CHAPTER 18
Aku Bertemu Seorang ARMYBagaimana kalian menyebut hidup di abad ke-21 tanpa ponsel?
Yup, benar sekali. Bencana. Sebab nyaris lima puluh persen hidupku (atau bahkan lebih, maaf, aku tidak pandai mengkalkulasikan) berkaitan dengan ponsel. Ditambah fakta kalau aku kurang bisa bangun pagi jika tidak mendengar suara alarm dari benda tipis itu dan bangun terlambat di hari yang sibuk sama saja dengan memulai efek domino untuk dua puluh empat jam selanjutnya. Rasanya benar-benar seperti naik rollercoaster.
Dan omong-omong tentang nasib ponselku, benda itu sudah tidak bisa diselamatkan, begitu juga kartu SIM yang mungkin kini kedinginan di lorong gelap perpipaan apartemen Areum.
Barangkali semuanya tidak akan terdengar seburuk itu kalau aku adalah tipikal orang antisipatif, tapi masalahnya aku tidak. Lagi pula siapa yang akan menduga kalau ponselmu bakal masuk ke dalam akuarium dan kartu SIM-nya tenggelam di kubangan saus?
Tepat sekali. Tidak ada.
Well, yeah, jadi begini rangkaian ketidakberuntunganku. Pertama, Akun SNS-ku semuanya aku daftarkan dengan nomor ponsel yang itu.
Kedua, surel yang aku gunakan untuk log in sebagai langkah kedua secara sial aku lupa kata sandinya. Maksudnya—duh, terakhir log in dengan alamat surelku saja aku lupa kapan.
Ketiga, aku lupa mencadangkan dan mensinkronisasi data-data yang ada di ponselku. Sebenarnya poin yang terakhir tidak terlalu penting karena meskipun aku melakukannya itu tidak akan berguna kalau untuk mengakses akunku saja tidak bisa.
Pilihan yang tersisa hanya memulai semuanya kembali. Membuat akun baru, surel baru, meminta kontak-kontak teman lagi, dan lain-lain. Serius, rasanya seperti terlahir kembali di dunia maya.
Dan untuk bagian ponsel, aku sudah membelinya—tidak, lebih tepatnya Areum yang membelikan. Aku sudah menolak, tapi dia sangat-sangat memaksa. Katanya sebagai permintaan maaf. Dan juga ini tidak seperti aku tidak punya cukup uang di tabungan untuk membeli ponsel baru, hanya setelah dipikir-pikir lagi, tidak ada salahnya, bukan?
Namun bagian terburuknya bukan itu semua. Setelah perkara tergelincirnya kartu SIM-ku, sebetulnya aku dan Areum terlibat percekcokan. Cukup berat. Aku bahkan masih ingat kata-kata Areum, "Kenapa kau tidak pernah memberitauku sebelumnya? Astaga kau sudah dekat dengan Jimin beberapa bulan. Apa kau bahkan masih menganggapku teman terdekatmu?"
Pembahasannya sampai merambah tentang putusnya aku dan Lee Minhyuk namun satu minggu setelahnya aku baru memberitaunya.
Aku terdiam. Aku kesal dan marah sampai rasanya semua sel darahku ingin meledak di pucuk kepala dan keakutan rasa jengkelku dijungkirbalikkan menjadi teror rasa bersalah dalam satu sekon kala melihat Areum menangis.
Dia menangis sambil menggumam apa arti dirinya, apa aku benar menganggapnya sebagai teman dekat, kenapa aku tidak pernah bercerita sebanyak dia menceritakan seluruh hal tentang hidupnya, detail-detail kecil, siapa lelaki yang sedang mencuri perhatiannya, betapa menyebalkan Paman Lee kalau sudah mulai berorasi tentang hidup hemat, tentang semuanya.
Sungguh, aku tidak bermaksud membuat Areum merasa seperti itu. Dia teman terbaikku meski sering menipu demi nafsu belanjanya. Satu-satunya.
Jadi aku hanya terdiam, menghampiri tubuhnya yang sudah menangis tersedu di atas lutut, lalu merengkuhnya dan malah ikut menangis, meminta maaf, berjanji tidak akan ada rahasia lagi ke depannya, saling melingkarkan kelingking seperti anak kecil yang baru saja bertengkar. Tapi itu ampuh, sungguh.
Setelahnya Gadis Lee itu sudah mengoceh tentang gaun Prada-nya yang tidak sengaja diduduki sepupunya waktu berkunjung di apartemen.
Aku percaya pada Areum—setidaknya aku mencoba begitu keras untuk percaya padanya. Areum satu-satunya orang yang punya kunci lemari memori yang pernah aku jalani kendati tidak semuanya dapat terbuka. Dia bahkan lebih mengetahui dari semua lelaki yang katanya pernah menjadi pacarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
beauty and the bear | p. jimin
Fanfiction[ REMAKE | PJM fanfiction | heavy comedy ] Satu penyesalanku adalah: pernah menolak seorang Park Jimin 'Si Beruang Kelas Dua' yang sekarang bertransformasi menjadi idola terkenal. Tampan, mapan, dan segalanya. Jadi, waktu Areum-sahabatku yang ter...