"Kenapa kau lebih percaya Sunhee daripada aku, Soonja?"
"Karena kau tidak pernah jujur padaku, bukan?"
"Oh, astaga! Aku selalu jujur padamu tapi kau tidak pernah percaya!"
"Tanyakan pada dirimu sendiri. Memakaikan mantel pada seorang wanita selain aku saat kedinginan kemudian memeluknya. Apa itu pantas?"
"Sungguh. Aku bisa jelaskan, sayang. Tapi kau sekarang terlalu kalut untuk mendengarkan semua."
"Ya sudah. Jelaskan. Sekarang."
"Huh? Kenapa? Mendadak tidak bisa bicara?"
"Kita selesai. Tuntas."
Kita selesai. Tuntas. Aku bahkan menambahkan kata tuntas setelah kata selesai untuk menunjukan betapa muaknya aku dan tidak ingin bersamanya lagi dengan Minhyuk. Kau tau, seperti hubungan Sigmund Freud dan Carl Jung yang retak—karena perbedaan asumsi antar keduanya—dan sangat sulit atau malah tidak bisa diperbaiki lagi.
Begitulah.
Tapi tunggu dulu, kalau dipikir-pikir kenapa ya aku bisa berpacaran dengan Minhyuk?
Oke, memang dia sungguh atraktif dan tampan. Tidak setampan Billie Joe Armstrong waktu muda, tapi setidaknya cukup tampan untuk kauajak foto bersama dan mengunggahnya di sosial media sebagai bahan tutup mulut pada teman yang mencemoohmu sebab sudah beranjak dua puluh empat tapi masih minim kisah romansa. Namun tentu saja bukan alasan itu aku kencan dengan Minhyuk.
Aku masih cukup waras untuk tidak mengambil keputusan karena mulut Jinri si pabrik gosip kadang terdengar serampangan.
Yah, walau melihat Jinri termangu ketika melihat aku bersama dengan Minhyuk membuatku sedikit puas, sih.
Sedikit. Secuil saja.
Dan segalanya diperindah dengan kemampuan Minhyuk dalam bernyanyi, apalagi kalau sudah ditemani dengan gitar andalannya atau keyboard andalannya atau piano andalannya atau secara singkat dia lihai semua alat musik.
Kendati berwajah maskulin, suara Minhyuk terdengar lembut walau dalam beberapa kejadian tatapannya kadang bisa berubah sedingin es.
Dia lebih tua lima tahun dariku. Pikirannya bak gerbang yang terbuka serta bisa melihat sisi dari yang tidak pernah aku lihat sebelumnya. Mengobrol bersamanya kadang seperti mengeksplorasi dimensi lain, aku selalu menemukan hal yang baru. Rasanya begitu menyenangkan. Tipikal orang yang bisa kaumintai pendapat apapun. Orang yang bisa kauajak bicara tentang apa saja tanpa merasa perhatian yang diberikan terlihat palsu atau dipaksakan.
Aku jadi ingat pertama kali kami bertemu di ruangan band. Minhyuk alumnus Chung-ang, sekarang bekerja sebagai produser musik. Dia bahkan sudah punya studio sendiri di Dongjak, letaknya tidak jauh dari universitas, namanya Arté. Pria Lee itu masih sering datang ke kampus untuk kadang melatih atau hanya hangout biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the bear | p. jimin
Fanfiction[ REMAKE | PJM fanfiction | heavy comedy ] Satu penyesalanku adalah: pernah menolak seorang Park Jimin 'Si Beruang Kelas Dua' yang sekarang bertransformasi menjadi idola terkenal. Tampan, mapan, dan segalanya. Jadi, waktu Areum-sahabatku yang ter...