Hallo!
Aku ikutin voting terbanyak 😛Happy Reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Thanks, Life, for giving me the living, breathing metaphor for how I was feeling.
Lea mengumpat pelan sambil meletakkan punggung tangan di atas keningnya dengan lemas. Dia merasa konyol. Padahal apa yang terjadi adalah keinginannya selama ini. Dia selalu berharap untuk bisa membuka hati pada orang lain, dan menjalani kehidupan sosial pada umumnya, tanpa harus berpaku pada jam malam yang ditetapkan Wayne.
Lea sudah pergi dengan Adrian sepanjang hari ini, dimana pria itu sudah bersikap menjadi seorang pria yang baik, dengan tutur kata lembut dan sangat sopan padanya. Dia ramah dan baik hati, memiliki pengetahuan yang luas dan cukup perhatian. Pembawaaannya riang dan memiliki selera humor yang lumayan.
Sayangnya, untuk semua hal positif yang didapatinya dari seorang Adrian, tidak membuat Lea mampu merasakan sesuatu yang berarti, atau setidaknya menikmati kebersamaan itu. Tidak saat ketika dia bersama dengan Nathan.
Dan sudah sejam sejak kepulangannya dari kencan itu, Lea hanya bisa duduk di sofa sambil memeluk kedua lututnya, dengan tatapan kosong menatap meja kaca. Pikirannya teringat pada ciuman yang dilakukannya bersama Nathan waktu itu. Oh dear, wajah Lea langsung memanas dan spontan, dia melumat bibirnya sendiri seolah merasakan kembali, bagaimana cara bibir Nathan melumat bibirnya dengan lembut waktu itu. Ugh!
Hanya dengan mengingat hal itu saja, sudah membuat jantung Lea berdegup kencang. Meskipun dia sudah jujur kepada diri sendiri, termasuk kepada Nathan, namun tetap saja dia masih bersikap bodoh. Kini, dia sudah tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dia sudah mencoba untuk berkencan dengan orang lain, tapi tetap nihil. Otaknya masih tetap saja teringat pada Nathan, dan merasa sudah berkhianat kepada pria itu dengan menerima tawaran kencan dari Adrian.
"You have to explore and be happy," kata Nathan waktu itu.
“Apanya yang hepi?” gerutu Lea seorang diri. “Gue malah ngerasa kayak udah selingkuh dan bersalah sama lu.”
Lea mengacak poni rambutnya dengan frustrasi, merasa geram karena tidak bisa menyingkirkan virus Nathan dalam dirinya. Gagal move on, itu intinya. Sial!
Lea merasa tidak ada gunanya, dengan terus memikirkan hal yang sama sekali tidak mendatangkan perubahan dalam hidupnya. Dia melirik jam dinding dan sudah jam 8 malam. Masih ada waktu untuknya mencari makan malam. See? Apakah tidak cukup konyol dengan kenyataan dirinya belum makan, padahal baru pulang kencan? Kebodohan Lea sudah tidak ada obatnya.
Dia segera beranjak dari duduknya, mengambil kunci mobil, dan segera menuju ke lift untuk mencari udara segar. Dia membutuhkan penyegaran. Dan juga sendirian. Dia…
"Lea…,"
Sebuah panggilan disertai cengkeraman erat di lengan, membuatnya tersentak kaget dan menoleh dengan panik. Deg! Dia mengerjap tidak percaya melihat Nathan ada di basement gedung apartemennya.
“Ka… kamu kok bisa…”
“Ini siapa?”
Deg! Lea kembali tersentak kaget, karena ternyata Nathan tidak sendirian. Dari balik bahu Nathan, Lea bisa melihat seorang wanita cantik muncul di situ. Wanita itu memiliki kesempurnaan yang hakiki dari semua impian para gadis remaja. Lea sampai merasa rendah diri jika dibandingkan dengan dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNSPOKEN LOVE (SUDAH TERBIT)
RomanceCerita ini sudah pernah dipublikasi dan ditamatkan pada Des 2017 - Feb 2018. Revisi dimulai tanggal 18 Maret 2019... Jika ingin membaca, dimohon bersabar. Jangan uber minta upload karena saya revisi kalau lagi mood dan kalau lagi sempat saja. *****...