PROLOGUE

88K 4.3K 91
                                    

Aku merasakan jantungku berdegup dengan kencang sambil meremas kedua tanganku dengan gelisah, karena aku sedang menunggu seseorang yang sudah bertahun-tahun menguasai hati dan pikiranku sampai hari ini.

Kira-kira lima menit lagi. Yup. Aku tidak akan salah hitung. Lima menit lagi dia akan muncul dari pintu gerbang itu. Dan aku akan segera berhadapan dengannya.

Hari ini aku akan menyatakan perasaanku padanya setelah memendam rasa cintaku selama bertahun-tahun. Mungkin kedengarannya sangat lucu untuk perempuan seusiaku yang baru menduduki kelas tiga SMP. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin dia tahu apa yang kurasakan. Supaya aku tidak penasaran dan bertanya-tanya tentang perasaannya padaku karena selama ini dia selalu berbuat baik padaku.

Ada beberapa temanku yang tidak habis pikir kenapa aku bisa menyukainya... karena kata mereka, dia menakutkan. Dia angkuh. Dia kaku. Dia menyeramkan dengan perawakannya lebih pantas disebut sebagai seorang preman. Dia terlalu tua untukku dengan usia yang terpaut tujuh tahun itu. Dan aku sama sekali tidak cocok dengannya.

Tapi... aku tidak peduli dengan semua itu. Mungkinkah ini yang disebut cinta itu buta? Mengabaikan setiap perkataan orang dengan mengandalkan keyakinanku sendiri tentang dia.

Bagiku dia sangat baik hati. Dia lembut. Dia selalu memberikan senyuman tulusnya padaku. Dia selalu membantuku. Dia suka menolongku mengerjakan tugas sekolahku. Apa yang ada pada dirinya membuat diriku jatuh cinta dan memilihnya sebagai cinta pertamaku. Terlebih lagi saat dirinya menolongku dimana diriku terjatuh sekitar sebulan yang lalu. Aku masih ingat jelas bagaimana dia menggendongku dan dengan wajah paniknya membawaku ke rumah sakit untuk membalut kakiku yang terkilir karena terjatuh dari sepeda. Karena kejadian itulah yang membuat diriku memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya.

"Hey, Apa yang kau lakukan disini? Kenapa kau tidak pulang kerumahmu?"

Aku mengerjap. Suara familiar yang terdengar bingung itu membuat jantungku semakin berdegup kencang. Aku mendongak dan mendapati seorang lelaki yang berdiri menjulang tinggi di hadapanku.

Oh dear... itu dia!

"Mmmm... mmmm... aku berdiri disini untuk menunggumu," ucapku gugup.

Dia mengerutkan alis lalu menoleh kanan dan ke kiri dan kembali menatapku.

"Dimana kakakmu? Apakah dia tidak menemanimu?" tanyanya cemas.

Aku buru-buru menggeleng. Justru karena aku tidak ingin kakakku tahu akan hal ini, makanya sepulang sekolah aku meminta supir untuk menurunkanku disini.

"Tidak. Aku kesini karena ada yang ingin kusampaikan padamu." jawabku kemudian.

Dia mengerjap lalu menatapku tajam. Ekspresi datarnya yang hati-hati terlihat seolah mempelajari raut wajahku saat ini dan itu saja sudah membuatku sesak. Dia memang serius. Sangat serius malah. Tapi herannya aku menyukainya. Sama sekali tidak takut. Hanya gugup.

"Setidaknya kau bisa sampaikan di rumahmu karena aku memang akan kesana, tidak perlu sampai menunggu sendirian seperti ini. Bagaimana jika ada orang iseng disini?" ujarnya lagi.

Aku memberikannya senyum singkat. Merasa tersanjung dengan perhatiannya yang begitu menyenangkan.

"Aku tidak bisa, karena kakakku akan mengganggu. Makanya kupikir akan lebih baik aku menunggumu disini." ucapku dengan suara gemetar.

Matanya menyipit curiga. Tapi dia mencoba kembali bersikap ramah padaku setelahnya.

"Baiklah. Apa yang ingin kau sampaikan?" tanyanya kemudian.

UNSPOKEN LOVE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang