Kembalinya Pertemanan

12 1 0
                                    



Saat aku tersadar, aku sudah ada di rumah. Kak Danang ada di sampingku menunggu aku sadarkan diri.

“ Apa yang terjadi setelah aku tidak sadarkan diri kak?” Tanyaku pada kak Danang.
“ San, kamu sudah siuman, syukurlah kau tidak terlihat ketakutan lagi.” Kak Danang langsung memelukku dengan erat.
“ Apa semuanya baik- baik saja, bagaimana keadaan bu Ersi dan Iqbal?”
“ Tenanglah San, semuanya baik. Iqbal sudah aku berikan obat penenang. Bu Ersi sudah aku beri tahu yang sebenarnya. Trauma Iqbal juga tidak terlalu parah. Ia hanya merasa bersalah padamu dan mencoba kabur dari masalah itu. Hal itulah yang terus menghantuinya, itu juga yang membuatnya tidak mau bergaul dengan perempuan. Bukan karena takut, tapi lebih kepada tidak ingin membuat mereka terluka. Aku yakin setelah bertemu denganmu dan tahu bahwa kau tidak membencinya. Ia akan segera kembali normal.” Jelas kak Danang padaku, sebagai seorang dokter kak Danang sangatlah cerdas menganalisis kejiwaan seseorang.

“ Kak, apa sebelumnya kakak sudah berbicara tentang aku pada Iqbal? Apakah Iqbal lelaki yang di ruang tamu waktu itu?” Tanyaku pada kak Danang. Aku harap sekarang kak Danang akan menjelaskan semuanya padaku.

“Ia San, Iqbal lah lelaki yang di ruang tamu waktu itu. Awalnya ia hanya berniat ingin meminta maaf padamu karena seringkali menabrakmu. Ia mengikuti mobilku saat mengantarmu pulang, dan saat ia tahu kalau ini adalah rumahmu ia sangat syok. Ia meminta penjelasan padaku, akhirnya aku memberitahu semua padanya. Setelah itu ia langsung pamit untuk pulang.”

“ Kenapa kakak gak jelasin dari awal sama aku?”
“ Kondisimu belum memungkinkan waktu itu San.”
“ Aku mengerti kak.”
“ Baguslah San, aku sudah menyuruh agar Iqbal dan ibunya tetap menjaga rahasia ini. Hanya kita berempat yang tahu tentang kejadian itu San.”

Sekarang semua sudah jelas. Satu bebanku berkurang, aku tidak perlu merasa bersalah dengan Iqbal. Ia juga tidak seharusnya merasa bersalah terhadapku. Aku hanya berharap tidak akan pernah bertemu dengan penjahat yang telah merenggut harga diriku.

“ San, lebih baik kau istirahat hari ini. Besok kita bisa bicara dengan yang lain.” Ucap kak Danang padaku. Selepas itu, dia mencium keningku dan pergi dari kamarku. Aku tahu dia akan menungguku di bawah dan menjelaskan alasan yang masuk akal pada orang tuaku. Kurasa sekarang aku bisa beristirahat.

***


Setelah beristirahat semalaman, pagi ini aku merasa energiku telah kembali. Rasa hangat mengalir di dalam darahku. Perlahan aku akan mengubah trauma ini menjadi pelajaran berharga di dalam hidupku. Hari ini aku akan menemui Iqbal dan menyemangatinya. Dalam hal ini, kami telah menderita karena peristiwa yang sama.

Pagi ini, aku langsung bersiap untuk pergi sekolah. Kak Danang juga sudah datang pagi ke rumah untuk mengantarku. Aku merasa begitu bersemangat menjalani kegiatan hari ini. Sarapan pagi berjalan normal, selama dalam perjalanan aku membicarakan banyak hal bersama kak Danang.

“ Kak, kita sudah sampai sekarang, terimakasih sudah mengantarku. Selanjutnya biar aku urus urusan ini sendiri.” Aku langsung mencium pipi kak Danang dan pergi meninggalkannya yang masih di mobil. Aku ingin mandiri kali ini, sebenarnya aku juga malu habis mencium pipinya. Aku tidak pernah merasa takut saat berada di sampingnya.

Sekarang yang harus kulakukan adalah menemui Iqbal dan berbicara dengannya. Hatiku terasa damai hari ini. Setelah kejadian kemarin, aku tahu bahwa Iqbal tidak pernah membenci bahkan merasa jijik terhadapku.

“ Cass, tunggu!” Itu suara Thefani yang memanggilku. Aku memalingkan wajahku ke belakang dan menunggunya berjalan kearahku.

“ Tumben gak bareng kak Danang.”

“ Lagi pengen mandiri aja Fan, gak menggantunngkan diri sama kak Danang terus.”

Aku kembali jalan ke kelas dengan Thefani, aku sadar selama ini telah membiarkan Thefani sendiri.” Fan, maaf ya membuatmu kesepian beberapa hari ini.”

“ Gak papa Cass, aku tahu kamu lagi banyak masalah.” Thefani sangat mengerti tentangku, suatu saat nanti aku akan memberitahu penyakitku ini padamu Fan.

Kami berjalan bersama sampai di lorong untuk kelas X SMA. Thefani masuk duluan ke kelasnya, setelah itu aku melangkah sekitar 200 meter menuju kelasku. Ku letakkan tas ku di meja dan kusapa beberapa teman yang sudah ada di kelas.

Baru saja aku keluar dari kelas untuk mencari Iqbal, ia sudah berdiri di depan kelasku. “ Hai…Embun.” Iqbal menyapaku duluan, suaranya terdengar sangat gugup. Hal itu membuatku tersenyum, aku merasa nyaman melihat wajahnya. Ia tampak sangat tulus.

“ Hai, aku baru mau menemuimu..Kak Iqbal.”
“ Tidak usah memanggil kak, kita temankan?”

“ Baiklah..Iqbal.” Kami tersenyum bersama, sudah lama aku tidak tersenyum pada lelaki selain kak Danang. Anehnya saat bersama Iqbal aku tidak meraskan takut sama sekali. “ Embun, bisa kita bicara?” Tanya Iqbal yang masih terlihat canggung. “ Bisa, aku juga ingin bicara banyak hal denganmu. Sebaiknya kita bicara dibangku taman saja.” Aku mengusulkan tempat pembicaraan kami.

Kami pergi bersama ke bangku taman yang tidak jauh dari kelas. Tempat kak Danang menungguku. Banyak hal yang aku bicarakan dengan Iqbal. Kami saling menjelaskan dan menguatkan satu sama lain. Peristiwa yang kami alami tujuh tahun silam kembali kami bongkar. Sekarang Iqbal tahu siapa sebenarnya penjahat yang merenggut harga diriku. Kalau boleh dibilang, aku dulunya sayang dengan penjahat itu.

“ Embun, yang bisa kulakukan sekarang hanyalah memberi semangat padamu. Terimakasih sudah mau memaafkanku.” Suara Iqbal bergetar mengatakannya. Aku ingin mengelus punggungnya agar tidak merasa sedih lagi. Tapi, saat aku hendak melakukannya tanganku sedikit bergetar. Aku masih takut untuk kontak fisik dengan lelaki. Aku hanya diam membiarkan Iqbal menghapus air matanya.

“ Apakah sekarang kau masih takut dengan perempuan?” tanyaku memastikan tentang penyakit Iqbal. “ Aku tidak pernah takut dengan perempuan Embun, aku hanya tidak ingin menyakiti mereka. Aku selalu teringat padamu dan kejadian itu. Wajahmu selalu membayangiku, aku mungkin tidak akan sebaik sekarang jika tidak bertemu denganmu.” Iqbal meraih tanganku dan meletakkanya di atas keningnya sendiri.
          
Aku tidak merasakan ketakutan saat ia melakukannya, aku membiarkan Iqbal memegang tanganku. “ Baru sekarang aku berani memegang tangan perempuan Embun, kamulah yang pertama. Aku rasa aku tidak akan merasa menyakiti perempuan lagi.” Iqbal menangis di depanku, aku tahu yang ia rasakan. Seharusnya aku tidak pernah melibtakan Iqbal, ia tidak seharunya datang dan bermain di rumah denganku pada peristiwa itu.
         
“ Sekarang aku akan menjalani hidupku dengan normal, terimakasih Embun. Aku akan menjagamu sekarang.” Ucap Iqbal kepadaku, kata- kata yang ia ucapkan seperti kata-kata yang diucapkan Kak Danang padaku. Aku merasa tenang mendengarnya. “ Semua akan membaik Iqbal, aku juga sedang berusaha menyembuhkan phobiaku ini.”

“ Maafkan aku Embun, aku sudah memegang tanganmu, apa kau merasa pusing?” Iqbal langsung melepaskan genggaman tanganya dariku.
” Tidak, aku tidak merasa takut saat bersamamu. Walau kau terus mengingatkanku dengan peristiwa itu, aku yakin aku bisa mengontrol emosiku tentang itu.”

“ Jadi, apakah sekarang kita bisa berteman Embun?” Iqbal kembali mengulurkan tanganya dna mengajakku untuk bersalaman. “ Baiklah kak Iqbal, bentar lagi akan lulus SMA, mau kuliah dimana kak?” Aku bergurau dengan Iqbal. Ia malah membalas dengan mengacak rambutku. Aku hanya memukul lengannya, kami tertawa bersama.

Semua sudah selesai disini, tidak ada lagi yang akan menghalangiku untuk sembuh dari phobia ini. Mulai sekarang aku akan mencoba menghilangkan ketakutanku ini. Buktinya, aku bisa dekat dengan Iqbal. Jika aku mencoba tenang, aku tidak akan takut pada semua teman lelakiku.

Aku harus memberitahukan ini pada kak Danang. Aku tidak akan merepotkannya lagi. Kak Danang adalah dokter terbaik, dia harus percaya dengan hal itu. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi setelah ini, aku harap kak Danang akan tetap ada bersamaku dan terus menjagaku. Aku tahu perasaan ini, aku mencintai kak Danang. Aku mencintai dokterku sendiri, usia kami hanya terpaut 10 tahun yang bagiku itu bukanlah masalah. Aku akan mencoba mengungkapkan perasaanku ini padanya.

Di ulang tahunku yang ke-16 nanti aku akan memberitahukannya. Terserah apa respon kak Danang padaku, yang terpenting aku sudah menyatakannya. Aku sudah lebih dewasa saat itu, aku sudah tumbuh lebih tinggi, dan tahu membedakan setiap perasaan yang aku alami.
Hubungannya dengan Ms. Dian juga sudah renggang. Aku merasa sangat egois ketika memikirkan hal itu, tapi aku tidak mau kehilangan dokterku. Aku sangat menyayanginya.

Waktu terus berjalan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, bulan berganti tahun. Aku sudah duduk di kelas 2 SMA sekarang. Aku mulai bisa menjalani hari- hariku seperti remaja kebanyakan. Aku tetap bersahabat dengan Thefani dan Iqbal tentunya. Iqbal suadah kuliah sekarang, tapi ia tetap sering mengunjungiku. Aku, Thefani, dan Iqbal sering alan bareng.

Aku juga masih berhubungan dengan kak Danang, hanya saja dia tidak lagi menjadi dokter jaga di UKS. Dia menjadi dakter jaga hanya untuk menjagaku. Setelah dia tahu kondisiku membaik, dia memutuskan menjalani aktivitasnya seperti biasa.
Aku tidak mengikuti klub olimpiade apapun. Tapi, jika aku mau mengikuti pertandingan umumnya, aku dapat mendaftarkan diri. Kebetulan dalam dua minggu ke depan akan ada lomba olimpiade kimia, aku berniat untuk mengikutinya.

Thefani asyik dengan ekskul marketingnya, ia mendaftar ekskul tersebut setelah sempat menolak rekomendasi sebelumnya. Ya, Thefani diajukan menjadi kandidat ekskul exclusive hasil wawancara penerimaan siswa baru. Aku baru mengetahuinya sekarang. Ia bilang saat itu ia tidak tertarik, jadi ia menolaknya. Dan tak disangka ia kembali mendaftarkan diri lagi, tentunya dengan rasa malu atas sikap sombongnya waktu itu. Benar kesempatan emas tidak datang dua kali, so jangan pernah menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan. Kita tidak akan pernah siap seutuhnya dengan terus menunda suatu hal. Hadapi dan belajar dari hal tersebut, kau akan menjadi orang yang selalu siap dengan semua hal.

Minggu depan adalah hari ulang tahunku, hari dimana aku akan menyatakan perasaanku pada dokter Danang. Aku sudah tidak sabar dengan hal itu. Aku sudah memberitahukan rencana ini pada Thefani dan Iqbal. Mereka mengerti perasaanku. Perbedaan usia tidak membatasi rasa kasih sayang dan rasa cintaku pada kak Danang.
Hari ini aku berniat menemuinya, aku ingin memberitahu acara ulang tahunku minggu depan. Sekarang aku hanya bertemu dengannya ketika aku tidak ada kegiatan di sekolah. Karena aku sudah dapat bergaul dengan bebas, aku banyak mengikuti kegiatan kelompok di luar jam sekolah. Waktuku untuk bertemu dokter Danang semakin sedikit. Terkadang aku mengusir rasa rindu dengan chatting padanya.

Obat penenang masih kuminum, itu pun kalau aku merasa terdesak. Hanya kontak fisik yang membuatku gugup. Selebihnya untuk berbicara langsung dengan lawan jenis, aku sudah berani. Lambat laun aku pasti bisa sembuh.

GugurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang