Bagian 1

10.4K 335 7
                                    

11 tahun yang lalu, saat dimana aku dan saudara kembarku Vito merayakan ulang tahun kami yang ke 6 sesuatu menimpa suadaraku. Awalnya semua berjalan lancar. Sampai pada acara puncak saat kami meniup lilinnya, tiba-tiba saja Vito jatuh tidak sadarkan diri. Berita mengejutkan diterima oleh Bunda dan Ayah. Dokter memvonis bahwa ada kelainan Jantung pada Vito. Dan sejak saat itu aku harus hidup terpisah dengan Vito.

Awalnya kupikir Ayah dan Bunda tidak menyayangiku sampai-sampai mereka menyerahkanku pada Budhe Rina, kakak dari Ayah Fahri, yang sekarang aku panggil Mama Rina. Namun akhirnya Mama Rina meyakinkanku kalau semua ini adalah hal yang terbaik untukku dan Vito.

"Sudah selesai packingnya?" Tanya Rey datar.

Aku mengangguk pelan "Sudah, tapi tunggu isebentar lagi ya." pintaku

"Baiklah." Rey langsung pergi dari kamarku

Padahal tidak biasanya dia begitu. Biasanya dia rese dan pastinya akan mengomel gara-gara menurutnya aku lelet. Tapi sekarang dia sama sekali tidak berkomentar apapun.

Rey itu kakak tiriku, tepatnya anak suami Mama Rina. Tiga tahun setelah aku hidup dengan Mama Rina, beliau menikah lagi dengan Papa Wijaya, duda yang memiliki anak laki-laki yang umurnya 3 tahun lebih tua dariku. Dialah Rey, kakak sekaligus teman terbaikku. Meskipun dia kadang-kadang rese dan nyebelin, tapi dia baik dan sangat perhatian. Dan sepertinya mulai besok aku akan sangat kehilangan sosok Rey yang rese itu.

Mulai hari ini aku akan kembali kerumah Vito. Kerumah kedua orang tua kandungku setelah hampir sepuluh tahun kami hidup terpisah. Hal yang selama ini aku impikan. Seperti apa yang aku minta sebelumnya pada mama Rina dan Papa Wijaya, aku ingin kuliah di Universitas yang sama dengan Vito. Sesuatu yang sudah lama aku inginkan dan impikan. Meskipun awalnya mama tidak menyetujui permintaanku karena itu berarti kami harus berpisah, namun akhirnya mama mengijinkannya setelah papa membujuk dan meyakinkan mama. Tapi entah kenapa aku merasa berat harus meninggalkan Mama Rina, Papa Wijaya dan juga Rey.

"Sayang jangan cemberut dong." Ucap Mama Rina saat melihat wajahku yang tidak bersemangat. "Mama minta maaf belum bisa mengantarmu, Via kan tahu kalau Papa tidak mau ditinggal." Ucap Mama Rina sedih

Aku tersenyum dengan ucapan Mama Rina itu. Mama dan Papa meskipun mereka sudah menikah hampir tujuh tahun, tapi kehangatan mereka berdua yang selalu membuatku bahagia bisa tinggal bersama mereka. Keduanya pengertian satu sama lain, bahkan aku ingin sekali pernikahanku kelak seperti mereka.

"Via cuma ngerasa berat harus meninggalkan semuanya disini."

"Bukankah ini yang Via inginkan selama ini?" Sergah Mama Rina

"Iya sih. Tapi Via tidak menyangka rasanya bakal seperti ini. Via bakal jarang ketemu Mama dan juga..." aku menatap Papa Wijaya " Papa."

Papa tersenyum, kemudian beliau menepuk kepalaku "Kita pasti akan sering main kesana."

Aku tersenyum dan mengangguk "Janji ya...."

"Jangan bandel disana ya sayang."

Aku hanya nyengir dengan ucapan Mama.

"Jangan sering kabur ya." ucap Rey ketus, aku langsung menatapnya tidak suka.

"Kamu yang ngajarin." Belaku.

"Gue nggak pernah ngajarin Lo, Lo nya aja yang ngikutin Gue melulu."

Ukhh. Ingin sekali aku nonjok tuh muka nyebelin Rey.

"Mulai besok nggak akan ada yang ngikutin Rey lagi, Rey akan aman dan tidak repot kalau aku tidak ada." Ucapku datar

"Syukurlah kamu menyadari kalau kamu itu sangatlah merepotkan. Nggak ada Lo, Gue bisa tenang dan santai tanpa ada yang mengganggu." Sergah Rey enteng.

RewriteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang