Part 32 - Off the limit

24.7K 1.5K 117
                                    

Lagi bersemangat untuk membuat Nathan tidak terkendali 😏

Yuk, kita ngegas dimulai dari part ini.
Happy Reading 💜



🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷


Nathan melirik arloji yang sedang dikenakannya dengan ekspresi dingin. Dia sudah menghabiskan waktu selama sepuluh menit untuk menunggu. Wajahnya sudah merasa kaku. Bukan. Tidak hanya wajah, tapi seluruh tubuhnya sudah kaku dengan ketegangan yang menyiksa, selama penerbangannya kembali ke Jakarta, sekitar setengah jam yang lalu.

Jika bisa dibilang, hari ini adalah hari paling buruk yang pernah dialaminya seumur hidup. Ketika Nathan mendapatkan telepon dari Wayne, perihal Lea yang menghilang di Bar Edward, disitu Nathan hampir lupa untuk bernapas karena kaget. Berbagai cara dia lakukan, tetap tidak membuahkan hasil selama dirinya dalam proses perjalanan pulang. Bahwa Lea menghilang sejak dari jam lima sore dan belum ada kepastian dimana dirinya berada. Shit!

Dia meraih sloki ketiga untuk meneguk habis whisky yang terisi di dalamnya. Dengan minum, setidaknya membuat perasaan Nathan menjadi ringan. Sedikit. Hanya sedikit ringan, selebihnya dia ingin segera melakukan sesuatu. Pikirannya langsung terbayang wajah bajingan yang bernama Ethan, dan ekspresi ketakutan Lea sekarang.

Nathan menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya dengan gemetar. Dia tidak mau membayangkan hal yang lebih dari pikirannya saat ini. Jika sedikit saja bajingan itu berani menyentuh Lea, Nathan berani bersumpah jika dia akan membunuhnya. Demikian tekadnya yang semakin mengerikan dari menit ke menit.

Wayne dan lainnya sedang duduk dengan ekspresi menegang, sambil menunggu orang kepercayaan Adrian yang bernama Park Yoo-Jin, bekerja dengan laptopnya untuk mencari informasi.

Edward duduk di samping Yoo-Jin, memberitahukan apa saja mengenai kakak sialannya itu, dimana beberapa orang asisten Yoo-Jin tampak berkutat dengan ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Edward duduk di samping Yoo-Jin, memberitahukan apa saja mengenai kakak sialannya itu, dimana beberapa orang asisten Yoo-Jin tampak berkutat dengan ponsel. Sementara itu, Julia sedang menangis pelan dengan Adrian yang menenangkannya.

“Sebelum saya berangkat, saya udah suruh kamu untuk mengantar Lea dengan selamat. Tapi lihat apa yang kamu lakukan, Nardi?” ucap Nathan dingin, sambil mengangkat alisnya dengan lantang, kepada seorang pria tua yang sedang menundukkan kepala, berdiri tepat di hadapannya.

“Maaf, Pak. Saya…,”

“Kamu dipecat! Mulai besok, kamu nggak usah nongolin muka kamu di depan saya!” sela Nathan dengan nada tinggi, sama sekali tidak ingin mendengarkan alasan yang berujung kata maaf.

Supir pribadi yang bernama Nardi itu, langsung mendongakkan kepala dengan wajah memelas. “J-Jangan, Pak. Saya nggak tahu kalau Non Lea pergi.”

“Kamu yang nangkring di depan! Masa kamu nggak tahu kalau Lea dibawa orang? Untuk apa saya kasih kamu kerjaan, kalau jawaban kamu nggak tahu? Bego banget sih lu!” bentak Nathan sambil menghentak meja dengan kasar.

Semua langsung tersentak kaget, dan menatap Nathan dengan berbagai ekspresi. Mereka bisa melihat ekspresi menggelap dari Nathan saat ini, pertanda bahwa pria itu tidak senang dan seakan ingin memuntahkan lahar panas emosinya kepada siapa saja yang ada di hadapannya.

Christian langsung menangkup bahu Nathan seolah menenangkan. “Stop it, Dude. Dengan lu emosi, itu nggak akan nyelesain masalah. Lu harus tenang dan…,”

UNSPOKEN LOVE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang