.014 - Still Run and Run!

183 40 35
                                    


CHAPTER 14
Still Run and Run!

Aku melajukan motor skuter dengan cepat, paham jika tidak punya banyak waktu, apalagi setelah mengantarkan semua paket ini aku harus ke kampus yang omong-omong perjalanan ke Dakjeong memakan waktu kurang lebih setengah jam dengan kereta.

Jadi secara kasar aku punya waktu sekitar dua jam untuk mengantarkan semua paket.

Tidak. Tentu saja aku tidak panik. Kalau aku punya lima belas menit untuk menerjang pagi menuju Itaerun kenapa aku tidak bisa menyelesaikan semuanya dalam dua jam?

Jadi berbekal keyakinan pada rekam jejak sebelumnya, aku terus membelah kesibukan Itaewon—deretan toko-toko yang padat dan masif seolah tidak ada sekat antar satu bangunan, memberikan kesan kompetitif di kota semurah hati Itaewon.

Padahal sekarang masih pagi tapi polusi udara yang setiap harinya makin menjadi sudah membikin tidak nyaman mengirup napas. Tetapi hal itu tidak menghalangi arus manusia berbalut pakaian necis, perlente, dan trendi membanjiri pematang jalan.

Aku menyetop kendaraan kala lampu lalu lintas menyala merah, tepat di sebelah hotel Hamilton—ikon Itaewon, serta-merta membuatku memandangi bangunan berwarna coklat tersebut sebelum beralih pada gerombolan orang melintasi zebra cross di depan dan atensiku berakhir pada gedung seperti mall yang letaknya seakan penyebab pertigaan jalan besar ini dibuat.

Kotak besar LED yang tertempel pada gedung itu menampilkan berita tentang BTS yang menjadi artis pertama diundang di berbagai acara TV tersohor di Amerika. Menyetak rekor baru di industri musik Korea.

Aku tentu tidak kaget lagi, berita betapa suksesnya ketujuh pria itu belakangan ini marak dibicarakan, tapi sepertinya rekam jejak mereka memberikan porsi keprestisiusan yang banyak bagi orang-orang, bagi khalayak umum, sampai tidak surut-surutnya media merilis berbagai macam tajuk tentang itu.

Aku mendengus geli kala potongan gambar Jimin sedang menjadi center di lagu DNA ditunjukan besar-besar dengan latar belakang suara perempuan formal yang menjelaskan rincian berita.

Oh, astaga, kadang aku lupa kalau Jimin sudah seterkenal ini dan bukan anak SMP yang kalau melihatku seperti melihat Yeti.

"Halmoni, kau bisa lebih cepat tidak?" teriak seseorang membuyarkan lamunanku.

Aku baru sadar lampu sudah terganti menjadi hijau dan kendaraan-kendaraan di bagian kiri sudah mulai berjalan.

Alih-alih langsung melaju lagi, perhatianku seketika terpaku pada sosok nenek yang kelihatan kesulitan berjalan persis di depan mobil hitam yang pengemudinya sudah menyembulkan kepala keluar sambil misah-misuh menyuruhnya agar lebih cepat berjalan.

Dadaku seketika berdebar, menatap bergantian antara kikisan spasi nenek itu yang sungguh pelan dan sahutan klakson bercampur pekikan protes. Tenggorokanku meradang melihat bagaimana pria necis itu melemparkan kata-katanya.

Aku praktis menyampirkan kendaraan di samping lalu berlari kecil pada nenek yang dalam simpul senyumnya terlihat kelelahan.

"Sini, halmoni, biar aku bantu," ucapku sambil menggamit lengannya.

"Ya ampun mereka tidak sabaran sekali, padahal halmoni sudah menyetel kemampuan maksimumku," tutur beliau, suaranta terdengar serak, "kau baik sekali. Apa halmoni tidak mengganggumu?"

"Tidak," sahutku langsung, menggeleng keras. "Tidak sama sekali kok."

Tongkat yang membantunya berjalan sudah nyaris mendarat di pinggir trotoar.

"Terima kasih banyak ya," ujar nenek, "siapa namamu?"

"Soonja. Kang Soonja," balasku semringah. "Hati-hati, halmoni. Lain kali keluar dengan anak atau siapapun untuk mendampingi nenek, ya."

beauty and the bear | p. jiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang