"Hyoja?"
Jimin membesarkan matanya meski tidak terlalu mempengaruhi ukuran matanya.
Mendengar itu tubuhku langsung menegang. Melihat ke arah pemuda di depan dalam kurun waktu yang terasa seperti selamanya, jantung berdetak tak keruan, seolah bisa lepas kapan saja jika Jimin melakukan sesuatu lebih dari memegang dagu agak mengimpit ke mengusap karena ujung jarinya sedikit menyentuh leherku, terasa menggelitik.
Astaga, masih sempat-sempatnya aku berpikir seperti itu.
Memikirkan sesuatu yang bisa memutar balikkan keadaan. Iris mataku bergerak, menangkap presensi wanita di samping yang sedang berinteraksi dengan Taehyung. Tatapannya sangat lunak, dan sebenarnya aku sedikit geli karena perangainya terlihat sangat manja. Tetapi bagai jawaban yang muncul saat detik-detik terakhir ujian, aku menemukan ide yang –mungkin—cemerlang karena gesturnya.
Mataku mengerjap, dan dalam sepersekian detik yang tidak Jimin sadari, aku memelesat mengambil tangannya yang tersampir di depan. Menggenggam lengannya dengan kedua telapak tanganku, dilanjutkan dengan memasang mimik wajah seakan tersakiti lengkap bersama bibir yang dimajukan beberapa senti dan sorot mata lembut.
Satu lagi penyempurna, "Ah, oppa. Apa yang oppa katakan? Siapa gadis itu? Aku Kang Soonja. Kau tidak ingat?"
Tentu, dia tidak akan ingat, tapi aku melanjutkan dengan mengedipkan mata beberapa kali seakan belum cukup untuk menggerus harga diri sendiri.
APA YANG BARU KUKATAKAN?
Sial. Sial. Sial.
Astaga itu terdengar sangat menggelikan. Badanku sampai merinding.
Rasanya aku ingin kembali ke masa SMP dan mengumpat pada diriku yang dulu. Bodoh sekali. Setidaknya kalau aku pernah menerimanya aku masih punya muka ketika bertemu dengan Jimin.
Apa ini yang disebut karma?
Dan Jimin hanya mematung, memandangi perubahan drastis gadis di hadapannya tidak percaya. Terlebih ekspresi Taehyung di sebelahnya yang tidak kalah mengundangku untuk menyemburkan tawa. Matanya tanpa sadar mengerjap, dan mulutnya membentuk huruf 'o' tetapi tidak sempurna. Namun sekuat tenaga aku menahan untuk tidak tertawa dan melompat dari panggung sialan ini karena itu hanya akan menghancurkan segalanya.
Jadi dengan sudut bibir yang berkedut kencang dan wajah memanas seperti terbakar, perhatianku kembali pada Jimin.
Sejenak ia terlihat kelabakan, malu mendapati dirinya salah menyangka. Tetapi tidak berlangsung lama, ia melontarkan tawa kering yang disusul kekehan membuat matanya kehilangan bentuk menjadi satu garis lurus. Dan, oh, caranya melempar ke belakang sama seperti dulu membuatku khawatir, aku takut jika kepalanya terlepas.
"O-Oh? Maaf, aku kira kau teman lamaku. Kau sangat mirip dengannya. Jadi.." Tangan Jimin bergerak mengusap tengkuknya malu-malu, yang otomatis membuat genggaman kami terlepas.
KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the bear | p. jimin
Fanfiction[ REMAKE | PJM fanfiction | heavy comedy ] Satu penyesalanku adalah: pernah menolak seorang Park Jimin 'Si Beruang Kelas Dua' yang sekarang bertransformasi menjadi idola terkenal. Tampan, mapan, dan segalanya. Jadi, waktu Areum-sahabatku yang ter...