CHAPTER 12
Aku Pasti Sudah Sangat GilaAku merebahkan diri di kasur, merentangkan tangan dari ujung ke ujung. Pandanganku terjatuh pada wallpaper kutipan kata-kata pada ponsel di genggaman sebelum atensiku melebar pada lanskap hitam di luar jendela dan beralih pada langit-langit kamar.
Akhir-akhir ini penggalan ingatan pertemuanku dengan Jimin saat fansign terus berputar-putar di ingatan. Entah kenapa.
Dan seiring menanjaknya eskalasi hubunganku dengan Jimin, aku anehnya malah jadi semakin ragu kalau dia memang betulan Park Jimin atau bukan. Bukannya bagaimana, aku memang kadang dipenuhi keraguan dan seringkali muncul dalam benakku pertanyaan-pertanyaan impulsif. Akuu menyebutnya dengan Soonja-dalam-fase-filosofis (karena kata skeptis menurutku tidak keren).
Contohnya seperti ketika aku ditimpa banyak kesialan dalam satu hari, malamnya aku merenung apa di kehidupan sebelumnya aku adalah pembunuh Julius Caesar dan pernah satu waktu aku membayangkan betapa hebatnya kalau kehidupan extraterrestrial itu benar-benar ada dan aku punya banyak teman dari planet lain. Barangkali kalimat-kalimat seperti, "Oh, sial. Hari ini aku ketinggalan roket." Atau "Maaf, aku ada acara di planet X." Menjadi lumrah. Bukankah itu sangat menakjubkan? Kau pun harus menyertakan planet asalmu di bio instagram.
Aku tau ini terdengar remeh dan selintas tapi sebenarnya hal-hal yang besar dimulai dari hal kecil, 'kan?
Untuk sejenak aku merasa terhanyut dalam imajinasku sebelum marga Park dan segala sesuatu tentangnya yang akhir-akhir ini banyak memakan ruang di otakku kembali menari-nari di pikiran.
Aku mengerjap. "Oh iya juga, aku mau mengirim pesan."
Jadi setelah meninggalkan sesi filosofis yang punya efek samping membuat kepala pening kalau dibiarkan terlalu lama, aku langsung mengirimnya pesan untuk memastikan.
Soonja
jiminAku tidak langsung mendapat balasan. Dan bahkan ketika aku sudah bermain dengan Marco, terpeleset saat mau mengambil gelas di pantry, menyetel televisi dan belajar untuk kuis Dosen Jung besok dengan konsentrasi seadanya, aku masih belum mendapat balasan.
Aku lantas merangkul lututku di atas kasur, sesekali melirik ke arah ponsel yang kuletakkan tidak jauh dariku.
Bukan. Bukan begitu. Jangan salah paham dulu. Aku tidak menunggu pesannya kok. Aku hanya—
Oh lihat! Ponselku menyala!
Tapi begitu aku mengambil benda tersebut, kekecewaan segera meliputiku.
Itu hanya ramalan cuaca. Tapi kenapa mereka mengirim ramalan cuaca malam-malam begini? Bukannya hal semacam ini seharusnya pagi-pagi?
Lalu ponselku menyala lagi. Dan aku tidak bisa menahan senyum melihat notifikasi yang muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the bear | p. jimin
Fanfiction[ REMAKE | PJM fanfiction | heavy comedy ] Satu penyesalanku adalah: pernah menolak seorang Park Jimin 'Si Beruang Kelas Dua' yang sekarang bertransformasi menjadi idola terkenal. Tampan, mapan, dan segalanya. Jadi, waktu Areum-sahabatku yang ter...