Nostalgia

9 2 0
                                    



Kring…kring. Suara jam alarm membangunkanku. Pagi ini perasaanku jauh lebih baik. Kak Danang juga sudah pulang dari tadi malam. Dia harus istirahat dan menjaga kesehatannya. Dia berkata akan kembali lagi pagi ini. Kulirik jam dinding menunjukkan pukul 06.00 wib.

Aku bingung harus sekolah atau tidak. Kalau ingat kejadian bertemu dengan orang itu, aku jadi takut ke sekolah. Disatu sisi aku tidak ingin di cap anak penyakitan dan ketinggalan banyak pelajaran di awal semester. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke sekolah.

Setelah selesai dan tampak rapi, aku menuruni tangga menuju ruang makan. Betapa terkejutnya aku mendapati kak Danang sudah ada di ruang tamu, tampak sedang menungguku. “ Pagi San, kamu sudah mau sekolah hari ini?” Awalnya dia tersenyum padaku. Sesaat setelah dia melihat aku memakai seragam sekolah dia tampak sangat terkejut. “ Ia Kak, aku sudah baikan kok.” Jawabku padanya.

“ Kamu yakin, tidak apa- apa? Kalau kamu mau aku bisa mempermisikan pada sekolah.” Usulnya padaku. “ Tidak usah kak, aku baik- baik saja. Lagian aku punya kakak yag selalu menjagaku.” Aku langsung berlalu ke meja makan untuk sarapan. Aku juga menarik tangannya dan mengajak dia makan bersama.

Acara makan pagi ini jadi terasa lebih lengkap, tentunya dengan kehadiran kak Danang bersama dengan kami. Semua pembicaraan berjalan normal. Ayah sibuk membahas bisnisnya yang ditanggapi antusias oleh adikku. Sedangkan Ibu berbicara tentang perekonomian Indonesia saat ini. Kak Danang dan aku hanya menanggapi seadanya.

Orang tuaku belum tau kalau semalam aku pingsan. Ku menyuruh bi Ijah agar tidak memberitahu mereka. Ini hanya rahasia antara aku, Danang, dan bi Ijah. Aku takut orang tuaku akan khawatir kalau tau anaknya pingsan di sekolah.

Sesudah sarapan, ayah mengantar adikku ke sekolah. Sekalian membantu menyusun perlengkapan kemah yang akan dibawanya. Sedangkan aku pamit duluan untuk pergi bersama kak Danang.

“ San, nanti kalau ada apa- apa langsung membritahuku ya…Aku akan ada di UKS hari ini.” Ucapnya yang masih terdengar suara khawatir dari nada suaranya. “ Iya kak, aku akan memberitahunya padamu. Dan mengenai orang yang aku ceritakan semalam…
“ Biar aku yang mengurusnya San, aku yakin dari ceritamu orang itu tidak mengenali wajahmu.”

“ Apakah ada kemungkinan orang itu masih mengingat kejadian yang menimpaku itu Kak?”

“  Kalau soal itu, pasti ia. Orang itu ku perkirakan akan mengingat kejadian pahit itu, ditambah usianya yang hanya terpaut dua tahun darimu. Pasti ingatan itu membekas di benaknya. Sama seperti dirimu yang sulit untuk menerima atau pun melupakan kejadian itu. Ucap kak Danang yang tampak berpikir sangat serius.

Aku selalu yakin dengan perkiraan dan pendapatnya. Jarang dia melakukan kesalahan saat memperkirakan sesuatu. Hal ini juga yang membuat dia mendapat gelar dokter termuda. Lulus dengan predikat cumlaude di usia yang baru menginjak 20 tahun. Sepanjang perjalanan kami membicarakan tentang kemungkinan orang tersebut akan mengingatku.

Sekarang dunia terasa sangat sempit, dari berjuta- juta manusia kenapa aku harus bertemu dengannya lagi? Kenapa aku harus masuk sekolah yang sama dengannya. Takdir memang tidak bisa dihindari. Allah telah menyusun semuanya, kita sebagai makhluk hanya menjalani semampu kita.

“ Nah, sekarang kita sudah sampai.” Suara kak Danang sedikit mengagetkanku. Aku sempat melamun sebelumnya, saat aku tersadar kami sudah berada di halaman parkir sekolah. Kak Danang dan aku turun dari mobil. Dia mengantarkanku ke kelas.
Banyak mata yang memandang kearahnya, mereka seperti memuji ketampanan kak Danang. Aku yang berada  disebelahnya seperti nyamuk yang merusak pemandangan bagus di sebelahku. Aku hanya diam saja sepanjang perjalanan menuju kelas.

“ San, kita sudah sampai di depan kelasmu. Kakak duluan ya…dia mencium keningku.” Betapa terkejutnya aku, dia langsung pergi sambil tersenyum. Saat aku berbalik semua mata langsung bertanya curiga kepadaku. Kejadian ini seperti aku waktu SMP dulu, sayangnya orang yang bertanya sekarang tidak ada yang aku kenal. “ Dia kakak sepupuku, kebetulan dia bekerja disini. Kami pergi bareng tadi.”

Ucapku pada teman- teman yang ingin tahu, terutama yang perempuan. Mengetahui hal itu mereka malah meminta nomor telepon Danang padaku. Dasar anak remaja baru gede. Kakak orang juga mau diembat. Umpatku dalam hati.

Cass, dari mana aja sih kamu, udah baikan belum? Aku khawatir banget sama kamu.” Baru saja aku berhasil duduk di tempat dudukku, suara Thefani sudah membuat aku terkejut.

GugurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang