Part 10 -The passionate first kiss that turns into a deep shit

37.3K 3K 165
                                    

Kalo cerita yang sebelumnya banyak yang komplain kalo Nathan kurang bajingan.
Sekarang, kita main ngegas 😆

🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷

"Gua nggak ikut nonton," ucap Nathan dengan tegas, sambil menatap ketiga teman yang sedang berdiri di depannya.

"Kenapa bisa tiba-tiba lu nggak ikutan? Kan udah kesepakatan bersama kalo ada film terbaru, kita nonton bareng, bisa atau nggak bisa!" celetuk Christian dengan ekspresi tidak suka.

"Gue kelupaan bilang kalo Sabtu kemaren, gue udah nonton," tukas Nathan cuek.

"Heh? Lu udah nonton? Brengsek banget lu kalo udah nyolong start duluan! Sejak kapan lu mau nonton di hari Sabtu gitu?" pekik Wayne kaget.

Sejak adek lu yang minta, jawab Nathan dalam hati.

"Emangnya lu nonton sama siapa? Kok bisa sih, lu nonton duluan tanpa nungguin kita?" kini giliran Adrian bertanya.

Inilah yang tidak disukai oleh Nathan, jika sudah dikerubungi oleh tiga teman yang selalu ingin tahu urusannya. Otomatis dirinya terjebak dalam posisi tanya jawab yang tidak diperlukan.

"Nggak usah kepo. Gue nggak punya keharusan untuk pengumuman sama kalian. Pokoknya gue nggak ikut nonton!" tukas Nathan dengan muka busuknya.

"Ah, gue tahu," komentar Christian dengan seringaiannya yang menyebalkan. "Jangan-jangan, lu pergi kencan sama Shareena. Ckckck... sok-sokan udah nggak kontekan, padahal di belakang kita, diem-diem lu jalan sama dia."

Nathan menatap Christian dengan ekspresi mengeras. "Bacot lu bisa dijaga gak, sih? Punya mulut kayak comberan!"

Christian tertawa keras. "Santai aja kali, Bro. Nggak usah ngegas. Heran banget gue sama lu, hidup lu itu kayaknya kebanyakan tegang, makanya ngoceh mulu."

Adrian ikut tertawa dan Wayne terlihat mengecek ponselnya dengan alis berkerut.

Saat ini, mereka sedang berada di sebuah kafe yang menjadi tempatnya untuk berkumpul setiap minggu. Nathan yang baru saja menyelesaikan pertemuan di sebuah restoran yang tidak jauh dari situ, terpaksa mampir untuk menolak ajakan tiga temannya untuk menonton.

Nathan tahu bahwa dirinya sudah sangat salah karena mendadak membatalkan acara nonton bareng, namun dia juga tidak ingin melakukan hal yang membuatnya terpaksa. Jika dia tidak mau dan tidak nyaman, maka dia akan mengutarakannya secara terbuka.

"Nggak asik banget sih lu, Than! Kita udah sama-sama janji buat nonton film kesukaan bareng dari dulu. Meskipun lu udah nonton, senggaknya temenin kek." Protes Adrian.

Nathan mengembuskan napasnya dengan berat. "Gue capek, Dri. Sorry banget kalo gue nggak bisa ikut. Next time deh."

"Sehabis dari sini lu mau langsung balik, kan?" tanya Wayne tiba-tiba.

Nathan mengangguk.

"Kalau gitu, tolong jemput Lea deh," jawab Wayne kemudian.

Alis Nathan mengerut. "Lea? Emangnya dia lagi di mana?"

"Barusan dia chat gue dan minta dijemput di Bar temennya, karena habis rehearsal buat Jumat ini. Berhubung lu nggak ikutan, dan lu yang mau pulang juga, tolongin gue jemput dia." Ujar Wayne santai sambil terkekeh.

Jika biasanya ada orang yang membutuhkan bantuannya di kala dirinya lelah atau penat, maka Nathan akan langsung menolak. Apalagi jika hal itu membuatnya terlihat seperti orang suruhan semacam supir. Bahkan untuk menjemput ibunya sendiri pun, Nathan malas jika sudah berada di rumahnya. Tapi sekarang?

UNSPOKEN LOVE (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang