari angkanya 1 dan 2.” Ujarku berharap bahwa itu memang benar.
Kamipun mulai mencari kelas kami, sesuai harapanku kelas kami bersebelahan. “ nanti setiap jam istirahat kita bereng ya Cass, janji?” Thefani mengulurkan jari kelingkingnya padaku. “ Janji.” Aku menyambut jari kelingkingnya dengan kelingkingku. Ritual pengucapan janji anak kecil, tapi masih manjur untuk membuat orang percaya pada orang lain, bahkan untuk orang dewasa sekalipun.
Pencarian tidak terasa begitu sulit, selain ada peta yang diberikan oleh kak Edward di hvs tadi, ruang kelas juga sudah diberi nama. Nama itu berupa tulisan diatas fiber berbentuk persegi panjanag yang ditempel di atas pintu masuk tiap kelas. Kalau soal fasilitas, sekolah kamai termasuk sekolah yang mempunyai fasilitas paling lengkap melebihi standart sekolah SMA.
Keteraturan operasional dan kesiapan peralatan selalu diutamakan. Hal itu demi menunjang kenyamanan belajar untuk siswanya.
“ Cass, sepertinya ini kelasmu dan ini kelasku. “ ucap Thefani padaku.Letak kelas kami bahkan hanya serjarak sekitar tiga langkah. Aku dan Thefani memutuskan untuk masuk ke kelas masing- masing dulu. Sekalain kami harus mencari bangku dan meja yang sesuai dengan nomor kami.
Sekolah ini bahkan sudah mengatur tempat duduk para siswanya. Kami duduk berdasarkan nomor bangku ynag telah ditentukan. Setiap pergantian minggu akan dilakukan pergantian bangku. Kalau aku misalnya mendapat nomor satu, berarti minggu depan akau akan berada pada bangku nomor dua, dan begitulah seterusnya.
Untungnya aku mendapat nomor bangku tiga, setidaknya minggu pertama masuk, aku duduk dikursi depan. Itu membuat aku lebih fokus dalam belajar. Dan juga sedikit mengurangi gelisah saat berada di dekat laki- laki. Kalau aku berada dibelakang, pasti aku akan mual, karena terlalu banyak laki- laki yang kulihat. Entahlah sejak kapan aku mulai terbiasa memaksakan diriku berada ditengah laki-laki.
Dulu saat baru masuk SMP, dokter Danang selalu mengantar jemputku, bahkan sampai rela menungguku disekolah. Itu pernah juga dilakukannya waktu aku sudah kelas 3 SMP. Tapi sekarang itu tidak mungkin. Aku bisa mendapat ejekan udah SMA masih ditungguin.
Saat semua siswa sudah memasuki kelas, seorang guru wanita datang ke kelas. Aku mengenali ibu itu, ibu yang mewawancaraiku saat tes masuk ke sekolah ini. Kalau tidak salah namanya Bu Ersi. Ternyata ibu itu adalah wali kelas kami. Aku sangat senang mendengar hal itu. Setidaknya aku sudah tahu bagaiman bersikap dengannya. Beliau adalah orang yang sangat ramah, pintar, dan cantik Walaupun sudah cukup tua, pancaran wajahnya masih memukau. Semua orang pasti merasa damai saat melihat wajah lembutnya.
Banyak yang kami diskusikan dengannya. Pertama tentang pemilihan ketua, wakil, bendahara dan sekretaris kelas. Kami menjalankan metode aklamasi agar idak memakan waktu yang lama. Aku terpilih sebagai bendahara kelas. Untuk itu aku tidak keberatan dan akan berusaha bertanggung jawab atas tugasku itu.
Menariknya ada juga pemilihan pIc setiap mata pelajaran. Artinya bagi yang ahli dibidang pelajaran tersebut, dapat menjadi asisten guru untuk memberikan bantuan pada teman yang kurang di mata pelajaran tersebut. Karena aku sudah menjadi bendahara, maka aku tidak bisa merangkap PIC. Tapi, jika ada yang meminta bantuan sharing pelajaran padaku, pasti aku mau. Tentunya sebisa dan semampuku.
Semua berjalan baik, tak terasa bel berbunyi yang menandakan sekarang waktunya istirahat. Aku langsung keluar kelass dan berusaha menjumpai Thefani, ada banyak hal yangbisa aku kami ceritakan mengenai kelas baru kami masing- masing.
“ Embun, disini!” Thefani memanggilku. Dia sudah duduk dibangku taman depan kelas. Aku pun menghampirinya dan ikut duduk disampingnya. Banyak hal yang kami bicarakan. Thefani terpilih sebgai ketua kelas di kelas barunya. Itu terdenngar bagus. Aku tidak akan terkejut dengan hal itu. Thefani tampak sangat tegas untuk ukuran wanita, sifatnya sendiri seperti seorang pria. Bisa dibilang dia juga sedikit tomboy. Aku juga menceritakan kalau aku terpilih sebgai bendahara.
“ Eh, aku lapar nih, kita jajan ke kantin yuk.” Ajak Thefani padaku. “ Okey.” Jawabku padanya. Kami berdua berjalan menuju kantin. Aku sebenarnya tidak suka jajan di kantin. Bukan karena makanan yang tidak enak tau karena cape jalan. Tapi, lebih kepada malas berdesakn, antri, dan bertemu banyak orang termasuk laki-laki. Suka atau tidak bisa saja tubuhku tersenggol oleh mereka. Itu membuat jantungku berdetak lebih cepat, bahkan disertai mual seperti ingin muntah.
“ Fan, aku malas desak- desak, aku tunggu disini aja ya.” Ucapku pada Thefani. Aku tinggal berjarak beberapa meter dari kantin, bisa dibilang area luar pas mau masuk kantin. Lebih baik aku menunggu disini daripada harus berdesakan dengan orang hanya kerana ingin jajan.” Yaudah, kamu mau apa? Titip sama aku aja.” Tanya Thefani padaku. Aku hanya menggeleng, tidak ingin apa- apa. Thefani lansung pergi menuju kerumunan manusia yang sedang mengantri untuk membeli makanan.
Aku dengan sabar menunggu Thefani membeli makanannya. Sembari aku melihat orang yang ramai mengantri makanan. Selain makanan ringan, kantin juga menyediakan bakso, soto dan mie goreng. Yang membeli dapat memakannya di kantin. Meja dan kursi sudah lengkap disana. Tempatnya juga tidak sempit, bisa dibilang sedang. Pas untuk ukuran kantin sekolah.
Karena sedikit bosan, aku mengeluarkan ponsel yang dari tadi ku non- aktifkan. Aku ingin melihat balasan dari Rizky. Semalam aku membri pesan singkat padanya, tapi nyatanya ia tidakmembalas pesan singkatku dari sekarang. Sepertinya semua media komunikasinya sudah ia hapus. Facebooknya sendiri sudah ia blokkir, jangan- jangan nomar handphonenya juga sudah ganti. Rizky benar- benar pergi jauh dan menghilang dari kehidupanku hanya dalam, sekejap.
Saat kulihat lineku, ada yang mengirim pesan. Saat aku lihat ternyata itu dari dokter Danang. Sudah lama sekali aku tidak mengunjunginya, bahkan bertelepon dengannya juga tidak pernah lagi. Tiap malam dia masih rajin mengucapkan selamat tidur lewat sms, aku hanya read tanpa membalas pesannya.
Ku baca pesan darinya : Embun, jika kau sudah masuk sekolah, datanglah ku UKS sekolah.
Apa maksud pesan Kak Danang padaku. Kenapa aku harus datang ke UKS sekolah? Aku jadi penasaran dengan hal itu.
Karena aku sibuk dengan ponselku, aku tidak sadar telanh menghalangi jalan orang menuju kantin. Tiba- tiba saja ada yang menabrakku dari samping. Aku yang merasa bersalah langsung menoleh dan bermaksud meminta maaf pada orang tersebut.
Betapa terkejutnya aku mendapati orang yang dihadapanku adalah orang yang sama yang masih sangat jelas kuingat wajahnya. Aku yakin orang itu adalah orang yang terlibat di hari itu, hari dimana kehormatanku sebgai perempuan direnggut secara paksa. Air mukaku seketika berubah. Aku merasakan gemetar yang sangat hebat di sekujur tubuhku.
Kulihat ekspresi wajah orang tersebut tampak bingung. Ia melambai- lambaikan tangannya di depanku, berusaha membuatku tersadar dari lamunanku. Aku tak tahan melihatnya. Tanpa pikir panjang aku berlari menjauh darinya. Aku yakin itu pasti orang yang sama yang terlibat dalam peristiwa yang menimpaku tujuh tahun yang lalu.
Tidak ada tempat yang kurasa paling aman selain toilet. Disini tidak munngkin ada lelaki yang bisa masuk, kecuali petugas kebersihan yang akan membersihkan toilet pada jam- jam tertentu. Untungnya toilet sedang sepi, jadi aku bisa menenangkan diriku untuk beberapa saat disini. Aku masih merasakan peluh membasahi sekujur tubuhku. Degup jantungku bahkan berdetak dengan sangat kencang. Aku merasakan mual. Sempat sekali aku muntah di toilet.
Obatku kutinggal di tas, aku ingin kembali ke kelas dan mengambilnya. Tapi, melihat kondisiku yang seperti ini sangt sulit untuk tidak terlihat dan dihujati banyak pertanyaan oleh teman- teman sekelasku.
Aku juga baru sadar bahwa aku meninggalkan Thefani di kantin. Aku langsung mengirimkan pesan dan meminta maaf atas sikapku. Aku beralasan kalau sakit perut dan harus ke toilet. Ia hanya membalas dengan emoticon cuek, aku yakin ia jealous sekarang.
Itu tidak akan menjadi pikiranku, karena Thefani tidak akan tahan marah lama padaku. Aku memikirkan bagaimana caranya menenangkan gemetar hebat ditubuhku, aku takut pingsan atau lepas kendali jika tidak meminum obatku. Aku ingat, dokter Danang menyuruhku datang ke UKS. Mungkin dia tahu aku sewaktu- waktu akan mengalami hal seperti ini. Pasti ada bantuan disana, aku bisa meminta obat penenang dengan alasan sakit kepala dan ingin istirahat. Atau alasan lain yang terdengar masuk akal nantinya.
Aku bergegas pergi ke ruang UKS. Ruang ini agak jauh dari kelasku, lebih dekat dari toilet yang baru saja aku masuki. Saat aku keluar dari toillet, bel berbunyi yang menandakan waktu istirahat selesai. Hatiku berdesir, dihari pertama sudah tidak mengikuti les mata pelajaran di sekolah baruku. Aku benar- benar kalah start dari teman yang lain.
Namun, itu tidak bisa menghentikanku menuju UKS. Aku harus menenangkan diri dahulu. Segera aku berlari menuju UKS, kalau tidak aku akan segera pingsan. Sepanjang perjalanan aku teringat peristiwa itu, peristiwa yang menimpaku tujuh tahun lalu. Kepalaku terasa amat berat. Trauma itu kembali…
Tepat saat aku tiba di ruang UKS, aku langsung membuka pintu ruangan itu. Karena tak kuat menopang tubuhkuku lagi, aku akhirnya pingsan. Yang sempat terlihat adalah seseorang yang tinggi menangkap tubuhku. Aku rasa dia seorang pria, mungkin dokter penjaga UKS.
Aku tidak sadarkan diri setelah itu. Saat aku membuka mata, aku sudah terbaring di kasur ruang UKS. Aku merasa sangat ketakutan. Jika benar yang menolongku seorang pria, itu akan menambah parah penyakitku saat ini. Apa yang harus aku lakukan? Aku seharusnya memikirkan kemungkinan itu. Kenapa dokter Danang menyuruhku ke UKS?
Aku masih terbaring di ruang UKS. Tubuhku sangat lemah, aku tidak bisa bangkit dari tempat tidurku. Tiba- tiba aku mendengar derap langkah. Semakin lama, suaranya semakin besar. Aku yakin dokter penjaga itu akan segera masuk. Yang bisa kupastikan dokter itu tidak salah lagi adalah seorang pria. Aku dapat menebaknya dengan mendengar langkahnya, dia pasti memakai sepatu pantofel.
Keringat mengucur deras dari tubuhku, jantungku berdegup sangat cepat. Apa yang harus aku lakukan? ‘’ San, kamu sudah siuman?” terdengar suara orang yang kukenal memanggil namaku. Aku saat itu masih pura- pura pingsan, siapa tahu saat dia pergi aku bisa kabur dari ruangan ini pikirku.
Karena mendengar suaranya yang aku kenal, aku mencoba membuka mataku. Ternyata benar itu dia, dokter Danang. Aku sangat mengenal suaranya, dan cara dia memanggil namaku. Hanya dia yang memanggil aku “ San”. Aku memasang ekspresi bingung padanya. Kenapa dia ada disini, apa yang dia lakukan di UKS sekolah?
“Kakak tahu ekspresi mukamu San, Kakak akan menjelaskannya padamu.” Ucap Kak Danang yang seakan tahu kalau aku meminta penjelasan akan keberadaannya disini. Disamping itu aku sangat senang bahwa itu dia. Aku mungkin akan menderita ketakutan akut jika dia tidak ada disini sekarang. Berangsur- angsur perasanku lega. Aku harus menceritakan semuanya pada dia, semuanya.
Lagi- lagi kak Danang selalu datang disaat yang tepat untuk menolongku. Lima tahun lalu juga begitu, saat keluargaku berputus asa tentang kondisiku, aku juga ingin mengakhiri hidupku, dia datang dan membuat aku bangkit. Dengan kelembutan dan kesabarannya dia membimbingku menjauhi jurang kegelapanku. Sekarang dia lagi- lagi ada disaat aku terjebak dalam nostalgia kegelapanku.
“ San, kamu membaca pesan dariku kan? Makanya kamu pergi ke sini?” Tanyanya untuk memulai pembicaraan denganku. “ Ia kak, aku baru membaca dan memutuskan utuk ke sini.” Jawabku sinngkat padanya. Banyak yang ingin aku ceritakan padanya, tapi sebelum itu aku ingin dia menceritakan lebih dulu alasan keberadaanya disini. Tidak mungkin orang asing bagi sekolah boleh masuk sampai ruang UKS.
“ Kamu ingat gak aku pernah menyarankan sekolah ini padamu?” tanya dia padaku. Sekarang dia memakai kata aku, mungkin agar suasana lebih akrab. Aku hanya mengangguk mengiyakan bahwa dia pernah menyarankan hal itu padaku. Dia tersenyum melihatku. Sekarang aku sudah bisa duduk di tempat tidur. Dia ada tepat di depanku dan duduk di kursi samping tempat tidur.
“ Tepat saat itu, aku ditunjuk untuk membantu sebagai dokter panjeag UKS di sekolah ini. Yang memintanya adalah anak pemilik sekolah ini, teman baikku. Katanya lumayan sebagai kerja sampinganku. Jadinya aku menerima dan langsung terpikir sekalian untuk menjagamu jika kau mau masuk ke sekolah ini.” Ucapnya padaku. Aku terperanjat mendengar itu darinya.
Dia melihat ekspresiku sebentar, dan melanjutkan ceritanya.” Disinilah aku sekarang San, menjadi penjaga UKS untuk mengisi waktu luangku. Jadwal praktikku yang di rumah sendiri sudah aku atur, kapan aku menemui pasienku. Jangan salah, walau ini bukan spesialisku, aku bisa mengatasi penyakit umum dan menguasai pertolongan pertama pada korban kecelakaan. Aku juga bisa menjadi guru ekstrakurikuler disini. Aku nantinya akan memberi pelatihan dasar bagi para siswa yang ingin bergelut dibidang ini. Mereka akan punya kesempatan luas menjaga UKS dan memberi pertolongan pertama pada siswa lain yang sakit. Dan pastinya aku dapat menjagamu San, setidaknya sampai kau terbiasa dengan lingkungan barumu.” Jelasnya padaku.
Aku merasa menjadi orang yang penting baginya. Dia selalu memperhatikanku, menjagaku, dan memberi pandangan positif bagiku untuk memandang dunia. Hal inilah yang membuatku terus bangkit dari masa lalu yang menyiksaku itu.
“ Aku tahu Kak, kau akan selalu ada untukku. Terima kasih kau selalu memberi kehidupan baru padaku.” Aku mengucapkan terima kasih terharu pada ketulusannya itu. Air mata sudah membasahi kedua pipiku. Aku selalu terlihat lemah dihadapannya. Dia melihat hal itu, menghapus air mataku dan memeluk erat tubuhku yang rapuh. Dia berdiri untuk memelukku, aku melingkarkan tanganku dipinggangnya, seperti seorang anak yang memeluk papanya.
Aku merasakan kehangatan dalam pelukannya. Tidak ingin aku melepaskannya. Aku tidak takut padanya, gematar yang akhir- akhir ini kualami saat bersamanya hilang. Aku kembali percaya padanya. Aku tidak peduli dengan hubungannya dengan Ms. Dian. Perasaanku terhadapnya mutlak dan tidak akan pernah berubah. Sekarang aku sudah SMA, cepat atau lambat aku akan sedewasa dirinya.
“ San, kamu masih perlu obat penenang?” Tanyanya memastikan keadaanku. “ Tidak usah Kak, aku sudah jauh lebih baik sekarang.” Ucapku padanya. “ Kak banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu.” Ucapku sembari melepaskan pelukanku darinya. Sudah cukup lama aku memeluknya.
“ Pelan- pelan saja San, kau boeh cerita kalau merasa sudah pulih.” Dia begitu perhatian, bahkan dia tidak pernah memaksaku bercerita atau memberi penjelasan atas suatu hal yang kualami. Dia sabar menungguku mencerritakannya. “ Aku sudah lebih baik Kak, aku akan bercerita.” Aku pun memulai ceritaku.
“ Sebenarnya, banyak hal aku alami selama beberapa hari tidak berjumpa dengan kakak. Yang pertama aku kehilangan Rizky sahabatku, dia pergi ke Malaysia dengan mama dan adiknya. Itu karena ada urusan keluarga.
“ Apa kau suka padanya?” tanya Dananng padaku. Aku tidak tahu harus menjawab apa, aku sayang Rizky sebagai sahabat tidak lebih. Apa aku iyakan saja ya, Danang kan suka melihatku bersamanya. Tapi, aku tidak mau berbohong padanya dan diriku sendiri.
“ Tidak kak, hanya sebatas teman, tidak lebih. Aku belum bisa memikirkan hal itu dengan kondisiku yang seperti ini.” Jawabku dengnan jujur. Dia hanya mengangguk paham. “ Tidak hanya itu kak, beberapa hari sebelum aku masuk sekolah ini, tepatnya saat aku baru selesai mendaftar untuk mengikuti tes di sekolah ini, aku tidak sengaja menabrak seseorang. Aku sempat berpikir itu orang yang ada dimasa laluku. Yang pernah aku ceritakan padamu. Saat itu aku mangajak Thefani segera kabur dan menjauh dari orang itu.”
“ Kenapa kau tidak menceritakannya padaku San?”
“Aku tidak berpikir itu penting kak, setelah kupikir mungkin itu hanya halusinasiku saja. Aku kembali bersikap biasa. Aku tidak ingin pikiranku tersedot dengan trauma itu, mengingat peristiwa itu membuatku sakit.” Aku meneteskan air mata, bahkan aku menangis terisak. Kak Danang langsung menggenggam tanganku dan kembali berdiri untuk memelukku.” Tidak apa San, kau baik- baik saja sekarang. Itu hanya halusinasimu san?” Tanyanya memastikan.
“ Sepertinya dugaanku salah kak, orang itu memang ada dan bersekolah disini. Tadi aku kembali melihatnya. Dia tidak sengaja menabrakku. Hal itulah yang membuatku lemas dan pingsan saat tiba di UKS. Sekaran aku tidak masuk kelas karena itu.” Aku teringat tentang kelas yang aku tinggal tanpa izin, aku yakin akan mendapatkan masalah setelah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gugur
RandomTrauma yang berujung pada penyakit mental dan fisik yang dialami seorang gadis tak berdosa. ☆☆☆☆▪▪▪▪▪♡♡♡♡ Hujan turun deras seakan menyapu seisi bumi tanpa ampun... Kepingan masa lalu terus menghantui diriku.Semua orang yang kusayangi pergi jauh ta...