CHAPTER 17
Busan, Beruang, dan PengakuanBusan, 2010
"Baagaimana? Siapa dia?"—adalah hal yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu kawannya pada gadis pemilik mata bulat serta pupil sedikit lebih lebar dari kebanyakan orang biasa, yang kini tengah menunjukan seraut wajah penasaran kala mulai menarik sepucuk surat dari amplop cantik berwarna ungu muda dengan hiasan hati kecil di tengah.
"Aku belum membacanya," ucap Hyoja—si gadis pusat atensi yang tengah dikelilingi tiga temannya dengan kepalang datar.
Tidak ada yang bersuara, semua temannya seakan diam-diam sepakat menjawab ayo cepat baca dengan ekspresi wajah. Terlihat digerus habis rasa penasaran kendati mereka paham sekali ini bukan kali pertama.
Oh tentu saja ini bukan momen serupa komet lewat yang jarang sekali terjadi. Ini bukan pertama kali si Gadis Shin mendapatkan secarik surat berwarna-warni yang bertengger manis di lokernya. Kawan-kawannya tau, satu kelas tau, atau barangkali seantero sekolah tidak akan menganggap ini perihal yang mengejutkan lagi.
Selain label kalau si gadis yang tengah membaca kalimat awal yang tertera di atas kertas putih adalah anak orang yang cukup terpandang di distrik Busan, ia punya aset berupa kecantikan. Wajahnya ayu, punya paras oriental yang dia tidak ketahui dari bagian silsilah keluarga mana ia peroleh. Mungkin nenek atau kakeknya atau neneknya kakeknya, dia tidak tau.
Segalanya kemudian dipoles dengan fakta bahwa gadis tersebut termasuk daftar orang-orang yang harus diperhitungkan jika ada yang ingin menorehkan namanya dalam daftar sepuluh murid terbaik di sekolah.
Dua spesifikasi yang mungkin cukup menjelaskan kenapa anak-anak lelaki di sekolahnya selalu menahan pandangan sedikit lebih lama ketika gadis Shin itu berjalan di lorong, berangkat sekolah, atau ketika berpeluh banyak di tengah kelas olahraga yang membuat kedua pipinya makin merah muda.
Dilatar belakangi suara riuh-rendah bagai dengung lebah dari murid-murid yang baru kelihatan bengalnya saat jam istirahat menjelang, air muka penasaran gadis itu mulai mengurai secara gradual ketika membaca sejumput kalimat yang tertulis di atas kertas, digantikan ekspresinya sebagaimana dia biasanya: lempeng dan tenang, bagai genangan air yang tak ada riaknya, sekaligus menyiratkan tabiatnya yang sedikit kata.
"Park Jimin," ucapnya singkat.
"Park Jimin Si Beruang kelas dua itu?" sahut Soyeon memastikan. Matanya mendelik seolah baru mendengar gosip paling hangat.
Beruang Kelas Dua? Kelopak mata gadis itu mengedip lugu. Jadi itu ya sebutannya. Ia mendengus pelan. Perutnya mendadak tergelitik mendengar panggilan tersebut.
Cocok.
"Ah, tebakanku gagal, padahal kalau ini surat kelima dari Mingyu, aku akan mentraktir kalian semua es krim," timpal Jinny membuat semua kawannya praktis mengerang kecewa.
"Jadi tidak jadi?" Akhirnya Hyoja berekspresi lebih.
Jinny kontan mendengus geli. "Cepat sekali ya kau kalau tentang makanan."
Kedua bahu Gadis Shin itu hanya melorot ke bawah sebagai respons, mengerucutkan bibir.
"Tapi ini cukup mengejutkan, aku tidak menyangka dia yang mengirim," ucap Daehyun, anak perempuan dengan gaya rambut ikat dua ditambah kacamata bulat sembari mengusap dagunya sekilas.
"Kenapa?" tanya Jinny.
"Entahlah, aku hanya berpikir dia bukan tipe anak lelaki yang mementingkan hal seperti ini. Selain memang wajah si Park lucu, sepengamatanku Park Jimin juga terkenal pemalu. Aku jarang melihat dia mengobrol dengan perempuan. Jadi, ya, begitu," papar Daehyun dan kalau anak perempuan itu sudah berkata demikian, teman-temannya yang lain tidak bisa menyangkal.
KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the bear | p. jimin
Fanfiction[ REMAKE | PJM fanfiction | heavy comedy ] Satu penyesalanku adalah: pernah menolak seorang Park Jimin 'Si Beruang Kelas Dua' yang sekarang bertransformasi menjadi idola terkenal. Tampan, mapan, dan segalanya. Jadi, waktu Areum-sahabatku yang ter...